Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan seperangkat aturan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam aturan yang diterima oleh Nabi Muhammad ada pula peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan alam dan hubungan dengan Allah. Islam sangat memperhatikan kedudukan sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Salah satu dari ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai ikatan kekeluargaan adalah pernikahan. Pernikahan sebagai bagian dalam al-ahwal asy-syakhshiyyah merupakan proses alamiah yang senantiasa dilalui oleh umat manusia, karena pada saat mereka sampai tahap kedewasaan akan muncul perjalanan ikatan lawan jenisnya sebagai tujuan dari keluarga sakinah mawaddah dan rahmah. Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan gholidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 1 Dengan adanya dimensi ibadah dalam sebuah perkawinan, karena itu suatu perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan tercapainya apa yang menjadi tujuan perkawinan, yaitu terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah, namun seringkali terjadinya sesuatu tidak diinginkan terutama perempuan, maka Islam sangat memperhatikan kedudukan seorang perempuan dengan memberikan haknya, di antaranya 1 Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 1992, pasal 2 1 2 adalah hak menerima mahar. Mahar hanya diberikan calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamahnya apalagi mengunakannya meskipun suaminya sendiri, kecuali dengan kerelaan istri. 2 Karena mahar adalah hak istri yang diterima dari suami, pihak suami memberikannya dengan sukarela tanpa mengharap imbalan, sebagai pernyataan kasih sayang dan tanggung jawab suami atas kesejahteraan keluarganya. 3 Mahar merupakan simbol untuk menghormati dan membahagiakan pihak istri, karena menjadi sesuatu keharusan suami untuk memberikan mahar kepada istrinya dari sebuah ikatan perkawinan istri mempunyai hak-hak dari suaminya dari sifat materiil dan moril. Karena mahar merupakan syarat sah nikah yang wajib diberikan suami. Nabi Muhammad SAW menyuruh kepada suami agar berupaya semaksimal mungkin untuk mencari harta yang dia punya dalam bentuk apapun agar dapat dijadikan mahar bagi istrinya walaupun hanya cincin dari besi namun perlu diingat, Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada kaum wanita agar mempermudah maharnya, karena meringankan mahar itu hukumnya adalah sunnah. Indonesia sendiri telah mengatur tentang mahar bagi seseorang yang hendak melakukan perkawinan, sebagaimana telah diatur pada pasal 30 Kompilasi Hukum Islam tentang mahar yang menyatakan bahwa “calon 2 Abdurahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, h. 85 3 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, Jakarta : Bulan Bintang, cet. Ke-1, h. 219 3 mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakatin oleh kedua belah pihak”. 4 Penentuan syaratnya mahar ditentukan dalam pasal 31 sampai pasal 38 Kompilasi Hukum Islam. Hal ini sejalan dengan prinsip yang ada dalam hukum Islam mengenai mahar yaitu Islam sangat memperhatikan kedudukan perempuan dengan memberikan haknya, di antaranya hak menerima mahar. Mahar hanya diberikan calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lainnya atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lain tidak boleh menjamaknya apalagi mengunakannya meskipun suaminnya sendiri, kecuali dengan kerelaan istri. 5 Dewasa ini, ada sebuah isu menarik mengenai rencana formulasikan materi muatan Kompilasi Hukum Islam dengan pendekatan kesetaraan gender yang dikontruksikan dalam bentuk Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam CLD KHI, antara lain. Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam, menurut penulis cukup menarik untuk diangkat menjadi bahan utama skripsi terlebih lagi penulis memfokuskanya pada konsep mahar. Konsep mahar pada pasal 16 CLD KHI yang menyatakan “bahwa calon suami dan isteri harus memberikan mahar kepada pasangannya sesuai dengan kebiasaan budaya setempat”. 6 Penulis menganggap bahwa permasalahan di atas cukup menarik untuk dikaji dan 4 Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam, pasal 30 5 Abdurahman Ghozali, Fiqih Munakat, h. 85 6 Marzuki Wahid, “Counter Legal Draft KHI Dalam Perspektif Politik Hukum Indonesia”, artikel diakses pada tanggal 27 Januari 2010 dari httpdocstoc.com...COUNTER- LEGAL-DRAFT-KOMPILASI-HUKUM-ISLAM-CLD-KHI. 4 diteliti karena beberapa alasan: pertama, penulis setelah melakukan studi review beryakinan bahwa kasus yang akan diteliti sangatlah berbeda dengan penelitian yang telah di lakukan. Kedua untuk mengetahui latar belakang dan konsep mahar dalam CLD KHI. Oleh karena itu penulis berkeyakinan bahwa permasalahan yang akan diteliti layak untuk dilakukan. Penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut ke dalam sebuah skripsi yang berjudul : “Konsep Mahar Dalam Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam CLD KHI”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah