109
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah metode observasi yang tidak dapat dilakukan untuk melihat secara langsung bagaimana praktek pemberian
makanan pendamping ASI dini yang dipraktekkan informan ibu. Terkait pada penelitian lanjutan Anggraeni 2012 dengan karakteristik responden
penelitian adalah ibu yang memiliki bayi usia 6-11 bulan tahun 2012, maka dapat disimpulkan bahwa umur anak pada penelitian ini sudah mendapatkan
makanan pendamping ASI yang seharusnya.
6.2 Gambaran praktek pemberian makanan pendamping ASI dini
Praktek pemberian makanan pendamping ASI dini yang dilakukan oleh beberapa informan utama pada umumnya memberikan madu ketika
bayi baru lahir, dengan cara dioleskan di bibir bayi selama tiga hari, satu minggu dan setiap ingin menyusui. Pemberian madu berguna untuk
mencegah agar bibir bayi tidak pecah-pecah, tidak kering, tidak mudah sariawan dan mengurangi rasa sakit setelah menyusui.
Beberapa informan utama juga memberikan makanan padat lain seperti pemberian pisang ambon, bubur nestle, bubur sun dan susu formula,
yang diberikan saat anak berumur satu, dua, tiga, dan lima bulan. Alasan pemberian makanan padat karena anak masih menangis setelah diberikan
ASI, agar anak menjadi anteng, dan menambah berat badan anak yang kelahirannya prematur. Disamping itu, adanya pemberian lain seperti
pemberian air tajin karena ASI belum keluar, dan pemberian kopi yang berguna untuk mencegah step apabila bayi terkena demam. Pemberian air
tajin dan kopi tersebut diberikan informan utama pada kondisi saat itu saja, dan setelahnya tidak pernah diberikan lagi. Mengingat setelah diberikan
anak menjadi anteng dan tidak sakit. The Weaning Project yang disponsori oleh United States Agency For
International Development USAID pada tahun 1985-1989 di Nusa Tenggara Barat NTB dan Jawa Timur mendapatkan hasil 64 ibu-ibu di
NTB dan 76 ibu-ibu di Jawa Timur memberikan makanan padat dini berupa pisang yang dihaluskan atau dikunyah Wiryo, 1996 dalam Suyatno,
2001. Selanjutnya, Wiryo dan Kasniah 1991 dalam Suyatno 2001 melalui penelitian etnografi di NTB menemukan makanan padat yang
diberikan kepada bayi adalah madu, kelapa muda, bubur dan pisang. Ditemukan sebanyak 94,80 ibu-ibu yang memberikan pisang atau
campuran nasi-pisang kepada bayi baru lahir. Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan 10 anak balita di Jawa
Tengah sejak usia 2 bulan sudah mulai diberi pengganti ASI 16 berupa makanan lumat BPS, 1994. Penelitian Suyatno 1996 di sejumlah desa di
Jawa Tengah, menemukan praktek pemberian makanan tradisional seperti nasi ulek, pisang, madu, kelapa muda, pada bayi usia kurang dari 3 bulan,
bahkan beberapa jenis makanan tersebut telah diberikan pada bayi beberapa saat setelah kelahirannya Suyatno, 2001
Alasan pemberian makanan pendamping ASI dini adalah agar bayi lebih kuat dan cepat besar. Jenis makanan pendamping ASI dini yang
dikonsumsi bayi antara lain pisang, susu formula bubuk dan kental manis, biskuit, bubur beras, makanan bayi produk industri sun, promina, dan
milna, dan nasi lumat Irawati, 2004. Hasil penelitian Setyowati dan Budiarso tahun 1998, diantara anak
yang masih mendapat ASI sekitar 42 bayi umur 4 bulan sudah mendapat minuman atau makanan pendamping ASI. Hasil penelitian lain yang
mendukung, hasil penelitian Budi, dkk 1990 dalam Setyowati dan Budiarso 1998, di Indramayu dan daerah Jakarta Utara melaporkan
persentase bayi yang mendapat minumanmakanan pendamping ASI cukup tinggi yaitu sekitar 80 ibu dalam tiga bulan pertama telah memberikan
makanan tambahan berupa bubur beras, bubur kacang hijau atau tempe yang dihaluskan bahkan dalam minggu pertama bayi telah mendapat makanan
pisang yang dilumatkan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Afifah 2007,
sebagian subjek telah mulai memberikan makanan pendamping ASI sejak bayi berusia kurang dari satu bulan, bahkan ada satu subjek yang
memberikan makanan berupa nasi dan pisang ulek pada saat bayi berusia 11 hari. Alasan umumnya karena bayi menangis terus meskipun telah disusui
dan diberi susu formula. Dan subjek-subjek penelitian yang persalinannya yang ditolong oleh dukun bayi sudah diberikan madu, kelapa muda, dan
kurma ketika awal kelahirannya.
