PENGARUH KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PASCA PELAKSANAAN UNDANG UNDANG OTONOMI DAERAH

(1)

commit to user

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PASCA

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

ERLANGGA PATI KAWA F 0307009

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul:

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PASCA

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia)

Surakarta, 29 Desember 2010 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing Skripsi

Drs. Hanung Tiatmoko, M.Si.,Ak. NIP. 19661028 199203 1 001


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima dan disetujui oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat- syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-1 (Strata Satu) Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Januari 2011

Tim Penguji Skripsi

1. Dra. Y. Anni Aryani, M.prof, Acc.,Ph.D., Ak. (...) NIP. 19650918 199203 2 002 Ketua

2. Drs. Hanung Tiatmoko, M.Si.,Ak. (...)

NIP. 19661028 199203 1 001 Pembimbing

3. Dra. Falikhatun, M.Si.,Ak. (...) NIP. 19681117 199403 2 002 Anggota


(4)

commit to user

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Seorang ayah yang bernama Setyobudi dan seorang ibu yang bernama Nanik Iriani. Terima kasih atas didikan, kasih sayang dan perhatian yang telah diberikan.


(5)

commit to user

v MOTTO

Kita tidak akan sampai kepada fajar, kecuali melalui malam.

(Kahlil Gibran)

Kita hanya hidup sekali, tetapi jika kita menjalaninya dengan benar, sekali

berarti cukup.

(Joe E. Lewis)

Hidup penuh dengan pilihan, Pilih dan jalani, jangan pernah tengok ke

belakang, karena yang ada nantinya hanyalah penyesalan.


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah Swt., Tuhan Sekalian Alam, atas segala rahmat dan hidayah yang tiada hentinya dikaruniakan kepada kita semua. Semoga kita termasuk hambaNya yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Ia berikan, dan bersabar ketika menghadapi cobaan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada junjungan kita, Rasul dan Nabi Muhammad Saw., yang telah menjadi suritauladan umat manusia. Semoga kita termasuk umat yang selalu menjaga Sunnah-sunnah beliau. Atas rahmat dan ridha Allah Swt., penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Kemakmuran Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pasca Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia)” dengan baik guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat beberapa hambatan yang dihadapi. Namun dengan dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(7)

commit to user

vii

2. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak. selaku Pembimbing Skripsi, yang telah banyak membantu dengan tulus memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Dra. Y. Anni Aryani, M.prof, Acc.,Ph.D., Ak.dan Dra. Falikhatun, M.Si.,Ak. selaku penguji skripsi.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan.

6. Papa dan Mama tercinta atas kasih sayang, motivasi, serta doanya yang tulus dan ikhlas yang senantiasa diberikan tanpa mengenal henti.

7. Dik Amanda, adikku tersayang, ingatlah bahwa hasil yang sempurna selalu didapat dari buah perjuangan yang tidak mudah.

8. Sofia Agustina, terima kasih atas semangat dan doanya. Takkan kau sadari bahwa senyuman lembutmu merupakan suntikan semangat untuk jalani hari-hariku.

9. Pak Halim, Mas Agnes, Cuwie, Jarmiatun, dan Bimo, terimakasih atas pengalaman magang kerja yang tak akan saya jumpai di bangku kuliah. 10.KTB (adi, angga, ayu, nani, irla, ndoki, dan rudi), thanks buat

persahabatan yang indah ini, aku bakal kangen touring pake avanza sewaan lagi bersama kalian.


(8)

commit to user

viii

11.Temen-temen HMJA, thanks buat pengalaman organisasi yang telah banyak merubah saya menjadi sosok yang lebih dewasa dalam berpikir, berkata, dan bertindak. Who is the best? Accounting society!

12.Patrner terbaikku dalam penelitian ini, Hernani Maryulianti, jujur kamu selalu membuat tidurku tak nyenyak, namun melihat akhir dari perjuangan kita ini akhirnya aku hanya bisa berucap terimakasih. Makasih ya, darl. 13.Pak Timin dan seluruh staf serta karyawan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta., terimakasih tak henti-hentinya saya ucapkan atas bantuannya selama ini.

14.Rekan-rekan personil AGEN 007 (Accounting Generation 2007), terima kasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin. Ingat selalu semboyan kita, “Tahun berapa pun kita lulus, ingat slalu Tahun berapa kita masuk, We are 2007, The agent of change.”

15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Mohon maaf, karena satu dan lain hal, tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki beberapa kelemahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun yang berguna dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, Desember 2010


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 8


(10)

commit to user

x

a. Pengertian Otonomi Daerah ... 9

b Tujuan Otonomi Daerah ... 10

c. Dasar Hukum Otonomi Daerah ... 11

2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ... 12

a. Laporan Realisasi Anggaran ... 14

b. Neraca ... 19

c. Laporan Arus Kas ... 21

d. Catatan Atas Laporan Keuangan ... 22

3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ... 24

a. Rasio Kemandirian ... 26

b. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah ... 27

c. Rasio Efisiensi ... 28

d. Rasio Keserasian (aktivitas) ... 28

4. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 29

B. Kerangka Pemikiran ... 32

C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ... 34

1. Pengaruh Rasio Kemandirian sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi .... 34

2. Pengaruh Rasio Efektivitas PAD sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi .... 35

3. Pengaruh Rasio Efisiensi Anggaran sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi .... 35


(11)

commit to user

xi

4. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Operasional sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ... 36

5. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Modal sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 39

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 39

C. Jenis dan Sumber Data ... 40

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 41

1. Variabel Independen ... 41

2. Variabel Dependen ... 44

E. Metode Analisis Data ... 45

1. Statistik Deskriptif ... 46

2. Uji Asumsi Klasik ... 46

a. Uji Normalitas ... 46

b. Uji Multikolonieritas ... 47

c. Uji Autokorelasi ... 47

d. Uji Heteroskedastisitas ... 48

3. Uji Hipotesis ... 50

a. Model Regresi ... 50


(12)

commit to user

xii

c. Uji Signifikansi Parameter Individual ... 51

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi data ... 52

1. Seleksi Sampel ... 52

2. Statistik Deskriptif ... 54

B. Pengujian Hipotesis... 58

1. Pengujian Asumsi Klasik ... 58

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Multikolonieritas ... 61

c. Uji Autokorelasi ... 62

d. Uji Heteroskedastisitas ... 63

2. Analisis Regresi Berganda ... 64

a. Model Regresi ... 65

b. Uji Koefisien Determinasi ... 66

c. Uji Signifikansi Parameter Individual ... 68

C. Pembahasan ... 70

1. Pengaruh Rasio Kemandirian Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 70

2. Pengaruh Rasio Efektivitas PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 71

3. Pengaruh Rasio Efisiensi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 72


(13)

commit to user

xiii

4. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Operasional

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 73

5. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 74

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

B. Keterbatasan ... 77

C. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1 Perbedaan Struktur APBD Berdasarkan Kepmendagri No. 29/2002

dengan Permendagri No. 13/2006 ... 15

2.2 Kerangka Pemikiran ... 33

4.1 Grafik Histogram ... 59


(15)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Keterangan Persamaan Regresi Berganda ... 49

4.1 Proses Pemilihan Daerah Penelitian ... 53

4.2 Statistik Deskriptif Variabel ... 55

4.3 Hasil Uji Normalitas ... 61

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 62

4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 63

4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 64

4.7 Hasil Uji Signifikansi-F ... 66

4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 67


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 DAFTAR DAERAH PENELITIAN 2 DATA PERTUMBUHAN EKONOMI 3 DATA RASIO EFEKTIVITAS PAD 4 DATA RASIO EFISIENSI ANGGARAN

5 DATA RASIO KESERASIAN BELANJA MODAL

6 DATA RASIO KESERASIAN BELANJA OPERASIONAL 7 DATA RASIO KEMANDIRIAN


(17)

commit to user

ABSTRAK

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PASCA

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia)

Erlangga Pati Kawa NIM F0307009

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah yang diukur dengan rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi anggaran, rasio keserasian belanja operasional, dan rasio keserasian belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi pada pemerintah Kabupaten dan Kota di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan pertumbuhan PDRB berdasarkan persentase.

Terdapat lima hipotesis yang diuji dalam penelitian ini, yaitu (1) rasio kemandirian daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, (2) rasio efektivitas PAD berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, (3) rasio efisiensi anggaran berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, (4) rasio keserasian belanja operasional berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan (5) rasio keserasian belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Ruang lingkup penelitian ini yaitu pemerintah daerah kabupaten dan kota dengan kriteria terpilih. Berdasarkan hasil seleksi diperoleh 68 daerah penelitian. Pengujian hipotesis menggunakan regresi linear berganda dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0 for Windows. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah yang diukur dengan rasio keserasian belanja operasional dan rasio keserasian belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah dengan nilai signifikansi di bawah 10%.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, kinerja keuangan, rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi anggaran, rasio aktivitas.


(18)

commit to user ABSTRACT

THE INFLUENCE OF FINANCIAL PERFORMANCE OF LOCAL GOVERNMENT ON THE REGIONAL ECONOMIC GROWTH AFTER IMPLEMENTATION OF REGIONAL AUTONOMY LAW

(Case Study on Local Government in Indonesia)

Erlangga Pati Kawa NIM F0307009

This research is empirical research that aims to determine the effect of local government financial performance as measured by the ratio of local independence, the ratio of PAD effectiveness, the ratio of budget efficiency, the ratio of operational expenditure, and the ratio of capital expenditure on economic growth in the government district and city in Indonesia. Economic growth measured by GDP growth by percentage.

There are five hypotheses to be tested in this study, they are: (1) the ratio of local independence affects the economic growth, (2) the ratio of PAD effectiveness affect the economic growth, (3) the ratio of budget efficiency affect the economic growth, (4) the ratio of operational expenditure affect the economic growth, and (5) the ratio of capital expenditure affect the economic growth.

The scope of this research are local government district and city with selected criteria. Based on the results obtained 68 selection of the study area. Testing hypotheses using multiple linear regression with the help of SPSS 16.0 software for Windows. The study provides empirical evidence that the financial performance of local government as measured by the ratio of operational expenditure and the ratio of capital expenditure has positive influence on the financial performance of local governments with significant value below 10%.

Keywords: Economic Growth, Financial Performance, Local Government, the ratio of local independence, the ratio of PAD effectiveness, the ratio of budget efficiency, the ratio of operational expenditure, the ratio of capital expenditure


(19)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 dan puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat mendelegasikan sebagian wewenang dalam hal pengelolaan keuangan kepada daerah sehingga diharapkan daerah dapat membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, 2008). Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti dan Pratolo, 2009). Otonomi daerah diberlakukan dengan diterbitkannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 yang kemudian direvisi melalui UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola sumber daya yang dimilikinya dan melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik sehingga akan berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat (Handra dan Maryati, 2009).

Pengelolaan pemerintahan yang harus dilakukan sendiri oleh pemerintah daerah menuntut adanya kemandirian daerah dalam menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya. Kemandirian daerah ini dicerminkan dengan kemampuan daerah menghasilkan penerimaan pendapatan yang diperoleh daerah tersebut yang berasal dari potensi-potensi


(20)

commit to user

ekonomi daerah. Potensi-potensi ekonomi daerah ini juga disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah dapat dialokasikan untuk kegiatan pelayanan kepada publik yang merupakan salah satu harapan masyarakat kepada pemerintah di dalam era desentralisasi fiskal ini. Peningkatan pelayanan publik yang dimaksud salah satunya adalah dengan memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar.

