Gambaran persepsi informan mengenai ancaman dalam pemberian makanan pendamping ASI dini

6.3 Gambaran persepsi informan mengenai ancaman dalam pemberian makanan pendamping ASI dini

Persepsi ancaman terhadap pemberian makanan pendamping ASI dini, dapat dijelaskan dari persepsi informan mengenai kerentanan dan keseriusan penyakit yang akan ditimbulkan setelah pemberian makanan tersebut. Hampir seluruh informan utama menganggap bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini bukanlah suatu ancaman yang dapat menimbulkan penyakit pada bayi. Namun, ada satu informan yang merasa khawatir dari pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan efek samping seperti buang airdiare kepada anaknya. Hasil wawancara peneliti menyimpulkan bahwa semua anggapan informan utama terhadap munculnya ancaman atau tidak adanya ancaman dari pemberian makanan pendamping ASI dini, informan akan tetap memberikan makanan tersebut hal ini dikarenakan sudah pernah ada praktek pemberian makanan kepada anak sebelumnya, kebiasaan keluarga memberikan makanan terlalu dini kepada bayi, dan pengalaman mengurus anak saudara. Informan utama mengetahui bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini dapat menganggu kesehatan bayi yang sistem pencernaannya belum kuat. Informan juga mengungkapkan sebaiknya pemberian makanan pendamping ASI diberikan setelah bayi berumur 6 bulan. Temuan dan hasil wawancara hal ini tidak terealisasikan dengan baik. Hanya saja ada tindakan yang dilakukan informan ketika terjadi kondisi yang menyebabkan anak konstipasi dan gangguan pencernaan adalah penghentian makanan dan tidak diberikannya lagi makanan tersebut. Pengetahuan menurut Notoatmodjo 2005 adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obejk melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Kemampuan pengetahuan knowledge merupakan hasil dari tahu melalui penginderaan terhadap suatu obyek tertentu dan sangat penting terhadap terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan adalah hasil dari suatu produk sistem pendidikan dan akan mendapatkan pengalaman yang nantinya akan memberikan suatu tingkat pengetahuan dan kemampuan tertentu. Pengetahuan diperoleh dari proses belajar, yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku berdasarkan keyakinannya yang diperoleh melalui media elektronik, media massa dan lain-lain Fishbein dan Ajzen, 1975. Notoatmodjo 2005, menyatakan bahwa pengetahuan seseorang juga dipengaruhi beberapa faktor diantaranya pengalaman yang diperoleh seseorang. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengaruh pengalaman mengasuh anak pada masa lalu akan berdampak terhadap pengetahuan dan perilaku ibu dalam merawat anak. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik itu lingkungan fisik, biologis maupun sosial yang berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada di lingkungan tersebut Nursalam, 2003. Menurut Fishbein dan Ajzen 1975 dalam teori tindakan beralasan, nitaminat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap terhadap perilaku tersebut. Keyakinan ini timbul berdasarkan pengetahuan yang diterima tentang akibat positif atau negatif tentang sesuatu atau perilaku tertentu. Niatminat adalah kecenderungan untuk melakukan sesuatu atau perilaku tertentu yang sejalan dengan pengetahuan yang diyakini dan menjadi kontrol perilaku, sikap terhadap sesuatu atau perilaku tersebut serta motivasi untuk bertindak sesuai keinginan atau harapan normatif Depkes RI, 1996. Keyakinan tentang kemudahan dan kesulitan tentang sesuatu perilaku adalah komponen yang berisikan aspek pengetahuan tentang pengalaman masa lalu yang dialami sendiri maupun orang lain. Mengacu pada pengetahuan tentang pengalaman-pengalaman tersebut, individu dapat memperkirakan sulit atau mudahnya bila memutuskan untuk berperilaku tersebut Hayati, 2007. Semua informan utama mengatakan bahwa pengetahuan mengenai pemberian makanan pendamping ASI dan pemberian ASI eksklusif didapatkan dari tenaga kesehatanbidan puskesmas kecamatan. Adanya pelaksanaan kelas ibu hamil, konseling, dan penyuluhan dalam pelayanan ANC Antenatal Care dengan dibantu alat penyuluhan yaitu leaflet yang berisikan tentang pesan-pesan kehamilan, perubahan tubuh selama hamil, keluhan umum saat hamil, pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, pengaturan