Dan hasil penelitian Maas, 2004 dalam Afifah 2007, bahwa pada suku Sasak di Lombok, ibu yang bersalin memberikan nasi pakpak nasi
yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka
percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada
usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi, pisang dan lain- lain. ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan
ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Widodo 2001 di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang mendapatkan bahwa 77 responden memberikan makanan tambahan
kepada bayi baru lahir. Jenis makanan yang diberikan, meliputi: madu, air madu, air matang, dan susu formula. Menurut responden, madu merupakan
makanan terbaik bagi bayi baru lahir selain ASI. Alasan utama pemberian makanan tersebut adalah karena ASI belum keluar 64,8, agar bayi tidak
lapar 14,6, disarankan dukun bayi 12,3, disarankan orang tua 4,7, dan ibu belum kuat menyusui 3,6.
Menurut Roesli 2007, praktek memuaskan bayi baru lahir atau memberikan makanan atau minuman berupa air masak, madu, atau air gula
kepada bayi baru lahir adalah tidak dibenarkan. Sampai bayi berusia 6 bulan bayi tidak diperkenankan untuk diberikan jenis makanan lain, seperti buah,
bubur susu, nasi lumat, gula merah, air gula, madu, dan sebagainya kecuali diberikan ASI saja.
Menurut Lubis 2006, dalam Afifah 2007, pemberian makanan pendamping ASI dini seperti nasi dan pisang justru akan menyebabkan
penyumbatan saluran cerna karena liat dan tidak bisa dicerna atau yang disebut phyto bezoar sehingga dapat menyebabkan kematian dan
menimbulkan risiko jangka panjang seperti obesitas, hipertensi, atherosklerosis, dan alergi makanan. WHO melarang pemberian madu
kepada bayi dibawah 1 tahun karena terdapat kandungan Clostridium botulinum, spora yang membahayakan dan mematikan Susanto, 2007
dalam Afifah, 2007. Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini tidak tepat karena akan menyebabkan bayi kenyang dan akan mengurangi
keluarnya ASI. Selain itu bayi menjadi malas menyusu karena sudah mendapatkan makanan atau minuman terlebih dahulu Depkes RI, 2005.
Mengisi perut bayi tidak cukup berbekal dengan naluri belaka. Kita membutuhkan yang lain dan pilihan itu harus masuk akal, terukur dan bisa
dipercaya. Karena perut yang sehat berkaitan dengan hari depan anak. Susunan pencernaan bayi belum sepenuhnya berfungsi seperti pencernaan
orang dewasa. Pada saat dilahirkan lambung dan usus bayi belum berfungsi sepenuhnya, semua enzim pencernaan belum lengkap diproduksi, struktur
saluran pencernaan bayi belum terbentuk sempurna dan kemampuan bayi untuk menelan segala macam makanan dan minuman seperti orang dewasa,
sekurang-kurangnya sampai bayi berumur 6 bulan belum boleh ada jenis makanan lain bayi selain ASI Nadesul, 2005.
