eksklusif. Hal ini disebabkan karena masih ada ibu dan keluarganya yang percaya bahwa pemberian makanan tambahan selain ASI
dapat diberikan sedini mungkin sehingga bayi cepat besar tanpa mengetahui efek dari pemberian makanan selain ASI pada bayi
usia di bawah 6 bulan.
2.3.3 Hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik ibu
a. Kepercayaan
Aspek keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia mengarahkan budaya hidup, perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai
dan penggunaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut kebudayaan dan selanjutnya
kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku Ludin, 2008 dalam Anggraeni, 2012
Membantu ibu agar bisa menyusui bayinya dengan benar memerlukan pemahaman tentang perilaku ibu, keluarga, dan
lingkungan sosial budayanya dalam hal menyusui. Perlu diketahui bagaimana pendapat tetua adat dan masyarakat sekitarnya tentang
ASI dan menyusui. Apakah mereka mendukung ASI eksklusif, tidak peduli, atau justru menghalangi pemberian ASI Afifah,
2007 Kepercayaan dari orang tua serta lingkungannya bahwa ASI
yang pertama keluar hendaknya dibuang setelah bersih lalu menyusui bayi, mereka beranggapan bahwa kolostrum adalah basi
dan tidak baik untuk bayi, para orang tua ada yang memberikan
madu sebelum usia bayi 6 bulan mereka beranggapan bahwa anak yang yang diberi madu akan baik bagi kesehatannya Pawenrusi,
2011 dalam Anggraeni, 2012. Kepercayaan sangat dipengaruhi oleh tradisi dalam
lingkungan maupun keluarga. Pemberian madu menurut penelitian Wulandari 2011 dalam Anggraeni 2012 terhadap makanan
prelakteal menjelaskan bahwa pemberian madu merupakan kebiasaan yang dilakukan kepada bayi baru lahir sejak dulu dan
dilakukan secara turun temurun oleh keluarga. Alasan pemilihan madu sebagai makanan prelakteal berdasarkan kepercayaan
tertentu, diantaranya dapat mengobati demam, panas, dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi sehingga bayi tidak mudah
terkena influenza jika memakan makanan yang manis karena sejak kecil sudah terbiasa memakan yang manis seperti madu, selain itu
pemberian madu dapat memerahkan bibir bayi jika pemberiannya dioleskan pada bibir bayi.
Pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak nasi yang telah dikunyah oleh ibunya
lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa
yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia
sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah
dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar Maas, 2004 dalam Afifah 2007.
b. Paritas
Menurut Soetjiningsih 1997, kenaikan jumlah paritas menyebabkan ada sedikit perubahan produksi ASI yaitu pada anak
pertama: jumlah ASI ± 580 ml24 jam, anak kedua: jumlah ASI ± 654 ml24 jam, anak ketiga: jumlah ASI ± 602 ml24 jam,
kemudian anak kelima: jumlah ASI ± 506 ml24 jam. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
jumlah paritas, maka produksi ASI semakin menurun. Gatti 2008 dalam penelitiannya mengenai persepsi ibu
tentang kekuranganketidakcukupan suplai ASI menyebutkan bahwa paritas dan pengalaman menyusui berpengaruh secara
signifikan terhadap kesuksesan menyusui, dimana wanita yang baru pertama kali menyusui biasanya selalu berfikir akan resiko dan
masalah menyusui atau penghentian menyusui di awal dibandingkan dengan wanita yang sudah pernah menyusui
sebelumnya. Handayani 2009 dalam Anggraeni 2012 bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi pemberian ASI meliputi karakteristik ibu yaitu pengalaman ibu menyusui. Perbedaan jumlah anak akan
berpengaruh terhadap pengalaman ibu dalam hal menyusui. Seorang ibu yang telah sukses menyusui pada lahir sebelumnya
akan lebih mudah serta yakin akan dapat menyusui pada lahir
berikutnya. Seorang ibu muda dengan anak pertama akan merasa sulit untuk dapat menyusui Solihah, 2010 dalam Anggraeni,
2012. Hasil penelitian Arasta 2010 menunjukkan sebagian besar
ibu yang gagal memberikan ASI selama dua bulan yaitu ibu yang melahirkan anak
≥ 3 multipara. Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang pengetahuan
ibu nifasmenyusui dalam memberikan ASI ekslusif. Penelitian Fikawati dan Syafiq 2009 menyatakan bahwa
informan ASI eksklusif mempunyai paritas rata-rata lebih tinggi 3 anak daripada informan ASI tidak eksklusif 2 anak. Perbedaan
jumlah anak akan mempengaruhi terhadap pengalaman ibu dalam hal menyusui.
c. Dukungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara
eksklusif. Keluarga suami, orang tua, mertua, ipar, dan sebagainya perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu
dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil menyusui secara eksklusif, misalnya untuk menggantikan sementara tugas rumah
tangga ibu seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah Afifah, 2007.
Dorongan keluarga untuk melakukan ASI eksklusif umumnya adalah suami dan orang tua. Suami dan orang tua adalah
orang terdekat yang dapat mempengaruhi seorang ibu untuk tetap menyusui secara eksklusif atau malah memberikan makanan
minuman tambahan kepada bayi. Bentuk dukungan suami berupa nasihat untuk memberikan hanya ASI eksklusif saja kepada
bayinya, membantu ibu bila lelah, dan membantu melakukan pekerjaan rumah. Sedangkan dukungan orang tua lebih terlihat
untuk mempengaruhi ibu memberikan makanan atau minuman tambahan sebelum bayi mereka berusia 6 bulan Fikawati dan
Syafiq, 2009. Hasil penelitian kualitatif Fikawati dan Syafiq 2009
menyatakan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya mendapatkan dukungan dari suaminya.
