Keterbatasan penelitian Gambaran praktek pemberian makanan pendamping ASI dini

109

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah metode observasi yang tidak dapat dilakukan untuk melihat secara langsung bagaimana praktek pemberian makanan pendamping ASI dini yang dipraktekkan informan ibu. Terkait pada penelitian lanjutan Anggraeni 2012 dengan karakteristik responden penelitian adalah ibu yang memiliki bayi usia 6-11 bulan tahun 2012, maka dapat disimpulkan bahwa umur anak pada penelitian ini sudah mendapatkan makanan pendamping ASI yang seharusnya.

6.2 Gambaran praktek pemberian makanan pendamping ASI dini

Praktek pemberian makanan pendamping ASI dini yang dilakukan oleh beberapa informan utama pada umumnya memberikan madu ketika bayi baru lahir, dengan cara dioleskan di bibir bayi selama tiga hari, satu minggu dan setiap ingin menyusui. Pemberian madu berguna untuk mencegah agar bibir bayi tidak pecah-pecah, tidak kering, tidak mudah sariawan dan mengurangi rasa sakit setelah menyusui. Beberapa informan utama juga memberikan makanan padat lain seperti pemberian pisang ambon, bubur nestle, bubur sun dan susu formula, yang diberikan saat anak berumur satu, dua, tiga, dan lima bulan. Alasan pemberian makanan padat karena anak masih menangis setelah diberikan ASI, agar anak menjadi anteng, dan menambah berat badan anak yang kelahirannya prematur. Disamping itu, adanya pemberian lain seperti pemberian air tajin karena ASI belum keluar, dan pemberian kopi yang berguna untuk mencegah step apabila bayi terkena demam. Pemberian air tajin dan kopi tersebut diberikan informan utama pada kondisi saat itu saja, dan setelahnya tidak pernah diberikan lagi. Mengingat setelah diberikan anak menjadi anteng dan tidak sakit. The Weaning Project yang disponsori oleh United States Agency For International Development USAID pada tahun 1985-1989 di Nusa Tenggara Barat NTB dan Jawa Timur mendapatkan hasil 64 ibu-ibu di NTB dan 76 ibu-ibu di Jawa Timur memberikan makanan padat dini berupa pisang yang dihaluskan atau dikunyah Wiryo, 1996 dalam Suyatno, 2001. Selanjutnya, Wiryo dan Kasniah 1991 dalam Suyatno 2001 melalui penelitian etnografi di NTB menemukan makanan padat yang diberikan kepada bayi adalah madu, kelapa muda, bubur dan pisang. Ditemukan sebanyak 94,80 ibu-ibu yang memberikan pisang atau campuran nasi-pisang kepada bayi baru lahir. Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan 10 anak balita di Jawa Tengah sejak usia 2 bulan sudah mulai diberi pengganti ASI 16 berupa makanan lumat BPS, 1994. Penelitian Suyatno 1996 di sejumlah desa di Jawa Tengah, menemukan praktek pemberian makanan tradisional seperti nasi ulek, pisang, madu, kelapa muda, pada bayi usia kurang dari 3 bulan, bahkan beberapa jenis makanan tersebut telah diberikan pada bayi beberapa saat setelah kelahirannya Suyatno, 2001 Alasan pemberian makanan pendamping ASI dini adalah agar bayi lebih kuat dan cepat besar. Jenis makanan pendamping ASI dini yang dikonsumsi bayi antara lain pisang, susu formula bubuk dan kental manis, biskuit, bubur beras, makanan bayi produk industri sun, promina, dan milna, dan nasi lumat Irawati, 2004. Hasil penelitian Setyowati dan Budiarso tahun 1998, diantara anak yang masih mendapat ASI sekitar 42 bayi umur 4 bulan sudah mendapat minuman atau makanan pendamping ASI. Hasil penelitian lain yang mendukung, hasil penelitian Budi, dkk 1990 dalam Setyowati dan Budiarso 1998, di Indramayu dan daerah Jakarta Utara melaporkan persentase bayi yang mendapat minumanmakanan pendamping ASI cukup tinggi yaitu sekitar 80 ibu dalam tiga bulan pertama telah memberikan makanan tambahan berupa bubur beras, bubur kacang hijau atau tempe yang dihaluskan bahkan dalam minggu pertama bayi telah mendapat makanan pisang yang dilumatkan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Afifah 2007, sebagian subjek telah mulai memberikan makanan pendamping ASI sejak bayi berusia kurang dari satu bulan, bahkan ada satu subjek yang memberikan makanan berupa nasi dan pisang ulek pada saat bayi berusia 11 hari. Alasan umumnya karena bayi menangis terus meskipun telah disusui dan diberi susu formula. Dan subjek-subjek penelitian yang persalinannya yang ditolong oleh dukun bayi sudah diberikan madu, kelapa muda, dan kurma ketika awal kelahirannya. Dan hasil penelitian Maas, 2004 dalam Afifah 2007, bahwa pada suku Sasak di Lombok, ibu yang bersalin memberikan nasi pakpak nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi, pisang dan lain- lain. ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo 2001 di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang mendapatkan bahwa 77 responden memberikan makanan tambahan kepada bayi baru lahir. Jenis makanan yang diberikan, meliputi: madu, air madu, air matang, dan susu formula. Menurut responden, madu merupakan makanan terbaik bagi bayi baru lahir selain ASI. Alasan utama pemberian makanan tersebut adalah karena ASI belum keluar 64,8, agar bayi tidak lapar 14,6, disarankan dukun bayi 12,3, disarankan orang tua 4,7, dan ibu belum kuat menyusui 3,6. Menurut Roesli 2007, praktek memuaskan bayi baru lahir atau memberikan makanan atau minuman berupa air masak, madu, atau air gula kepada bayi baru lahir adalah tidak dibenarkan. Sampai bayi berusia 6 bulan bayi tidak diperkenankan untuk diberikan jenis makanan lain, seperti buah, bubur susu, nasi lumat, gula merah, air gula, madu, dan sebagainya kecuali diberikan ASI saja. Menurut Lubis 2006, dalam Afifah 2007, pemberian makanan pendamping ASI dini seperti nasi dan pisang justru akan menyebabkan penyumbatan saluran cerna karena liat dan tidak bisa dicerna atau yang disebut phyto bezoar sehingga dapat menyebabkan kematian dan menimbulkan risiko jangka panjang seperti obesitas, hipertensi, atherosklerosis, dan alergi makanan. WHO melarang pemberian madu kepada bayi dibawah 1 tahun karena terdapat kandungan Clostridium botulinum, spora yang membahayakan dan mematikan Susanto, 2007 dalam Afifah, 2007. Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini tidak tepat karena akan menyebabkan bayi kenyang dan akan mengurangi keluarnya ASI. Selain itu bayi menjadi malas menyusu karena sudah mendapatkan makanan atau minuman terlebih dahulu Depkes RI, 2005. Mengisi perut bayi tidak cukup berbekal dengan naluri belaka. Kita membutuhkan yang lain dan pilihan itu harus masuk akal, terukur dan bisa dipercaya. Karena perut yang sehat berkaitan dengan hari depan anak. Susunan pencernaan bayi belum sepenuhnya berfungsi seperti pencernaan orang dewasa. Pada saat dilahirkan lambung dan usus bayi belum berfungsi sepenuhnya, semua enzim pencernaan belum lengkap diproduksi, struktur saluran pencernaan bayi belum terbentuk sempurna dan kemampuan bayi untuk menelan segala macam makanan dan minuman seperti orang dewasa, sekurang-kurangnya sampai bayi berumur 6 bulan belum boleh ada jenis makanan lain bayi selain ASI Nadesul, 2005. Alasan pemberian makanan pendamping ASI dini yang disebabkan karena bayi masih menangis setelah diberikan ASI bukan merupakan suatu alasan yang tepat untuk mulai diperkenalkannya makanan pendamping ASI dini pada bayi, menurut Bobak 2004, menangis tidak selalu berarti bayi lapar. Bayi mungkin merasa tidak nyaman secara fisik atau hanya ingin digendong, ingin disendawakan atau diganti popoknya. Menurut Yuliarti 2010 menangis merupakan salah satu bayi berkomunikasi. Apabila bayi menangis terlalu lama maka ia akan menjadi lelah sehingga kemampuan mengisapnya berkurang. Selain itu, ibu juga menjadi kesal sehingga dapat menganggu proses laktasi. Bayi menangis belum tentu lapar atau haus, mungkin saja ia takut, kesepian, bosan, basah, kotor, sakit, atau ada rasa yang tidak enak pada ASI yang disebabkan oleh makanan ibu atau obat yang diminum ibu. Yang tidak dapat diterangkan karena sebab tersebut biasanya disebut sebagai “kolik”. Bayi akan menangis terus-menerus pada waktu-waktu tertentu dan dapat diusahakan dengan menggendongnya. Tidak ada gangguan pertumbuhan pada bayi karena kolik. Biasanya, hal tersebut akan hilang sendiri setelah 3 bulan Yuliarti, 2010. Menurut Suhardjo 1992, pada keadaan normal, air susu ibu mampu memberikan zat gizi yang cukup bagi pertumbuhan bayi sampai umur 6 bulan. Meskipun ASI yang keluar pada beberapa hari pertama setelah melahirkan sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari Roesli, 2000. Biasanya pada hari-hari pertama ASI belum keluar. ASI baru keluar kira-kira hari ke-3 atau ke-4, yang keluar adalah air susu kental kekuning- kuningan yang disebut kolostrum Dainur, 1995. Jika ASI belum keluar atau tidak lancar, bayi masih memiliki daya tahan tubuh yang dibawa dalam kandungan sehingga bayi tidak akan kelaparan selama 2x24 jam Yuliarti, 2010. Peran kolostrum sebagai imunisasi pasif yang dikeluarkan segera setelah bayi lahir. Kolostrum pada hari pertama tiap 100 ml mengandung 600 IgA, 80 IgC, dan 125 IgM. Komposisi ini akan terus berubah sesuai dengan ketahanan tubuh bayi. Peran kolostrum sampai hari ke 3 juga mempunyai fungsi sebagai pencahar untuk mengeluarkan mekonium dari usus bayi. Oleh karenanya, bayi sering defekasi dan feses berwarna hitam. Proses ini dapat membersihkan mekonium yang ada dalam sistem pencernaan bayi, ketika sistem pencernaan telah bersih, usus bayi siap mencerna ASI Purwanti, 2003. Kolostrum kuning kental sesuai untuk kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum untuk mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap berubah menjadi susu ibu antara hari ketiga dan kelima selama nifas Bobak, 2004. Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui ari-ari. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9 sampai 12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi, maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, bakteri, virus, parasit, dan jamur Roesli, 2000. Secara tidak langsung, posisi kolostrum yang keluar pada awal kelahiran bayi berfungsi sebagai makanan awal bayi sekaligus sebagai perisai dari penyakit-penyakit infeksi awal kelahiran bayi, kemudian posisi kolostrum digantikan dengan ASI sebagai pelindung aktif dan pasif tubuh bayi. Maka pemberian makananminuman pada awal kelahiran sebenarnya sangat tidak berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi atau alasan pemberian lainnya. Dan malah sebaliknya pemberian makanan lain selain ASI dapat meningkatkan risiko terganggunya usus bayi yang masih belum siap Yuliarti, 2010. ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI dirancang untuk sistem pencernaan bayi yang sensitif. Protein dan lemak pada ASI lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI mengandung paling tidak 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapi dan tidak dapat dibuat di laboratorium. Pada bulan-bulan pertama, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI eksklusif membantu melindungi bayi dari diare, sindrom SID sudden infant death atau kematian mendadak, infeksi telinga, dan penyakit infeksi lainnya Prabantini, 2010. Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran. Jumlah asam lambung dan pepsin baru meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa pada saat bayi berumur 3-4 bulan. Sampai umur sekitar 6 bulan, jumlah enzim amilase yang diproduksi oleh pankreas belum cukup untuk mencerna makanan kasar. Enzim pencerna karbohidrat, seperti maltase, isomaltase, dan sukrase belum mencapai tingkat orang dewasa sebelum bayi umur 7 bulan. Sebelum umur 6-9 bulan, jumlah lipase dan bile salts juga sedikit sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa. Selain itu, bayi belum dapat mengontrol dengan baik otot-otot tenggorokan dan lidah karena itulah proses menelan jadi sulit dan dapat menyebabkan bayi tersedak. Refleks lidah masih sangat kuat dan dapat menyebabkan pemberian makanan padat menjadi sulit Prabantini, 2010. Pada umur 6-9 bulan baik secara pertumbuhan maupun secara psikologis, bayi siap menerima makanan padat. Makanan padat yang diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya mengakibatkan makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan misalnya gangguan pencernaan, timbulnya gaskembung, konstipasisembelit, dan sebagainya Prabantini, 2010. Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 dua tahun meliputi : a memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu 1 satu jam setelah lahir; b memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 enam bulan. Hampir semua ibu dapat sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pneumonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi bayi dari penyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe 1. Menyusui selama masa bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total, berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, serta kelebihan berat badan dan obesitas pada masa remaja dan dewasa Kemenkes RI, 2012. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan keputusan baru Menkes sebagai penerapaan kode etik WHO. Keputusan tersebut mencantumkan soal pemberian ASI eksklusif Permenkes nomor 450MenkesSKIV2004. ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin Depkes RI, 2005. Pemerintah mengatur pula makanan pendamping ASI MPASI dalam peraturan nomor 2371997. Perlu ditegaskan bahwa MPASI bukanlah makanan pengganti ASI Prabantini, 2010. Berbagai studi menunjukkan bahwa makanan padat dapat mengganti porsi susu dalam menu makan bayi. Semakin banyak makanan padat yang dimakan oleh bayi, semakin sedikit susu yang dia serap dari ibunya. Jika susu yang diserap dari ibu semakin sedikit, berarti produksi ASI juga makin sedikit. Bayi yang makan banyak makanan padat atau makan makanan padat pada umur lebih muda cenderung lebih cepat disapih Prabantini, 2010. Prinsip produksi ASI adalah supply by demand, artinya semakin banyak disusuidiperah, produksinya akan semakin banyak. Jadi, cara untuk meningkatkan produksi ASI, selain banyak-banyak disusui langsung, perbanyak pula perah Bonyata, 2011. Ada beberapa posisi dan teknik menyusui benar yaitu ibu harus menemukan posisi yang paling sesuai baginya. Bayi harus berada dalam posisi yang nyaman untuk mempermudah keadaan dan tidak harus memutar kepala atau meregangkan lehernya untuk dapat menjangkau puting. Ketika ibu menyentuh lembut bibir bayi dengan putingnya, bayi akan memberi respons dengan refleks rooting alami dan berpaling ke puting dan membuka mulutnya. Puting dan sebagian besar areola harus berada di dalam mulut bayi. Apabila hidung bayi kelihatan tertutup oleh payudara, ibu dapat mengangkat panggul bayi, sehingga memberikan lebih banyak ruang untuk bernapas. Menekan payudara biasanya akan membuat puting terlepas dari mulut bayi. Ketika ibu sudah siap untuk membuat bayi bersendawa, ia harus dengan lembut memasukkan jari tangannya ke sudut mulut bayi, di antara kedua gusi untuk menghentikan isapan. Menarik bayi begitu saja tanpa menghentikan isapan dapat menimbulkan nyeri pada puting Bobak, 2004 Menurut Bobak 2004 ketika bayi menyusui dengan benar, tidak akan timbul nyeri di payudara atau kerusakan jaringan. Meletakkan bayi di payudara dan melepasnya dengan hati-hati, meletakkannya pada posisi yang benar, dan cara supaya bayi mengisap dengan benar memerlukan latihan, baik bagi ibu maupun bagi bayi. Rasa nyeri biasanya merupakan tanda bahwa bayi tidak berada dalam posisi yang benar. Misalnya ibu perlu belajar menggendong bayi lebih dekat, memberi lebih banyak topangan pada payudaranya, membuat mulut bayi membuka lebih besar, atau memegang dagu bayi ke bawah untuk membantu lidah keluar. Apabila air susu menetes keluar dan membasahi puting, rasa nyeri berkurang. Memeras beberapa tetes susu untuk membasahi puting mempermudah bayi menyusu dengan baik. Ibu perlu mencoba berbagai posisi untuk melakukan penyesuaian terhadap isapan bayi Storr, 1988 Salah satu sebab tertahannya refleks pengeluaran ASI adalah bayi tidak menempel dengan mantap pada payudara. Hal ini terjadi bila bayi hanya memasukkan puting saja ke mulut sehingga tidak mampu merangsang keseluruhan proses produksi ASI dalam payudara. Ibu tidak dapat merasakan getaran dari refleks pengeluaran ASI dan bayi hanya berhasil mendapat tetesan saja, meski berusaha keras untuk mendapatkan ASI. Ibaratnya bayi hanya mendapatkan cemilan, bukan porsi makan yang memuaskan. Karena bayi mengisap pada batang puting, sehingga puting ibu akan perih dan berdarah. Bila ini terjadi, menyusui bisa menjadi hal yang sangat traumatis. Solusinya adalah memastikan setiap kali bayi menyusu, puting dan sebagian besar jaringan di sekitarnya harus benar-benar masuk ke dalam mulutnya. Satu-satunya keahlian penting dalam menyusui menyangkut seni meletakkan bayi pada posisi yang tepat di payudara. Pastikan mulut bayi terbuka lebar sehingga bagian dalam lingkaran areola lingkaran berwarna gelap sekitar puting masuk benar ke dalam mulutnya. bagian atas areola tidak perlu masuk ke dalam mulutnya Kitzinger, 2005. Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah dalam hal menyusui karena refleks mengisapnya masih lemah. Untuk bayi dengan kondisi demikian, sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperah dan diberikan pada bayi dengan menggunakan sonde lambung atau pipet Yuliarti, 2010 Bayi yang disusui hanya makan sebanyak yang mereka butuhkan, tidak lebih. Menyusui setiap kali bayi lapar mudah dilakukan karena air susu selalu siap untuk diberikan. Beberapa bayi mungkin menjadi lapar setiap jam atau setiap dua jam pada beberapa hari tertentu, pada hari yang lain hanya setiap 4 jam. Semakin sering menyusu, lebih banyak air susu yang diproduksi. Dengan demikian, jika seorang bayi ingin meningkatkan suplai ASI selama masa pertumbuhannya yang cepat, ia harus menyusu lebih sering. Beberapa bayi hanya menyusu pada satu sisi setiap kali dan mengalami peningkatan berat badan yang cukup Bobak, 2004. Semakin lama bayi mendapatkan ASI saja maka semakin menguntungkan bayi. Bayi akan terhindar dari pengaruh pemberian makanan di luar ASI, apalagi jika selepas pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, status gizi anak menurun drastis. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah higienitas makanan. Setelah lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan makanan pendamping ASI MP-ASI, selain pemberian ASI. Buruknya kondisi kesehatan bayi sering terjadi bila bayi tidak diberikan ASI eksklusif. Pemberian makanan padat tambahan yang terlalu dini juga dapat menganggu pemberian ASI eksklusif dan meningkatkan angka kesakitan pada bayi Yuliarti, 2010. Ibu mengetahui bahwa bayinya mendapatkan cukup air susu jika bayi sekurang-kurangnya buang air kecil 6 sampai 8 kali dan mengeluarkan urine berwarna kuning pucat seperti jerami dan buang air besar satu kali dalam 24 jam. Dalam lingkungan udara yang hangat, bayi menjadi haus sehingga memerlukan lebih banyak cairan Bobak, 2004. Menurut Nadesul 2007 normal bayi buang air besar satu sampai dua kali dalam sehari. Masih dinilai normal bila buang air besarnya 36 jam-48 jam sekali. Selama konsistensi tinjanya normal, baru buang air besar setelah 48 jam tidak bermasalah. Bayi yang diberikan ASI umumnya tidak bermasalah dengan buang air besarnya. Kasus sembelit jarang dijumpai pada bayi yang mendapatkan ASI. Menurut Bobak 2004, tinja dari bayi yang disusui tidak padat, bayi yang hanya diberi ASI tidak akan mengalami konstipasi walaupun mungkin perlu mengedan saat defekasi. Kondisi yang dialami bayi setelah diberikan ASI merupakan respon bayi yang alami. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini sebelum bayi berumur 6 bulan memang tidak dianjurkan, secara teoritis banyak kerugian atau risiko yang akan ditimbulkan oleh pemberian makanan tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang kehidupan anak.

6.3 Gambaran persepsi informan mengenai ancaman dalam pemberian makanan pendamping ASI dini

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Makanan Pendamping ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2014

1 57 81

Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

2 12 146

Pengalaman Ibu Primipara dalam Memberikan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kembangan Utara Jakarta Barat

0 3 141

Gambaran Kebutuhan Pengetahuan Ibu Hamil Terkait Asi Eksklusif Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012

1 18 183

Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012

2 30 126

Pengaruh media leaflet terhadap perubahan pengetahuan dan intensi ASI eksklusif pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

5 30 123

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JUWIRING KLATEN

0 2 9

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 3 15

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 1 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 2 19