Alasan pemberian makanan pendamping ASI dini yang disebabkan karena bayi masih menangis setelah diberikan ASI bukan merupakan suatu
alasan yang tepat untuk mulai diperkenalkannya makanan pendamping ASI dini pada bayi, menurut Bobak 2004, menangis tidak selalu berarti bayi
lapar. Bayi mungkin merasa tidak nyaman secara fisik atau hanya ingin digendong, ingin disendawakan atau diganti popoknya. Menurut Yuliarti
2010 menangis merupakan salah satu bayi berkomunikasi. Apabila bayi menangis terlalu lama maka ia akan menjadi lelah sehingga kemampuan
mengisapnya berkurang. Selain itu, ibu juga menjadi kesal sehingga dapat menganggu proses laktasi. Bayi menangis belum tentu lapar atau haus,
mungkin saja ia takut, kesepian, bosan, basah, kotor, sakit, atau ada rasa yang tidak enak pada ASI yang disebabkan oleh makanan ibu atau obat
yang diminum ibu. Yang tidak dapat diterangkan karena sebab tersebut biasanya disebut sebagai “kolik”. Bayi akan menangis terus-menerus pada
waktu-waktu tertentu dan dapat diusahakan dengan menggendongnya. Tidak ada gangguan pertumbuhan pada bayi karena kolik. Biasanya, hal
tersebut akan hilang sendiri setelah 3 bulan Yuliarti, 2010. Menurut Suhardjo 1992, pada keadaan normal, air susu ibu mampu
memberikan zat gizi yang cukup bagi pertumbuhan bayi sampai umur 6 bulan. Meskipun ASI yang keluar pada beberapa hari pertama setelah
melahirkan sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari
Roesli, 2000.
Biasanya pada hari-hari pertama ASI belum keluar. ASI baru keluar kira-kira hari ke-3 atau ke-4, yang keluar adalah air susu kental kekuning-
kuningan yang disebut kolostrum Dainur, 1995. Jika ASI belum keluar atau tidak lancar, bayi masih memiliki daya tahan tubuh yang dibawa dalam
kandungan sehingga bayi tidak akan kelaparan selama 2x24 jam Yuliarti, 2010.
Peran kolostrum sebagai imunisasi pasif yang dikeluarkan segera setelah bayi lahir. Kolostrum pada hari pertama tiap 100 ml mengandung
600 IgA, 80 IgC, dan 125 IgM. Komposisi ini akan terus berubah sesuai dengan ketahanan tubuh bayi. Peran kolostrum sampai hari ke 3 juga
mempunyai fungsi sebagai pencahar untuk mengeluarkan mekonium dari usus bayi. Oleh karenanya, bayi sering defekasi dan feses berwarna hitam.
Proses ini dapat membersihkan mekonium yang ada dalam sistem pencernaan bayi, ketika sistem pencernaan telah bersih, usus bayi siap
mencerna ASI Purwanti, 2003. Kolostrum kuning kental sesuai untuk kebutuhan bayi baru lahir.
Kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang efisien
berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif
kolostrum untuk mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap berubah menjadi susu ibu antara hari ketiga dan kelima selama
nifas Bobak, 2004.
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan
cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif
pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum
mencukupi, maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena
ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, bakteri, virus, parasit, dan
jamur Roesli, 2000. Secara tidak langsung, posisi kolostrum yang keluar pada awal
kelahiran bayi berfungsi sebagai makanan awal bayi sekaligus sebagai perisai dari penyakit-penyakit infeksi awal kelahiran bayi, kemudian posisi
kolostrum digantikan dengan ASI sebagai pelindung aktif dan pasif tubuh bayi. Maka pemberian makananminuman pada awal kelahiran sebenarnya
sangat tidak berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi atau alasan pemberian lainnya. Dan malah sebaliknya pemberian makanan lain selain
ASI dapat meningkatkan risiko terganggunya usus bayi yang masih belum siap Yuliarti, 2010.
ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI dirancang untuk sistem pencernaan bayi yang sensitif. Protein
dan lemak pada ASI lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI mengandung paling tidak 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapi dan tidak
dapat dibuat di laboratorium. Pada bulan-bulan pertama, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI eksklusif membantu melindungi bayi dari
diare, sindrom SID sudden infant death atau kematian mendadak, infeksi telinga, dan penyakit infeksi lainnya Prabantini, 2010.
Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran. Jumlah asam lambung dan
pepsin baru meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa pada saat bayi berumur 3-4 bulan. Sampai umur sekitar 6 bulan, jumlah enzim amilase
yang diproduksi oleh pankreas belum cukup untuk mencerna makanan kasar. Enzim pencerna karbohidrat, seperti maltase, isomaltase, dan sukrase
belum mencapai tingkat orang dewasa sebelum bayi umur 7 bulan. Sebelum umur 6-9 bulan, jumlah lipase dan bile salts juga sedikit sehingga
pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa. Selain itu, bayi belum dapat mengontrol dengan baik otot-otot tenggorokan dan lidah karena
itulah proses menelan jadi sulit dan dapat menyebabkan bayi tersedak. Refleks lidah masih sangat kuat dan dapat menyebabkan pemberian
makanan padat menjadi sulit Prabantini, 2010. Pada umur 6-9 bulan baik secara pertumbuhan maupun secara
psikologis, bayi siap menerima makanan padat. Makanan padat yang diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya
mengakibatkan makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan misalnya gangguan
pencernaan, timbulnya gaskembung, konstipasisembelit, dan sebagainya Prabantini, 2010.
Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berumur 2
dua tahun meliputi : a memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu 1 satu jam setelah lahir; b memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai
umur 6 enam bulan. Hampir semua ibu dapat sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan bayi. Menyusui
menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pneumonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui
juga melindungi bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa bayi berhubungan dengan penurunan tekanan
darah dan kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa
remaja dan dewasa Kemenkes RI, 2012. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan keputusan baru Menkes
sebagai penerapaan kode etik WHO. Keputusan tersebut mencantumkan soal pemberian ASI eksklusif Permenkes nomor 450MenkesSKIV2004.
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan,
kecuali obat dan vitamin Depkes RI, 2005. Pemerintah mengatur pula makanan pendamping ASI MPASI dalam peraturan nomor 2371997.
Perlu ditegaskan bahwa MPASI bukanlah makanan pengganti ASI Prabantini, 2010.
Berbagai studi menunjukkan bahwa makanan padat dapat mengganti porsi susu dalam menu makan bayi. Semakin banyak makanan padat yang
dimakan oleh bayi, semakin sedikit susu yang dia serap dari ibunya. Jika susu yang diserap dari ibu semakin sedikit, berarti produksi ASI juga makin
sedikit. Bayi yang makan banyak makanan padat atau makan makanan padat pada umur lebih muda cenderung lebih cepat disapih Prabantini, 2010.
Prinsip produksi ASI adalah supply by demand, artinya semakin banyak
disusuidiperah, produksinya
akan semakin
banyak. Jadi, cara untuk meningkatkan produksi ASI, selain banyak-banyak disusui
langsung, perbanyak pula perah Bonyata, 2011. Ada beberapa posisi dan teknik menyusui benar yaitu ibu harus
menemukan posisi yang paling sesuai baginya. Bayi harus berada dalam posisi yang nyaman untuk mempermudah keadaan dan tidak harus memutar
kepala atau meregangkan lehernya untuk dapat menjangkau puting. Ketika ibu menyentuh lembut bibir bayi dengan putingnya, bayi akan memberi
respons dengan refleks rooting alami dan berpaling ke puting dan membuka mulutnya. Puting dan sebagian besar areola harus berada di dalam mulut
bayi. Apabila hidung bayi kelihatan tertutup oleh payudara, ibu dapat mengangkat panggul bayi, sehingga memberikan lebih banyak ruang untuk
bernapas. Menekan payudara biasanya akan membuat puting terlepas dari mulut bayi. Ketika ibu sudah siap untuk membuat bayi bersendawa, ia harus
dengan lembut memasukkan jari tangannya ke sudut mulut bayi, di antara kedua gusi untuk menghentikan isapan. Menarik bayi begitu saja tanpa
menghentikan isapan dapat menimbulkan nyeri pada puting Bobak, 2004
Menurut Bobak 2004 ketika bayi menyusui dengan benar, tidak akan timbul nyeri di payudara atau kerusakan jaringan. Meletakkan bayi di
payudara dan melepasnya dengan hati-hati, meletakkannya pada posisi yang benar, dan cara supaya bayi mengisap dengan benar memerlukan latihan,
baik bagi ibu maupun bagi bayi. Rasa nyeri biasanya merupakan tanda bahwa bayi tidak berada dalam posisi yang benar. Misalnya ibu perlu
belajar menggendong bayi lebih dekat, memberi lebih banyak topangan pada payudaranya, membuat mulut bayi membuka lebih besar, atau
memegang dagu bayi ke bawah untuk membantu lidah keluar. Apabila air susu menetes keluar dan membasahi puting, rasa nyeri berkurang. Memeras
beberapa tetes susu untuk membasahi puting mempermudah bayi menyusu dengan baik. Ibu perlu mencoba berbagai posisi untuk melakukan
penyesuaian terhadap isapan bayi Storr, 1988 Salah satu sebab tertahannya refleks pengeluaran ASI adalah bayi
tidak menempel dengan mantap pada payudara. Hal ini terjadi bila bayi hanya memasukkan puting saja ke mulut sehingga tidak mampu merangsang
keseluruhan proses produksi ASI dalam payudara. Ibu tidak dapat merasakan getaran dari refleks pengeluaran ASI dan bayi hanya berhasil
mendapat tetesan saja, meski berusaha keras untuk mendapatkan ASI. Ibaratnya bayi hanya mendapatkan cemilan, bukan porsi makan yang
memuaskan. Karena bayi mengisap pada batang puting, sehingga puting ibu akan perih dan berdarah. Bila ini terjadi, menyusui bisa menjadi hal yang
sangat traumatis. Solusinya adalah memastikan setiap kali bayi menyusu, puting dan sebagian besar jaringan di sekitarnya harus benar-benar masuk
ke dalam mulutnya. Satu-satunya keahlian penting dalam menyusui menyangkut seni meletakkan bayi pada posisi yang tepat di payudara.