gizi, kesiapan psikologis menghadapi kehamilan, hubungan suami istri selama hamil, obat yang boleh dan tidak boleh, tanda bahaya kehamilan, tanda bahaya persalinan, perawatan ibu nifas, posisi dan pelekatan ibu menyusui yang benar, perawatan bayi baru lahir, pengamatan pertumbuhan dan perkembangan bayi, tanda bahaya bayi baru lahir dan pemberian ASI eksklusif. Tetapi, hasil wawancara menunjukkan bahwa pengetahuan informan untuk memberikan ASI eksklusif tidak diikuti dengan prakteknya yang sebenarnya. Hasil penelitian Fikawati dan Syafiq 2003 sejalan dengan hasil penelitian ini yaitu promosi mengenai ASI eksklusif sudah mulai terlihat hasilnya dengan cukup tingginya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif yang berkisar antara 59,7-79,0. Namun demikian tingginya pengetahuan ibu ini tidak diikuti dengan prakteknya, persentase praktek pemberian ASI eksklusif hanya kurang dari seperempatnya persentase pengetahuan ibu, responden yang tidak ASI eksklusif sampai 4 bulan umumnya telah memberikan makananminuman prelakteal pada hari-hari pertama setelah persalinan Fikawati dan Syafiq, 2003. Dan hasil penelitian Padang 2008, jawaban responden yang berkaitan waktu pemberian makanan tambahan berdasarkan pengkategorian, sebanyak 51,7 responden memiliki pengetahuan yang baik tentang makanan pendamping ASI, pengetahuan dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan karena perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam pemberian makanan kepada anak dibawah 6 bulan yang sudah mengakar secara turun- temurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2003 yang menyatakan bahwa tindakan merupakan respon internal setelah adanya pemikiran, tanggapan, sikap, batin, dan pengetahuan. Tindakan atau perilaku dipengaruhi oleh keturunan, lingkungan, dan pengetahuan. Dalam tahapan proses beraktivitas, setelah individu melakukan pencarian dan pemprosesan informasi, langkah berikutnya adalah menyikapi informasi yang diterima. Apakah individu akan meyakini informasi yang diterimanya, hal ini berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya. Keyakinan-keyakinan atas suatu informasi membentuk sikap individu. Sikap akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap stimulus Notoatmodjo, 1997. Perubahan sikap tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima. Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi sikap Hovland cit Muchlas, 1998 dalam Yuliarti 2008. Pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga tertentu serta faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan Azwar, 2003 dalam Yuliarti, 2008. Adanya pengalaman dalam praktek pemberian makanan pendamping ASI dini, terlihat dari pengalaman informan dalam pemberian makanan kepada anak sebelumnya, sebagian besar informan yang memiliki anak lebih dari 2 multipara menyebutkan bahwa pemberian makanan sudah pernah dipraktekkan kepada anak sebelumnya, tidak hanya pengalaman informan sendiri tetapi ada pengalaman mengurus anak saudara. Namun, untuk informan yang baru memiliki anak 1 primipara menuturkan bahwa pengalaman didapat dari pengalaman orang terdekat yaitu teman dan tetangga sekitar lingkungan rumah. Jika disimpulkan dari hasil wawancara pengalaman informan utama didapatkan dari pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain dalam hal ini keluarga terdekat informan yaitu ibu kandung dan ibu mertua yang juga memiliki pengalaman dalam pemberian makanan pendamping ASI dini. Pengalaman dalam pemberian makanan pendamping ASI dini akan membangun keputusan ibu terhadap tindakan yang dilakukan, ibu yang memiliki anak lebih dari 2 multipara akan lebih mudah mempraktekkan pemberian makanan, jumlah anak berpengaruh terhadap pengetahuan ibu karena praktek sangat berhubungan dengan proses belajar dari praktek ibu menyusui pada anak sebelumnya dan akhirnya mengambil keputusan untuk memberikan makanan pendamping ASI dini. Bagi ibu yang baru memiliki anak pertama primipara asumsi peneliti hal ini mungkin berkaitan dengan kurangnya pengalaman ibu dalam praktek menyusui, mengingat bayi yang disusui merupakan anak pertama, semua kondisi dalam menyusui dapat ibu rasakan sehingga apabila terdapat masalah menyusui maka ibu akan mengambil keputusan untuk memberikan makanan pendamping ASI dini. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ginting, dkk 2012, Paritas ibu diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI dini, diketahui bahwa dari 32 orang ibu yang mempunyai paritas primipara, 27 orang 84,4 diantaranya telah memberikan makanan pendamping ASI dini kepada bayi usia 6 bulan. Ibu yang mempunyai paritas multipara, 41 orang 60,3 yang telah memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya. Hasil analisis diperoleh pula ibu yang memiliki paritas primipara mempunyai risiko sebesar 1,4 kali untuk memberikan makanan pendamping ASI dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan. Hal ini disebabkan karena ibu yang memiliki anak pertama memiliki pengalaman yang masih kurang dalam memberikan makanan yang baik untuk anaknya, sehingga saran dari orang tua atau keluarga dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI tidak sesuai dengan usia bayi. Hasil penelitian Marie di Hongkong tahun 2010 dan juga penelitian Tan di Peninsular Malaysia tahun 2011 yang menyatakan bahwa ada pengaruh paritas ibu terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 6 bulan. Hal ini disebabkan karena ibu yang memiliki paritas multipara telah memiliki pengalaman dalam menyusui dan perawatan bayi. Pengalaman menyusui merupakan suatu riwayat bagi ibu yang dapat mempengaruhi proses menyusui selanjutnya, di mana pada kelahiran berikutnya menentukan bayi diberi ASI eksklusif atau tidak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa responden umumnya memiliki jumlah anak satu orang yaitu 54 orang 54, yang memperlihatkan bahwa sebaran ibu yang menjadi responden adalah ibu muda yang baru memiliki satu orang anak. Responden yang baru memiliki 1 anak, maka pengalaman menyusui baru satu kali, sehingga tidak dapat diketahui apakah ibu akan memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif pada anak kedua dan seterusnya. Sementara responden yang pernah menyusui 2 anaknya berjumlah 31, responden yang pernah menyusui 3 anak berjumlah 9, dan responden yang pernah menyusui 4 anak berjumlah 6. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya semua bayi pernah disusui oleh ibunya hanya saja lama menyusui berbeda-beda antar responden Mulyaningsih, 2010. Menurut peneliti pengalaman yang didapatkan informan utama dapat menentukan keputusan apakah informan akan memberikan ASI eksklusif dan atau memberikan makanan pendamping ASI dini. Disamping itu memperkuat persepsi informan terhadap ancaman penyakit yang akan ditimbulkan dari pemberian makanan pendamping ASI dini. Penentuan keputusan untuk memberikan ASI eksklusif dan atau memberikan makanan pendamping ASI dini juga dilihat dari tradisikebiasaan dalam keluarga untuk memberikan makanan pendamping ASI dini. Hasil penelitian menyebutkan adanya kebiasaan atau adat keluarga Betawi yaitu ketika bayi baru lahir selalu diberikan madu yang dioleskan di bibirnya. Informan pendukung ibu mertua dari salah satu informan utama mengungkapkan bahwa pemberian madu berguna untuk membuang lendir yang berada dalam paru-paru bayi sehingga terhindar dari penyakit asma, madu diberikan sebelum diberikannya ASI dan kebiasaan pemberian pisang siem yang diulek dengan nasi. Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firanika 2010, dimasyarakat Bubulak terdapat tradisi pada bayi yang baru lahir yaitu memberikan madu atau air gula agar ASInya terasa manis, dan memberikan kopi supaya anak tidak terkena step, kemudian memberikan air dari remasan daun pare untuk membersihkan kotoran bayi dari mulut. Kebiasaan tersebut dilakukan turun-temurun dan masih diyakini oleh masyarakat. Hasil penelitian Kholifah 2008 menyebutkan bahwa pemilihan madu sebagai makanan awal kelahiran bermanfaat untuk mengeluarkan kotorang dari dalam tubuh bayi, dapat merangsang air susu agar cepat keluar, merupakan makanan yang baik sebelum pemberian ASI dan memerahkan bibir bayi jika pemberiannnya dioleskan menggunakan cabe merah. Hasil penelitian Widodo 2001 juga mengungkapkan hal yang sama. Dari hasil penelitian ini terungkap makananminuman yang diberikan pada bayi baru lahir serta alasan pemberian makanan tambahan kepada bayi baru lahir karena ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar, serta disarankan oleh dukun bayi dan orang tua, juga karena ibu belum kuat menyusui. Hal ini juga diungkapkan oleh Sudiman 2004 bahwa sebagian besar ibu muda memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya pada usia muda yakni 0-3 bulan, dengan alasan agar bayi tidak sering menangis, dan sebagian kecil karena ASI tidak keluar. Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil disertasi oleh Maas 2004 dalam Afifah 2007, bahwa pada susu sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak nasi yang telah dikunyah oleh ibuya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Pengetahuan budaya lokal berupa ideologi makanan untuk bayi, antara lain pemberian madu kepada bayi. Secara umum informan menjawab bahwa madu bagus dan dapat diberikan kepada bayi dengan alasan bahwa madu dapat mencegah bayi dari penyakit dan bayi dapat tumbuh lebih cepat. Madu ini merupakan salat satu makanan yang sering diberikan oleh ibu-ibu responden kepada bayinya. Kecamatan Bonto Cani merupakan daerah penghasil madu, nama “cani” dari kata Bonto Cani menunjukkan bahwa kecamatan ini memiliki ciri khas yang melekat dengan madu, di mana “cani” dalam bahasa Bugis berarti madu. Ideologi makanan lokal ini diduga memberi andil dalam memanfaatkan madu sebagai makanan tambahan bayi Yulianah, dkk, 2013. Kepercayaan yang dianut informan merupakan juga kepercayaan keluarga terdekat informan dalam pemberian makanan pendamping ASI dini, kepercayaan ini bersifat turun-temurun keluarga. Kepercayaan adalah salah satu komponen dari budaya, dimana sistem kepercayaan yang diyakini dipengaruhi oleh dalam kebiasaan dalam kehidupan Wikipedia budaya. Kepercayaan terhadap pemberian makananminuman kepada bayi dibawah 6 bulan adalah suatu hal yang perlu diperhatikan, praktek pemberian makananminuman ini adalah bukti nyata bahwa pelaksanaan ASI eksklusif belum berhasil. Peneliti berasumsi untuk bisa mempengaruhi keputusan agar tidak memberikan makanan pendamping ASI dini cukup sulit. Informan harus disadarkan dengan adanya dampak yang akan mengancam kesehatan bayi. Dan menganggap bahwa pemberian makanan pendamping ASI dini adalah suatu ancaman yang dapat menimbulkan penyakit tertentu terhadap bayi apabila pemberian makanan pendamping ASI dini masih diberikan. Anggapan masyarakat tentang pemberian makanan pendamping ASI dini dapat bermanfaat bagi bayi adalah hal sangat keliru, pemberian madu yang dapat mengeluarkan kotoran dari perut bayi, sebagai obat pencegah sariawan serta pemberian makanan padat dapat membuat bayi tidak rewel dan anteng, menurut Roesli 2000, sudah tersedia pembersih alamiah berupa kolostrum. Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat tidak dipakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi makanan yang akan datang. Kolostrum kuning kental sesuai untuk kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untu makanan awal bayi Bobak, 2004. Ada beberapa jenis madu mengandung spora Clostridium botulinum Whaley, Wong, 1955, spora ini sangat tahan terhadap panas dan tidak mati dalam proses pembuatan madu. Bila ditelan bayi, spora dapat berkembang dan melepaskan racun yang letal ke dalam lumen usus. Akhirnya botulisme bayi terjadi dan pada beberapa kasus dapat berakibat fatal Babok, 2004. Maka dapat disimpulkan kebiasaan informan yang memberikan madu ketika bayi baru lahir sebenarnya tidak berguna karena sudah sangat jelas kolostrum ibu yang keluar pertama kali lebih baik dari madu yang bisa menangkal berbagai penyakit, dan selanjutnya ditambah dengan pemberian ASI secara eksklusif maka sempurnalah penangkal berbagai penyakit bagi bayi. Ketika sistem tubuh bayi belum siap menerima makanan pendamping ASI seperti usia yang kurang dari 6 bulan, maka selain ancaman obesitas, banyak lagi dampak negatif yang akan ditimbulkan. Berikut dampak jangka pendek dari pemberian makanan pendamping ASI dini yaitu a menurunkan frekuensi dan intensitas isap, sampai usia 6 bulan aktivitas mulut bayi adalah mengisap. Namun, ketika memaksa mulutnya untuk mengunyah maka frekuensi dan intensitas isap menurun bahkan hilang; b memicu diare, perut bayi dibawah 6 bulan sebenarnya baru bisa mencerna ASI. Ketika diberi makanan pendamping ASI, maka sel-sel usus kewalahan untuk mengolah zat-zat makanan, sehingga bereaksi seperti menimbulkan gangguan diare; c menimbulkan defluk atau kolik usus, kram usus yang ditandai dengan bayi menangis sambil