Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah

sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan cenderung tinggi. Namun, apabila sistem pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung lebih rendah. Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki suatu daerah tertentu. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan oleh ongkos transportasi, baik untuk bahan baku maupun hasil produksi yang harus dikeluarkan pemgusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha, dan sewa tanah. Termasuk keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan sehingga daerah perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan Sjahfrizal, 2008.

2.7.2 Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah

Melihat ketimpangan pembangunan antarwilayah dalam suatu negara atau suatu daerah bukanlah sesuatu yang mudah karena hal ini dapat menimbulkan debat yang berkepanjangan. Adakalanya masyarakat berpendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi setelah melihat banyaknya kelompok Universitas Sumatera Utara miskin pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi, ada pula masyarakat yang merasakan terjadinya ketimpangan yang cukup tinggi setelah melihat adanya segelintir kelompok kaya di tengah-tengah masyarakat yang umumnya masih miskin. Perlu ditekankan bahwa berbeda dengan distribusi pendapatan yang melihat ketimpangan antar kelompok masyarakat, ketimpangan pembangunan antar wilayah melihat perbedaan antar wilayah. Hal yang dipersoalkan disini bukan antara kelompok kaya dan kelompok miskin, melainkan perbedaan antara daerah maju dan daerah terbelakang. Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula-mula ditemukan adalah Williamson Index. Secara Statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah Williamson Index muncul sebagai penghargaan kepada Jeffrey R. Williamson yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah pada tahun 1966. Berbeda dengan Gini Rasio yang lazim digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan, Williamson Index menggunakan Produk Domestik Regional Bruto PDRB per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok.

2.7.3 Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Antarwilayah

Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi ketimpangan pembangunan wilayah sangat ditentukan oleh faktor yang menentukan terjadinya ketimpangan tersebut. Kebijakan yang dimaksud merupakan upaya pemerintah, baik pusat Universitas Sumatera Utara maupun daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangn pembangunan antardaerah dalam suatu negara atau wilayah. Diantaranya adalah: 1. Penyebaran pembangunan prasarana perhubungan Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan ke seluruh pelosok wilayah. Termasuk prasarana perhubungan seperti, fasilitas jalan, terminal, dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antardaerah. Jaringan dan fasilitas telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang terisolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Selain itu, sarana perhubungan seperti, perusahaan angkutan antardaerah dan fasilitas telekomunikasi juga perlu didorong perkembangannya. Dengan cara demikian, daerah yang kurang maju akan dapat pula maningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi di daerahnya sehingga kegiatan produksi dan penyediaan lapangan kerja akan dapat pula ditingkatkan. Semua ini akan mendorong proses pembangunan pada daerah yang kurang maju. 2. Mendorong transmigrasi dan migrasi spontan Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela menggunakan biaya sendiri. Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan. Indonesia sudah sejak lama melaksanakan program transmigrasi ini untuk mencapai dua tujuan sekaligus. Pertama, untuk dapat mengurangi Universitas Sumatera Utara kepadatan penduduk yang terdapat di Pulau Jawa yang telah memicu peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, program ini juga dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan di daerah terbelakang yang menjadi tujuan transmigrasi sehingga lahan yang luas tetapi belum dapat dimanfaatkan karena keterbatasan tenaga kerja akan dapat diatasi. Dengan digerakkannya kegiatan pertanian melalui pemanfaatan tenaga transmigran tersebut, maka kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang yang menjadi tujuan transmigrasi akan dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat dikurangi. 3. Pengembangan pusat pertumbuhan Kebijaan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah melalui pengembangan Pusat Pertumbuhan Growth Poles secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha tersebut. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antardaerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat dikurangi. 4. Pelaksanaan otonomi daerah Dengan dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktifitas pembangunan daerah termasuk daerah terbelakang Universitas Sumatera Utara akan dapat lebih digerakkan karena adanya wewenang pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Dengan wewenang tersebut, maka barbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakan lagi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antarwilayah akan berkurang. Pemerintah Indonesia telah memberlakukan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan di daerahnya masing- masing desentralisasi pembangunan. Sejalan dengan hal itu, masing-masing daerah juga diberikan tambahan alokasi dana dalam bentuk “Block Grant” berupa Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK. Dengan cara demikian diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan akan dapat berjalan dengan baik sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan pembangunan antarwilayah secara bertahap akan dapat diatasi. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN