Syarat Mahar Bentuk dan Kadar Mahar

16

C. Syarat Mahar

Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 10 a. Jelas dan diketahui bentuk dan sifatnya. b. Hartabendanya berharga, tidak sah mahar dengan yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, Akan tetapi walaupun mahar itu sedikit namun mempunyai nilai maka mahar tersebut tetap sah. c. Barangnya suci dan bisa diambil manfaatnya, tidak sah mahar dengan khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga. d. Barangnya bukan ghasab, ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak, memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah. e. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya, tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya atau tidak disebutkan jenisnya. f. Dapat diserahkan pada waktu akad atau waktu yang dijanjikan, dalam arti barang tersebut sudah berada di tangannya pada waktu diperlukan, barang yang tidak dapat diserahkan tidak dapat dijadikan mahar, misalkan burung yang terbang di udara. 10 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Bogor: kencana, 2003, cet. Pertama, h. 87 17

D. Bentuk dan Kadar Mahar

Pada umumnya mahar itu dalam bentuk uang atau barang berharga lainnya, namun syariat Islam memungkinkan mahar itu dalam bentuk jasa melakukan sesuatu. Mahar dalam bentuk jasa ini ada landasannya dalam al- Qur’an dan demikian pula dalam hadis Nabi saw. 11 Contoh dalam hadis Nabi adalah menjadikan mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar sebagaimana terdapat dalam hadis dari Sahal bin Sa’adi dalam bentuk muttafaq ‘alaih, ujung dari hadis panjang yang dikutip di atas: لﺎ ذﺎ ا ﻚ ْا ْﺮ نﺁ لﺎ رْﻮ ﻰ ة آ ﺬ و ا ةرْﻮ آ ﺬا ، ﺪ د ه ﺎ. لﺎ ْﺮ ؤ ه ْ ْﻬ ﺮ ْ ﻚ لﺎ ْ ، لﺎ : اْذ ه ْ ْﺪ ْﻜ ﻜ ﻬ ﺎ ﺎ ﻚ ْا ْﺮ نﺁ . 12 Artinya: “Nabi berkata:”apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat al- Qur’an?”ia menjawab: “ya. Surat ini, sambil menghitungnya?”. Nabi berkata: “kamu hafal surat-surat itu di luar kepala? “ dia menjawab: “ya”.nabi berkata: “pergilah, saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan al-Qur’an”. Contoh lain adalah Nabi sendiri waktu menikahi Sofiyah yang waktu itu masih berstatus hamba dengan maharnya memerdekan Sofiyah tersebut. Kemudian ia menjadi Ummu al-Mukminin. Hal ini terdapat dalam hadis dari Anas ra. yang muttfaq ‘alaih ucapan Anas: ﻚ ﺎ أ بﺎ ا ﺷو ﺎﺛ دﺎ ﺎ ﺛﺪ ﺪ ﺔ ﺎ ﺛﺪ : و ﷲا ﻰ ﺻ ﷲا لﻮ ر نأ ﺔ ﺻ أ ﺎﻬ اﺪﺻ ﺎﻬ ﺟو 13 11 Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003, h.100 12 Muhammad Nashiruddin Al- Albani, Mukhtashar Sahih Muslim, cet.ke-1, Jakarta: Pustaka Azzam, 2003, h. 572 18 Artinya: “Qutaibah bin Said dari Hamad dari Sabiq dan Syu’eb Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah memerdekakan Sofiyah dan menjadikan kemerdekaan itu sebagai maharnya waktu kemudian mengawininya”. Mengenai besarnya mahar, para fuqaha telah sepakat bahwa bagi mahar itu tidak batas tertinggi. Kemudian mereka berselisih pendapat tentang batas terendahnya. Imam Syafi’i, Ishaq, Abu Tsaur dan fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan mahar. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnu Wahab dari kalangan pengikut Imam Malik. Sebagian fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam Malik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit seperempat dinar emas murni, atau perak seberat tiga dirham, atau bisa dengan barang yang sebanding berat emas dan perak. 14 Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham. Riwayat lain ada yang mengatakan lima dirham, ada lagi yang mengatakan empat puluh dirham. Pangkal silang pendapat ini, kata Ibnu Rusyd, ada dua hal, yaitu: 15 1. Ketidakjelasan akad nikah itu sendiri antara kedudukannya sebagai salah satu jenis pertukaran, karena yang dijadikan adalah kerelaan menerima ganti, baik sedikit maupun banyak, seperti maupun banyak, seperti halnya 13 Maktabah Syamila, Al-Bukhari: Shahih Bukhari, Mesir, Al-Misykat, h. 1956, Maktabah Syamila, Al-Muslim: Shahih Muslim, Mesir, Al-Misykat, h.146 14 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Fi Nihayah al-Muqtashid, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., juz 2, h. 386 15 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Fi Nihayah al-Muqtashid, juz 2, h. 386 19 dalam jual beli dan kedudukannya sebagai ibadah yang sudah ada ketentuannya. Demikian itu karena ditinjau dari segi bahwa dengan mahar itu laki-laki dapat memiliki jasa wanita untuk selamanya. Maka perkawinan itu mirip dengan pertukaran. Tetapi ditinjau dari segi adanya larangan mengadakan persetujuan untuk meniadakan mahar, maka mahar itu mirip dengan ibadah. 2. Adanya pertentangan antara qiyas yang menghendaki adanya pembatasan mahar dengan mafhum hadits yang tidak menghendaki adanya pembatasan. Qiyas yang menghendaki adanya pembatasan adalah seperti pernikahan itu ibadah, sedangkan ibadah itu sudah ada ketentuanya. Mereka berpendapat bahwa sabda Nabi saw, ”carilah walaupun hanya cincin besi” , merupakan dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai batasan terendahnya. Karena jika memang ada batas terendahnya tentu beliau menjelaskannya. 16 Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang batas minimalnya. Syafi’i. Hambali dan Imamiyah berpendapat bahwa tidak ada batas minimal dalam mahar.

E. Macam-macam Mahar