Belanja Modal (BM) merupakan belanja yang dipergunakan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun (atau disebut jangka panjang) untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni: peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya dengan cara membeli, yang umumnya dilakukan dengan proses lelang atau tender yang cukup rumit (Abdullah, 2004).

Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga digunakan diantaranya untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur di dalam sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi sehingga masyarakat pun turut menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor tersebut, produktifitas masyarakat pun menjadi semakin tinggi dan pada akhirnya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut (Harianto dan Adi, 2007). Seperti yang dikemukakan juga oleh Lin dan Liu


(21)

commit to user

(2000) bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Tetapi otonomi daerah yang saat ini sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia tetap menimbulkan persoalan baru, karena ternyata potensi fiskal pemerintah daerah yang satu dengan daerah yang lainnya masih sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh kesiapan fiskal dari masing-masing daerah yang berbeda-beda dalam pelaksanaan otonomi daerah (Nordiawan, Iswahyudi, dan Maulidah, 2007). Perbedaan yang terjadi ini akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Hal ini disebabkan karena dengan adanya peningkatan PAD, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut akan lebih tinggi, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Harianto dan Adi, 2007).

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu (BPS, 2008). Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan bahwa suatu daerah tersebut dapat dikatakan maju dan berkembang. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya (Kuncoro, 2004).


(22)

commit to user

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kinerja keuangan pemerintah daerah. Kinerja itu sendiri merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Hamzah, 2008). Untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan. Ada beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain rasio kemandirian (otonomi fiskal), rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi, dan rasio keserasian belanja (Widodo, 2001 dalam Halim, 2002).

Hasil dari beberapa penelitian mengenai pengaruh antara pendapatan asli daerah, belanja modal dan pertumbuhan ekonomi menujukkan hasil yang beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Septiana (2007) yang meneliti pengaruh pendapatan asli daerah terhadap belanja modal menujukkan hasil yang signifikan, namun menurut hasil penelitian Halim (2002) menemukan bahwa pendapatan asli daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi menujukkan hasil yang signifikan seperti yang diungkapkan oleh Harianto dan Adi (2007) namun berdasarkan penelitian Fitriyanti dan Pratolo (2007) menujukkan hasil yang tidak signifikan.

Penelitian mengenai pengaruh pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi juga memiliki hasil yang beragam, berdasarkan hasil penelitian Harianto dan Adi (2007) menemukan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun


(23)

commit to user

berdasarkan hasil penelitian Fitriyanti dan Pratolo (2009) pendapatan asli daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penelitian mengenai kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi sebelumnya juga pernah dilakukan, dan hasil pengujian secara langsung antara kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan rasio kemandirian, dan rasio efisiensi berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektifitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Hamzah, 2008). Hal ini menjadikan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi masih sangat menarik untuk dilakukan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2008) dengan perbedaan dalam tiga hal. Perbedaan pertama, peneliti menggunakan tambahan rasio keserasian belanja modal dan belanja operasional sebagai variabel independen. Perbedaan kedua, peneliti menggunakan rentang waktu antara tahun 2006 sampai dengan 2008. Perbedaan terakhir adalah daerah penelitian yang penulis pilih lebih luas, bukan hanya kabupaten dan kota di Jawa Timur, namun sejumlah 68 kabupaten/kota yang tersebar di indonesia yang memenuhi kriteria tertentu. Alasan pemilihan ini dikarenakan untuk lebih menggeneralisasi hasil temuan, agar diperoleh hasil yang lengkap dan akurat. Serta mengakomodir keterbatasan-keterbatasan dari penelitian-penelitian sebelumnya.


(24)

commit to user

Dari keseluruhan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka penelitian ini mengambil judul “PENGARUH KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PASCA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

Apakah Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pasca Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris adanya pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan bagi dunia pendidikan akuntansi sektor publik mengenai studi atas Anggaran


(25)

commit to user

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya dalam hal analisis kinerja keuangan pemerintah daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah pasca otonomi daerah.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan referensi serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara konkrit/nyata bagi para pengambil kebijakan terutama pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah seperti SKPD, Pemerintah Kabupaten/Kota, DPRD, dan masyarakat. Manfaat yang lain bahwa hasil dari penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi bagi proses pembelajaran dalam pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah di Indonesia.


(26)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran serta menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk pengelolaan daerah tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah.

Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi, dan efektifitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang, ukuran standar untuk evaluasi kinerja, serta alat


(27)

commit to user

koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Anggaran sebagai instrumen kebijakan dan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2008) dengan pengembangan berupa tambahan rasio keserasian belanja modal dan belanja operasional sebagai variabel independen pada rentang waktu antara tahun 2006 sampai dengan 2008. Di samping itu, daerah penelitian yang penulis pilih lebih luas, bukan hanya kabupaten dan kota di Jawa Timur, namun sejumlah 68 kabupaten/kota yang tersebar di indonesia yang memenuhi kriteria tertentu. Alasan pemilihan ini dikarenakan untuk lebih menggeneralisasi hasil temuan, agar diperoleh hasil yang lengkap dan akurat, serta mengakomodir keterbatasan-keterbatasan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penjelasan hal-hal dan variabel yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Otonomi Daerah

a. Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian otonomi daerah secara umum yaitu hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka


(28)

commit to user

pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 sebagai titik awal pelaksanaan otonomi daerah maka Pemerintah Pusat menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat.

Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary dalam Saragih (2003), kata autonomy berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata autonomia, yang artinya adalah independen, bebas, dan mengarahkan/menentukan nasib sendiri.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5, disebutkan bahwa:

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Jadi yang dimaksud otonomi daerah pada pokoknya selalu melihat otonomi itu sebagai hal, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Tujuan Otonomi Daerah

Menurut UU No. 22 Tahun 1999, tujuan otonomi daerah dilihat dari sudut pandang desentralisasi fiskal adalah untuk mendorong terselenggaranya pelayanan publik sesuai tuntutan masyarakat


(29)

commit to user

daerah, mendorong efisiensi alokatif penggunana dana pemerintah melalui desentralisasi kewenangan dan pemberdayaan daerah.

Di dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain itu juga dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang pada dasarnya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannnya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai bagian utama dari tujuan nasional.

c. Dasar Hukum Otonomi Daerah

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah,


(30)

commit to user

2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

3) Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

5) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, 6) Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan

7) Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menjelaskan definisi laporan keuangan sebagai laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.


(31)

commit to user

Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:

a. menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah,

b. menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah,

c. menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi,

d. menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya,

e. menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya,

f. menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan,

g. menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan ketidakpastian yang terkait. Pelaporan


(32)

commit to user

keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran, dan indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal asset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan arus kas.

Berdasarkan Laporan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan daerah tersebut, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun Laporan Keuangan pemerintah daerah yang terdiri dari:

a. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/ daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan (PP RI No. 24 Tahun 2005)

Pada era reformasi struktur APBD pun mengalami perubahan-perubahan, yakni struktur APBD yang didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 kemudian berubah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Beberapa


(33)

commit to user

perubahan yang signifikan antara susunan laporan APBD sebagaimana diatur dalam Permendagri 13 Tahun 2006 dengan Kepmendagri 29 Tahun 2002 dapat dilihat pada gambar 2.1. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan juga mengeluarkan struktur APBD berdasarkan PP No 24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntasi Pemerintah yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1

Perbedaan Struktur APBD sesuai Kepmendagri No. 29/2002 dengan Permendagri No. 13/2006


(34)

commit to user

Dengan demikian, Laporan Realisasi Anggaran harus menyajikan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Pengertian dari masing-masing unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pendapatan

a) Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/ Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

c) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.

d) Unsur Pendapatan Daerah terdiri dari: (1) Pendapatan Asli Daerah:

(a) Pajak Daerah, (b) Retribusi Daerah,

(c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,


(35)

commit to user

(2) Pendapatan Transfer/Dana Perimbangan: (a) Dana Bagi Hasil,

(b) Dana Alokasi Umum, dan (c) Dana Alokasi Khusus. (3) Lain-lain Pendapatan yang Sah:

(a) Dana Darurat, (b) Hibah.

2) Belanja

a) Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

b) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

c) Unsur Belanja Daerah terdiri dari: (1) Belanja Operasi:

(a) Belanja Pegawai, (b) Belanja Barang, (c) Bunga,

(d) Subsidi, (e) Hibah,


(36)

commit to user (2) Belanja Modal:

(a) Belanja Tanah,

(b) Belanja Peralatan dan Mesin, (c) Belanja Gedung dan Bangunan, (d) Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan, (e) Belanja Aset Tetap Lainnya, (f) Belanja Aset Lainnya. (3) Belanja Tak Terduga. 3) Pembiayaan

a) Pembiayaan (basis kas) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.

b) Unsur Pembiayaan Daerah terdiri dari: (1) Penerimaan Pembiayaan:

(a) Penggunaan SiLPA, (b) Pencairan Dana Cadangan,

(c) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, (d) Penerimaan Pinjaman,


(37)

commit to user (2) Pengeluaran Pembiayaan:

(a) Pembentukan Dana Cadangan,

(b) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah, (c) Pembayaran Pokok Pinjaman,

(d) Pemberian Pinjaman. b. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan pada tanggal tertentu, dengan menyajikan informasi mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana (PP RI No. 24 Tahun 2005). Pengertian dari masing-masing unsur Neraca sebagai berikut:

1) Aset

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional


(38)

commit to user

pemerintah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah.

2) Kewajiban

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.

Karakterisitik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.

Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya.

Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. Kewajiban dikelompokkan ke dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok kewajiban yang


(39)

commit to user

diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.

3) Ekuitas Dana

Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek,

b) Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam aset non-lancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang,

c) Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai peraturan perundang-undangan.

c. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non-keuangan, pembiayaan, dan transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama periode tertentu.


(40)

commit to user

Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut:

1) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Daerah,

2) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Daerah.

d. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.

Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:

1) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD,

2) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan,


(41)

commit to user

3) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya,

4) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan,

5) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, dan

6) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Lampiran I-D menjelaskan bahwa sistematika Catatan atas Laporan Keuangan terdiri dari Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-Undang APBN/Perda APBD, ikhtisar pencapaian kinerja keuangan, kebijakan akuntansi, dan penjelasan atas perkiraan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas.

Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan good governance (Sadjiarto, 2000). Hal ini dikarenakan melalui laporan keuangan maka unsur akuntabilitas dalam mencapai


(42)

commit to user

good governance dapat terpenuhi (Wiratraman, 2009). Pada perkembangannya, usaha pemerintah dalam mencapai good governance masih kurang. Hal ini dapat terlihat dari fenomena yang terjadipada tahun 2004 dimana terjadi korupsi secara massal dengan dalih studi banding, proyek penggusuran, dan manipulasi anggaran (Wiratraman, 2009). Belakangan ini, berkembanglah tuntutan masyarakat mengenai akuntabilitas yang tidak hanya sekedar dalam bentuk laporan pertanggungjawaban, namun masyarakat menginginkan adanya pengukuran kinerja keuangan pemerintah (Sadjiarto, 2000).

3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Kinerja sering didefinisikan sebagai prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu, yang merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Hamzah, 2008). Kinerja diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan (Anzar, 2008). Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah proses pengawasan secara terus menerus dan pelaporan capaian kegiatan, khususnya kemajuan atas tujuan yang direncanakan (Westin, 1998).

Penilaian kinerja terhadap lembaga atau organisasi tidak hanya berlaku pada lembaga atau organisasi yang berorientasi profit saja,


(43)

commit to user

melainkan juga perlu dilakukan pada lembaga atau organisasi non profit. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui sejauh mana pemerintah menjalankan tugasnya dalam roda pemerintahan dan melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan.

Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah ini berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan, tujuan tersebut paling tidak untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk mampu membangun ukuran kinerja yang baik. Ukuran yang disusun tidak dapat hanya dengan menggunakan satu ukuran, oleh karena itu perlu ukuran yang berbeda untuk tujuan yang berbeda. Hal inilah yang kadang membuat konflik. Ukuran kinerja mempengaruhi ketergantungan antar unit kerja yang ada dalam satu unit kerja (Mardiasmo, 2002).

Pengukuran kinerja pemerintah daerah dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga akan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Analisis rasio keuangan APBD


(44)

commit to user

dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi.

Analisis rasio keuangan sebagai salah satu alat analisis telah banyak digunakan untuk menilai kinerja lembaga atau organisasi yang bersifat profit oriented, namun masih jarang dilakukan pada lembaga atau organisasi non-profit oriented khususnya pemerintah daerah. Hal ini terjadi karena penyajian laporan keuangan pemerintah daerah mempunyai keterbatasan serta sifat dan cakupan yang berbeda. Penyusunan APBD selama ini berdasarkan asas keseimbangan atau incrimental budget dimana masing-masing kelompok pendapatan dan belanja besarnya dihitung dengan meningkat sejumlah prosentase tertentu (berdasarkan tingkat inflasi) sehingga menyebabkan adanya rasio keuangan dalam APBD (Halim, 2002).

Berdasarkan penelitian dari Widodo (2001) dalam Halim (2002), ada beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain rasio kemandirian (otonomi fiskal), rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi, dan rasio keserasian (aktivitas).

a. Rasio Kemandirian

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang


(45)

commit to user

telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ini dapat diukur dengan membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah terhadap jumlah Dana Alokasi Umum ditambah jumlah pinjaman (selain utang PFK (Pada Fihak Ketiga) dan utang pajak PPn/PPh).

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana dari luar. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak luar (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

b. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugasnya dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai sebesar 1 (satu) atau 100%. Namun demikian semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas tersebut perlu dibandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah.


(46)

commit to user

c. Rasio Efisiensi

Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan, visi dan misi suatu organisasi (Bastian, 2006). Pengukuran kinerja pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Penilaian efisiensi sangat penting dilakukan karena akan berdampak pada standar hidup masyarakat.

Semakin kecil rasio efisiensi maka kinerja pemerintah daerah semakin baik. Untuk itu pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak.

d. Rasio Keserasian (aktivitas)

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasional dan belanja modal secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja operasional berarti belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Rasio Keserasian Belanja Operasional, 2) Rasio Keserasian Belanja Modal.


(47)

commit to user

Belum ada standar yang pasti mengenai besarnya rasio belanja operasional maupun modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.

4. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak. Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun (Sukirno, 2002). Pertumbuhan ekonomi dapat meliputi penggunaan lebih banyak input dan lebih efisien, yaitu setiap penambahan satu satuan input dapat menghasilkan output yang lebih banyak (Irawan dan Suparmoko, 2002).

Menurut pandangan para ekonom klasik maupun ekonom neoklasik, pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 2002).


(48)

commit to user

Menurut Suparmoko (1994), faktor produksi yang mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu: a) tenaga kerja, b) kapital, dapat terbentuk melalui berbagai sumber di antaranya tabungan masyarakat, pajak, pinjaman pemerintah dan inflasi, c) sumber daya alam dan lingkungan, d) teknologi, dan e) faktor sosial, di antaranya adalah keamanan politik, adat-isitiadat, agama, dan sistem pemerintahan.

Pertumbuhan ekonomi diukur menggunakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk negara dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk provinsi dan kabupaten atau kota. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang dikenal sebagai PDB untuk negara dan PDRB untuk provinsi dan kabupaten atau kota (BPS, 2008).

PDB atau PDRB merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian di suatu wilayah dalam satu tahun yang dinyatakan dalam harga pasar (Suparmoko, 1994). PDRB merupakan produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh penduduk dalam suatu daerah tertentu dalam satu wilayah negara dan dalam jangka waktu satu tahun (Lincolin, 1999).

PDRB berdasarkan pengertian BPS (2008) merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu daerah tertentu pada seluruh unit


(49)

commit to user

usaha, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB ini dapat didasarkan pada harga berlaku dan berdasarkan harga konstan. PDRB berdasarkan harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, karena menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga berlaku pada setiap tahun. PDRB berdasarkan harga konstan digunakan untuk dapat mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun karena menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar, tahun dasar yang digunakan saat ini adalah tahun 2000.

Cara menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan (Sukirno, 2002), yakni sebagai berikut:

a. Pendekatan produksi

PDRB adalah jumlah NTB (Nilai Tambah Bruto) atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha, diantaranya adalah: sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.


(50)

commit to user

b. Pendekatan pendapatan

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang terdiri dari pendapatan sewa (Rent), gaji dan upah (Wage), pendapatan bunga (Interest), dan keuntungan/laba (Profit).

c. Pendekatan pengeluaran

PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: pengeluaran konsumsi rumah tangga (Consumption), pembentukan modal tetap domestik bruto (Investment), konsumsi pemerintah (Government), perubahan stok, dan ekspor neto (Expor minus Impor).

Secara konsep tiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi.

B. Kerangka Pemikiran

Jenis penelitian ini adalah penelitian hipotesis karena bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah disusun. Jenis penelitian ini menjelaskan


(51)

commit to user

fenomena dalam pengaruh antar variabel. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berikut ini merupakan kerangka pemikiran yang menggambarkan model penelitian dan hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Variabel Independen Variabel Dependen

Pertumbuhan Ekonomi (y) Kinerja Keuangan

Pemerintah Daerah (x) Rasio Kemandirian

(x1)

Rasio Efektivitas PAD (x2)

Rasio Efisiensi (x3)

Rasio Keserasian Belanja Operasional (x4)

Rasio Keserasian Belanja Modal (x5)

Pertumbuhan Ekonomi (y) H1

H2

H3

H4


(52)

commit to user

C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Rasio Kemandirian sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana dari luar. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak luar (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah maka pembangunan daerah akan semakin maju, sehingga pertumbuhan ekonomi pun dapat meningkat (Halim, 2002).

Dari uraian di atas, maka hipotesis pertama pada penelitian ini adalah:

H1 : rasio kemandirian daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.


(53)

commit to user

2. Pengaruh Rasio Efektivitas PAD sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Widodo, 2001 dalam Halim, 2002).

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugasnya dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai sebesar 1 (satu) atau 100%. Namun demikian semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah merealisasikan PAD yang dianggarkan, maka semakin meningkat pula pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.

. Dari uraian di atas, maka hipotesis kedua pada penelitian ini adalah:

H2 : rasio efektivitas PAD berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Pengaruh Rasio Efisiensi Anggaran sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan, visi dan misi suatu organisasi (Bastian, 2006). Pengukuran kinerja pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.


(54)

commit to user

Penilaian efisiensi sangat penting dilakukan karena akan berdampak pada standar hidup masyarakat.

Semakin kecil rasio efisiensi maka kinerja pemerintah daerah semakin baik. Untuk itu pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Sehingga dapat dikatakan jika semakin kecil rasio efisensi, berarti menandakan bahwa pemerintah semakin cermat dalam mengeluarkan biaya untuk merealisasikan seluruh pendapatan. Semakin tinggi pendapatan yang berhasil direalisasikan tentunya semakin dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Dari uraian di atas, maka hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah:

H3 : rasio efisiensi anggaran berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Operasional sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasional dan belanja modal secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan


(55)

commit to user

untuk belanja operasional berarti belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Sehingga rasio belanja operasional yang semakin tinggi akan berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi daerah.

Dari uraian di atas, maka hipotesis keempat pada penelitian ini adalah:

H4 : rasio keserasian belanja operasional berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

5. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Modal sebagai Alat Ukur Kinerja Keuangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja modal dipergunakan untuk membiayai penambahan infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada atau sarana dan prasarana yang memadai. Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Septiana (2007) melihat sampai sejauh mana kebijakan pemerintah daerah dalam mengalokasikan DAU yang diterima untuk kepentingan belanja modal dan bagaimana dampak alokasi belanja ini terhadap peningkatan kualitas pembangunan manusia.

Berkaitan dengan hal itu, strategi alokasi belanja daerah memainkan peranan yang tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah. Dalam upaya untuk meningkatkan kontribusi publik


(56)

commit to user

terhadap penerimaan daerah, alokasi belanja modal hendaknya lebih ditingkatkan. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah.

Dari uraian di atas, maka hipotesis kelima pada penelitian ini adalah:

H5 : rasio keserasian belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.


(57)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah yang diukur dengan rasio kemandirian, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi anggaran, rasio keserasian belanja operasional, dan rasio keserasian belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Sekaran (2006), pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variable atau lebih.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi adalah total kumpulan elemen atau unsur yang kita harapkan untuk membuat kesimpulan (Cooper, 2009). Populasi adalah keseluruhan orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2000). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipalajari lalu ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2006– 2008. Total populasi adalah 465 kabupaten/kota di bawah 33 propinsi.


(58)

commit to user

Sampel adalah bagian populasi yang akan dipalajari secara detail (Sekaran, 2006). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara judgement-sampling, yang berarti sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Jogiyanto, 2005). Kriteria tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Sampel adalah laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dengan pendapat wajar dengan pengecualian atau wajar tanpa pengecualian,

2. Pada sampel tersebut, tersedia data-data non keuangan seperti PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto), dan Pertumbuhan Ekonomi daerah.

Kriteria di atas digunakan karena tidak semua pemerintah daerah menyediakan informasi yang dibutuhkan.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sekaran (2006), data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari individu-individu, kelompok-kelompok tertentu, dan juga responden yang telah ditentukan secara spesifik yang memiliki data secara spesifik. Penelitian ini mengumpulkan data sekunder dari responden, website, dan pihak-pihak terkait seperti BPK RI dan BPS. Alasan penggunaan data sekunder dengan pertimbangan bahwa data ini mempunyai validitas data yang dijamin oleh pihak lain sehingga handal untuk digunakan dalam penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari


(59)

commit to user

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2006-2008 serta data non keuangan, seperti PDRB, dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang kemudian dikumpulkan sebagai bahan penelitian. Data LKPD yang dikumpulkan oleh peneliti diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan oleh BPK RI. Instrumen penelitian menggunakan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), neraca dan laporan realisasi anggaran tahun 2006-2008 dari setiap pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilai bisa berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama, atau pada waktu yang sama untuk objek yang berbeda (Sekaran, 2006). Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu variabel independen dan dependen. Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Variabel Independen

Variabel independen merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik pengaruh secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari beberapa pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.


(60)

commit to user

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi (Hamzah, 2008). Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah proses pengawasan secara terus menerus dan pelaporan capaian kegiatan, khususnya kemajuan atas tujuan yang direncanakan (Westin, 1998). Alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. e. Rasio Kemandirian

Rasio kemandirian digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya. Rasio ini dapat diukur dengan membandingkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah DAU ditambah jumlah pinjaman (selain utang PFK dan utang pajak PPn/PPh).

f. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.


(61)

commit to user

g. Rasio Efisiensi

Penghitungan rasio efisiensi didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hamzah (2009), yaitu:

d. Rasio Keserasian

1) Rasio Keserasian Belanja Operasional

Rasio ini menggambarkan prioritas pemerintah daerah dalam mengalokasikan dananya pada belanja operasional.

2) Rasio Keserasian Belanja Modal

Rasio ini menggambarkan prioritas pemerintah daerah dalam mengalokasikan dananya pada belanja modal.

Belum ada standar yang pasti mengenai besarnya rasio belanja operasional maupun modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.


(62)

commit to user

2. Variabel Dependen

Variabel dependen yang dipakai dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak. Pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun (Sukirno, 2002).

Pertumbuhan ekonomi diukur menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk provinsi dan kabupaten atau kota. PDRB ini dapat didasarkan pada harga berlaku dan berdasarkan harga konstan. PDRB berdasarkan harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, karena menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung berdasarkan harga berlaku pada setiap tahun. PDRB berdasarkan harga konstan digunakan untuk dapat mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun karena menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar, tahun dasar yang digunakan saat ini adalah 2000 (BPS, 2008). Perhitungan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Kuncoro, 2004):


(63)

commit to user Keterangan:

PE = Pertumbuhan Ekonomi

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto satu tahun sebelum

tahun t

E. Metode Analisis Data

Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Secara umum, pendekatan kuantitatif lebih fokus pada tujuan untuk generalisasi, dengan melakukan pengujian statistik dan steril dari pengaruh subjektif peneliti (Sekaran, 2006). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi berganda adalah analisis mengenai beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen.

Dalam analisis regresi selain mengukur seberapa besar hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, juga menunjukkan bagaimana hubungan antara variabel independen dengan dependen, sehingga dapat membedakan variabel independen dengan variabel dependen tersebut (Ghozali, 2006).

Analisis data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan Program SPSS 16.0 for Windows, beberapa langkah yang dilakukan dalam analisis regresi linier masing-masing akan dijelaskan di bawah ini:


(64)

commit to user

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, median, standar deviasi, maksimum, dan minimum dari masing-masing data sampel (Ghozali, 2006). Penyajian statistik deskriptif bertujuan agar dapat dilihat profil dari data penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal, tidak mengandung multikolonieritas, dan heteroskedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari:

a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.


(65)

commit to user

Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan diatas 0,05 maka data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan dibawah 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal (Ghozali, 2006).

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2006). Uji multikolonieritas ini digunakan karena pada analisis regresi terdapat asumsi yang mengisyaratkan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolonieritas atau tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance lebih dari 0,10 atau sama dengan nilai VIF yang kurang dari 10 (Ghozali, 2006).

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang


(66)

commit to user

waktu berkaitan satu sama lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena gangguan pada individu atau kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data cross section (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena gangguan pada observasi yang berbeda berasal dari individu atau kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2006). Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan, menjadi tidak layak untuk dipakai (Santoso, 2000).

Dalam pengujian ada tidaknya masalah autokorelasi, peneliti akan menggunakan uji Run test dengan alat bantu SPSS. Menurut Ghozali (2006), jika nilai signifikansi > 0,05 maka tidak terjadi autokorelasi baik positif atau negatif.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Sebuah model regresi yang baik adalah model regresi yang mempunyai data yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Kebanyakan data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang


(67)

commit to user

mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang, atau besar) (Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam model, peneliti akan menggunakan uji Glejser dengan bantuan program SPSS. Apabila koefisien parameter beta > 0.05 maka tidak ada masalah heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).

Penelitian ini menggunakan model regresi berganda (multiple regression analysis), karena terdiri dari satu variabel dependen dan beberapa variabel independen (Sekaran, 2006). Persamaan regresi dirumuskan sebagai berikut:

PE = α + b1MAND + b2EFEK + b3EFIS + b4RBO + b5RBM + e

Tabel 3.1

Keterangan Persamaan Regresi Berganda

3. Uji Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of Fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik (Ghozali, 2006).

Simbol Keterangan

PE MAND

Pertumbuhan Ekonomi Rasio Kemandirian EFEK Rasio Efektivitas EFIS Rasio Efisiensi

RBO Rasio Belanja Operasional RBM Rasio Belanja Modal α

β1, …,β5

Konstan

Koefisien regresi


(68)

commit to user

a. Model Regresi

Pengujian ini untuk mengetahui apakah model regresi yang digunakan layak (fit) untuk melakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini. Pengujian ini dilakukan dengan alat bantu program SPSS versi 16.0. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini. 1) H0 tidak ditolak dan HA tidak mampu didukung yaitu apabila ρ

value > 0.05 atau bila nilai signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 berarti model regresi dalam penelitian ini tidak layak (fit) untuk digunakan dalam penelitian.