Pastikan mulut bayi terbuka lebar sehingga bagian dalam lingkaran areola lingkaran berwarna gelap sekitar puting masuk benar ke dalam mulutnya.
bagian atas areola tidak perlu masuk ke dalam mulutnya Kitzinger, 2005. Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah dalam hal menyusui
karena refleks mengisapnya masih lemah. Untuk bayi dengan kondisi demikian, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperah dan
diberikan pada bayi dengan menggunakan sonde lambung atau pipet Yuliarti, 2010
Bayi yang disusui hanya makan sebanyak yang mereka butuhkan, tidak lebih. Menyusui setiap kali bayi lapar mudah dilakukan karena air
susu selalu siap untuk diberikan. Beberapa bayi mungkin menjadi lapar setiap jam atau setiap dua jam pada beberapa hari tertentu, pada hari yang
lain hanya setiap 4 jam. Semakin sering menyusu, lebih banyak air susu yang diproduksi. Dengan demikian, jika seorang bayi ingin meningkatkan
suplai ASI selama masa pertumbuhannya yang cepat, ia harus menyusu lebih sering. Beberapa bayi hanya menyusu pada satu sisi setiap kali dan
mengalami peningkatan berat badan yang cukup Bobak, 2004. Semakin lama bayi mendapatkan ASI saja maka semakin
menguntungkan bayi. Bayi akan terhindar dari pengaruh pemberian makanan di luar ASI, apalagi jika selepas pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan, status gizi anak menurun drastis. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah higienitas
makanan. Setelah lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan makanan pendamping ASI MP-ASI, selain pemberian ASI. Buruknya kondisi
kesehatan bayi sering terjadi bila bayi tidak diberikan ASI eksklusif. Pemberian makanan padat tambahan yang terlalu dini juga dapat
menganggu pemberian ASI eksklusif dan meningkatkan angka kesakitan pada bayi Yuliarti, 2010.
Ibu mengetahui bahwa bayinya mendapatkan cukup air susu jika bayi sekurang-kurangnya buang air kecil 6 sampai 8 kali dan mengeluarkan urine
berwarna kuning pucat seperti jerami dan buang air besar satu kali dalam 24 jam. Dalam lingkungan udara yang hangat, bayi menjadi haus sehingga
memerlukan lebih banyak cairan Bobak, 2004. Menurut Nadesul 2007 normal bayi buang air besar satu sampai dua
kali dalam sehari. Masih dinilai normal bila buang air besarnya 36 jam-48 jam sekali. Selama konsistensi tinjanya normal, baru buang air besar setelah
48 jam tidak bermasalah. Bayi yang diberikan ASI umumnya tidak bermasalah dengan buang air besarnya. Kasus sembelit jarang dijumpai
pada bayi yang mendapatkan ASI. Menurut Bobak 2004, tinja dari bayi yang disusui tidak padat, bayi yang hanya diberi ASI tidak akan mengalami
konstipasi walaupun mungkin perlu mengedan saat defekasi. Kondisi yang dialami bayi setelah diberikan ASI merupakan respon bayi yang alami.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini sebelum bayi berumur 6 bulan memang tidak dianjurkan, secara
teoritis banyak kerugian atau risiko yang akan ditimbulkan oleh pemberian makanan tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang kehidupan anak.
6.3 Gambaran persepsi informan mengenai ancaman dalam pemberian makanan pendamping ASI dini