Sedangkan pada orang tua perannya kurang terlihat. Namun, pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif sangat terlihat bagaimana
peran orang tua untuk mempengaruhi pemberian makanan tambahan. Sedangkan peran suami ada yang mendapat dukungan,
tapi sebagian lainnya menyerahkan keputusan menyusui kepada ibu, artinya suami tidak memberikan dorongan kepada ibu untuk
menyusui. d.
Dukungan Tenaga Kesehatan Menurut sejumlah ahli ternyata ada pengaruh yang kurang
baik terhadap pemberian ASI pada ibu-ibu yang melahirkan
di rumah sakit atau klinik bersalin. Petugas kesehatan yang bekerja di RS atau klinik bersalin lebih menitikberatkan upaya mereka agar
persalinan dapat berlangsung baik, ibu, dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemberian ASI kurang
mendapat perhatian. Bahkan tidak jarang makanan pertama yang diberikan kepada bayi justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini
memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu akan selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih baik dari ASI.
Pengaruh itu akan menjadi semakin buruk apabila di sekeliling kamar bersalin atau ruang pemeriksaan dipasang
gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaaan susu buatan. Selain itu, ternyata belum semua petugas paramedis diberi pesan
dan cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka. Praktek yang keliru dengan memberikan susu botol
kepada bayi yang baru lahir di klinik bersalin atau rumah sakit masih sering dijumpai Moehji, 1988.
Pada umumnya para ibu mau patuh dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan diharapkan
untuk memberikan informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan ASI eksklusif, manfaat ASI eksklusif dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, dan resiko tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi kecil Roesli, 2005.
Hasil penelitian Saleh 2011 terdapat subjek 1 yang memberikan kolostrum kepada bayinya segera setelah lahir atas
anjuran tenaga kesehatan bidan yang membantu persalinan di rumah, subjek 2 mendengar informasi kesehatan khususnya
mengenai praktik ASI eksklusif dari tenaga kesehatan dan subjek 3 yang gagal dalam praktik ASI eksklusif karena pengaruh dari
tenaga kesehatan bidan. Tenaga kesehatan bidan langsung memberikan anjuran yang salah untuk memberikan susu formula
terlebih dahulu. Hal ini akan memberi pengaruh negatif terhadap keyakinan subjek bahwa pemberian susu formula merupakan cara
yang paling efektif untuk menghentikan tangis bayi. Dapat disimpulkan tenaga kesehatan sangat dominan memberikan
pengaruh negatif terhadap subjek dalam pemberian prelakteal dan makanan pendamping ASI MP-ASI sejak dini.
Hasil penelitian Simandjuntak tahun 2001, bidan sangat berperan dalam pemberian MP-ASI dini pada bayi. Sebanyak
88,4 responden mengatakan bahwa yang memberikan makanan pada awal kelahiran pada bayinya adalah bidan dan sekitar 30 ibu
dari bayi yang diberi makanan pada awal kelahiran mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan ASI mereka, tetapi
bidan sudah memberikan makanan pada bayinya tanpa ibu ketahui. Sebanyak 95 dari responden yang menerima contoh susu formula
bayi dan umur cereal gratis mengatakan bahwa mereka menerimanya dari bidan.
e. Pengaruh Iklan
Sumber informasi diduga berpengaruh dalam pemberian susu formula. Media massa khususnya televisi dan radio memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap pemberian susu formula karena dalam iklan pada media tersebut produsen berusaha
menampilkan atau menyatakan beberapa kelebihan produk mereka yang sangat penting bagi pertumbuhan bayi, sehingga seringkali
ibu-ibu beranggapan bahwa susu formula lebih baik dari ASI. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh
Soelistyowati 1996 dalam Fitrisia 2002 bahwa banyak ibu yang menggantikan ASI dengan susu formula karena terpengaruh oleh
iklan yang dilancarkan lewat pers, televisi dan radio. Sumber informasi tentang susu formula paling banyak diketahui melalui
media televisi dan radio 42,5, sedangkan dari tabel silang diketahui bahwa contoh yang mendapatkan informasi tentang susu
formula dari bidandokter 40 cenderung lebih mengikuti anjuran untuk memberikan susu formula, hal ini mungkin
disebabkan karena tingkat kepercayaan contoh terhadap petugas kesehatan tinggi.
Hasil penelitian Simandjuntak tahun 2001, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara iklan dengan pemberian MP-ASI
dini pada bayi. Ketidak bermaknaan ini disebabkan pemberian MP-ASI dini yang sangat tinggi sehingga data menjadi homogen,
penelitian menunjukkan bahwa 43 responden sudah menerima
contoh makanan bayi selama dirawat di tempat bersalin atau ketika hendak pulang. Sebanyak 98,75 diantaranya menerima susu
formula bayi dan 1,25 ada menerima bubur cereal. Dan yang memberikan makanan bayi gratis ini 95 adalah bidan, 2,5
dokter bahkan ada yang menerimnya langsung dari petugas perusahaan dan prakarya puskesmas.
2.3.4 Penelitian terkait faktor-faktor pemberian ASI eksklusif