2) H0 ditolak dan HA berhasil didukung yaitu apabila ρ value > 0.05 atau bila nilai signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 berarti model regresi dalam penelitian ini layak (fit) untuk digunakan dalam penelitian.

b. Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2006).

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam


(69)

commit to user

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

c. Uji Signifikasi Parameter Individual

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individual mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini.

1) H0 tidak ditolak dan HA tidak berhasil didukung yaitu apabila ρ

value < 0.05 atau bila nilai signifikansi lebih dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

2) H0 ditolak dan HA berhasil didukung yaitu apabila ρ value > 0.05 atau bila nilai signifikansi kurang dari nilai alpha 0,05 berarti variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen.


(1)

commit to user

adalah belanja pegawai yang di dalamnya terdapat gaji untuk pegawai negeri di daerah tersebut. Adapun penjelasannya dapat kita lihat dari beberapa persamaan berikut ini.

Jika Y di atas adalah pendapatan masyarakat yang didalamnya terdapat unsur gaji pegawai negeri, maka jika gaji pegawai meningkat berarti konsumsi rumah tangga pun meningkat (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sementara jika dilihat dari rumus perhitungan PDRB berikut ini,

peningkatan konsumsi rumah tangga dapat meningkatkan nilai PDRB yang merupakan indikator perhitungan peryumbuhan ekonomi suatu daerah (Sukirno, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan Rasio Belanja Operasional berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah.

5. Pengaruh Rasio Keserasian Belanja Modal terhadap Pertumbuhan

Ekonomi

Hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh rasio keserasian belanja modal sebagai alat pengukuran kinerja pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Dilihat dari Tabel 4.9, menunjukkan tingkat signifikansi rasio keserasian belanja modal yang berada di bawah 10%, hal ini berarti hipotesis nol ditolak, atau dengan kata lain hipotesis kelima berhasil didukung sehingga rasio


(2)

commit to user

keserasian belanja modal berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil ini sejalan dengan hasil dari penelitian Kuncoro (2004) yang menyatakan bahwa Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana di Indonesia pada tahun penelitian 2006-2008 sudah tepat sasaran, sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut, yang secara otomatis meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


(3)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ruang lingkup penelitian ini merupakan pemerintah daerah kabupaten dan kota dengan kriteria terpilih. Periode waktu yang diteliti adalah dari tahun 2006 hingga 2008. Berdasarkan hasil seleksi diperoleh 68 daerah penelitian,

2. Hipotesis pertama, kedua dan ketiga tidak berhasil didukung atau dapat dikatakan bahwa rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas PAD, dan rasio efisiensi anggaran sebagai alat pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

3. Hipotesis keempat berhasil didukung atau dapat dikatakan bahwa rasio keserasian belanja operasional sebagai alat pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil ini memang menunjukkan fenomena yang terjadi di Indonesia, bahwa jika alokasi pendapatan untuk belanja operasional tinggi, maka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut juga meningkat. Hal ini terjadi karena salah satu pos belanja operasional adalah belanja pegawai yang di dalamnya adalah gaji untuk pegawai


(4)

commit to user

negeri di daerah tersebut. Jika gaji pegawai meningkat, konsumsi pun meningkat, sehingga roda perekonomian di daerah tersebut juga mengalami peningkatan,

4. Hipotesis kelima berhasil didukung atau dapat dikatakan bahwa rasio keserasian belanja modal sebagai alat pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sejalan dengan hasil dari penelitian Kuncoro (2004) yang menyatakan bahwa Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana di Indonesia pada tahun penelitian 2006-2008 sudah tepat sasaran, sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut, yang secara otomatis meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

5. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

B. Keterbatasan

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Periode penelitian ini hanya mencakup tiga tahun (2006–2008) sehingga dimungkinkan kurang untuk melakukan generalisasi atas penelitian ini, 2. Variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah yang diteliti


(5)

commit to user

hanyalah kinerja keuangan daerah yang diproksikan dengan lima perhitungan rasio, yaitu rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi anggaran, rasio keserasian belanja operasional, dan rasio keserasian belanja modal, sementara masih banyak karakteristik pemerintah daerah yang lain seperti ekspor, pariwisata, jumlah perusahaan di sektor industri, serta Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga nilai adjusted R-square hanya sebesar 0.062. Hal ini berarti model regresi dapat menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 6,2% sedangkan sisanya (100% - 6,2% = 93,8%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model.

C. Saran

Berdasarkan keterbatasan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan beberapa saran untuk penelitian berikutnya sebagai berikut:

1. Memperpanjang periode penelitian sehingga selain dapat menambah jumlah sampel juga lebih mampu untuk untuk dapat dilakukan generalisasi atas hasil penelitian tersebut,

2. Variabel yang digunakan dalam penelitian yang akan datang diharapkan lebih lengkap dan lebih bervariasi yang diperkirakan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Undang-Undang Otonomi Daerah Terhdap Kekuasaan Kepala Daerah (Studi Kasus: Deskripsi Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Kekuasaan Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah)

1 55 69

Pengawasan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

3 97 90

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.

1 81 92

Pengaruh Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah Pelaksanaan Otonomi Daerah (Di Sekretariat Daerah Kabupaten Nias)

0 60 139

ANALISIS KESEHATAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

1 44 126

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TEGAL DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Analisi Kinerja Keuangan Kabupaten Tegal dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.

0 0 14

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.

0 0 9

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 13

BAB I Pendahuluan - Pengaruh Undang-Undang Otonomi Daerah Terhdap Kekuasaan Kepala Daerah (Studi Kasus: Deskripsi Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Kekuasaan Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 22

Pengaruh Undang-Undang Otonomi Daerah Terhdap Kekuasaan Kepala Daerah (Studi Kasus: Deskripsi Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Kekuasaan Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 7