19
dalam jual beli dan kedudukannya sebagai ibadah yang sudah ada ketentuannya. Demikian itu karena ditinjau dari segi bahwa dengan mahar
itu laki-laki dapat memiliki jasa wanita untuk selamanya. Maka perkawinan itu mirip dengan pertukaran. Tetapi ditinjau dari segi adanya
larangan mengadakan persetujuan untuk meniadakan mahar, maka mahar itu mirip dengan ibadah.
2. Adanya pertentangan antara qiyas yang menghendaki adanya pembatasan
mahar dengan mafhum hadits yang tidak menghendaki adanya pembatasan. Qiyas yang menghendaki adanya pembatasan adalah seperti
pernikahan itu ibadah, sedangkan ibadah itu sudah ada ketentuanya. Mereka berpendapat bahwa sabda Nabi saw, ”carilah walaupun
hanya cincin besi” , merupakan dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai
batasan terendahnya. Karena jika memang ada batas terendahnya tentu beliau menjelaskannya.
16
Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang batas minimalnya. Syafi’i. Hambali dan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada
batas minimal dalam mahar.
E. Macam-macam Mahar
Ulama fikih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu mahar musamma
dan mitsil sepadan . a.
Mahar musamma Mahar musamma yaitu mahar sudah disebut atau dijanjikan kadar
dan besarnya ketika akad nikah. Atau, mahar yang dinyatakan kadarnya
16
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Fi Nihayah al-Muqtashid, juz 2, h. 386
20
pada waktu akad nikah.
17
Ulama fikih sepakat bahwa dalam pelaksanaannya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila:
1 Telah bercampur bersenggama. Tentang hal ini Allah SWT
berfirman:
ْ هاﺪْ إ ْ ْ اءو جْوز نﺎﻜ جْوز لاﺪْ ْ ا ْدرأ ْنإو اوﺬﺧْﺄ اًرﺎ
ﺎًْ ﺎً ْﺛإو ﺎًﺎ ْﻬ ْوﺬﺧْﺄ أ ﺎًﺌْﺷ ْ ءﺎﺴ ا
: 20
Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka
harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya
kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata”.
2 Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma’.
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan
sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata istrinya janda, atau hamil dari bekas suami
lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampuran, hanya wajib dibayar setengahnya, berdasarkan firman Allah SWT:
ﻬ اْﻮﺿﺮْ ْوأ هْﻮﺴ ْ ﺎ ءﺎﺴ ا ْ ﻃ ْنإ ْ ﻜْ حﺎ ﺟ ًﺔﻀْﺮ
ﻰ ﺎً فْوﺮْ ْﺎ ﺎً ﺎ رﺪ ﺮ ْ ْا ﻰ رﺪ ْﻮ ْا ﻰ هْﻮ و ْ ﺴْ ْا
ةﺮ ا :
236
Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar mahar atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka
dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan
17
M. Abdul Mujieb, et.al, Kamus Istilah Fiq ih,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, h. 185
21
suatu mutah pemberian kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya pula,
yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan”.
b. Mahar Mitsil sepadan
Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur
sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat status sosial, kecantikan sebagainya.
18
Bila terjadi demikian mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi
pernikahahn, maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita bibi dan anak perempuan bibi. Apabila ukuran tidak
ada, maka mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajatnya dengan dia.
Mahar mitsil juga dalam keadaan sebagai berikut: 1
Apabila tidak terjadi mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum
bercampur. 2
Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah.
Nikah yang tidak sah disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh. hal ini menurut jumhur ulama dibolehkan. Firman Allah SWT:
18
M. Abdul Mujieb, et.al, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, h. 185
22
ْ ًﺔﻀْﺮ ﻬ ْ ْﺿﺮ ْﺪ و هْﻮﺴ ْنأ ْ ْ هْﻮ ْ ﻃ ْنإو ﺮ ﺎ
بﺮْأ اْﻮ ْ ْنأو حﺎﻜ ا ةﺪْ ﺪ ىﺬ ا اْﻮ ْ ْوأ نْﻮ ْ ْنأ إ ْ ْﺿ ﺮْ نْﻮ ْ ﺎ ﷲا نإ ْ ﻜ ْ ْﻀ ْا اﻮﺴْ و ىﻮْ
ةﺮ ا :
237
Artinya: “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan
maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau
dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah
kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan”
.
BAB III DESKRIPSI UMUM