menarik kakinya ke arah perut, terjadi akibat usus yang belum matang dipaksa mencerna makanan pendamping ASI; d bayi kehilangan nutrisi dari ASI, karena kekenyangan makan makanan pendamping ASI. Padahal, nutrisi dari makanan pendamping ASI tidak dapat diterima bayi 100 akibat tubuhnya belum bisa mencerna makanan pendamping ASI dengan sempurna, hanya ASI yang bisa bayi cerna. Konsumsi makanan pendamping ASI yang mengenyangkan, tentu membuat bayi enggan minum ASI. Akibatnya, kebutuhan nutrisi seimbang, justru tidak terpenuhi; e penyakit anemia zat besi, pengenalan makanan seperti sereal, buah-buahan atau sayuran yang terlalu dini, dapat mempengaruhi penyerapan besi dari ASI sehingga menyebabkan bayi kekurangan zat besi Simanjuntak, 2009 dan Cox, 2006. Dampak jangka panjang dari pemberian makanan pendamping ASI dini yaitu a obesitas, terjadi akibat bayi menerima tambahan kalori ekstra dari makanan pendamping ASI. Padahal, jumlah kalori makanan padat dan susu formula melebihi jumlah kalori yang dibutuhkan. Hanya ASI yang dapat memenuhi kebutuhan kalori bayi secara lengkap dan seimbang. Pemberian makanan pendamping ASI secara dini juga mengajarkan pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Konsekuensi pada usia- usia selanjutnya adalah terjadi kelebihan berat badan atau kebiasaan makan terlalu banyak; b hipertensi, disebabkan asupan garam natrium dari makanan pendamping ASI yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 15 mg100 m; c arteriosklerosis, yaitu bentuk gangguan yang terjadi pada pembuluh darah arteri, sebagai akibat dari konsumsi kolestrol serta lemak berlebihan dari makanan pendamping ASI; d alergi makanan, belum matangnya sistem kekebalan usus bayi, menyebabkan risiko reaksi alergi lebih kerap terjadi Simanjuntak, 2009 dan Cox, 2006. Sehingga dapat disimpulkan dari penjelasan dan hasil penelitian, anggapan informan mengenai pemberian makanan pendamping ASI dini yang bukan suatu ancaman ataupun tidak menimbulkan penyakit setelah pemberian makanan dipengaruhi dari pengalaman informan yang pernah memberikan makanan pendamping ASI dini kepada anak sebelumnya, kebiasaanadat keluarga dalam pemberian makanan pendamping ASI dini, dan pengetahuan mengenai makanan pendamping ASI yang belum bisa diyakini informan utama. Menurut Notoatmodjo 2010, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan perlu diberikan penyuluhan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga maupun masyarakat, dalam membina dan memelihara hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan keyakinan, sedangkan keyakinan itu timbul berdasarkan pengetahuan yang diterima dan bertujuan agar pengetahuan tersebut bisa berdampak positif apabila sampai dilakukannya tindakan atau perilaku. Dengan meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui konseling laktasi, penyuluhan dan kelas ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan mengenai manfaat dan pentingnya pemberian ASI eksklusif. Tenaga kesehatanbidan puskesmas juga harus bisa meyakinkan ibu hamil untuk memberikan ASI eksklusif, dan dampak pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Metode ceramah, selain sederhana juga efektif dalam upaya penyampaian informasi secara cepat kepada kelompok sasaran yang cukup besar, sedangkan metode diskusi kelompok dapat digunakan untuk penyampaian informasi dengan lebih memberikan kesempatan untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah Sofa, 2008a. Diharapkan dengan metode ini pengetahun mengenai pemberian ASI eksklusif dapat meningkat sehingga praktek pemberian makanan pendamping ASI dini tidak dilakukan. Menurut Potter, 1993 dalam Setyowati, 2008, proses komunikasi dipengaruhi oleh 10 faktor diantaranya adalah tatanan interkasilingkungan yaitu situasi kondisi lingkungan pada saat memberikan pendidikan kesehatan. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu lingkungan yang menunjang. Tempat yang bising, kurang keleluasaan pribadi, dan ruang sempit dapat menimbulkan kerancuan, ketegangan, maupun ketidaknyamanan. Saat penyuluhan semua kondisi harus bisa diatasi dengan baik seperti jumlah sasaran terlalu banyak yang memungkinkan saling berbincang ikut mempengaruhi dalam komunikasi.

6.4 Gambaran persepsi informan mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Makanan Pendamping ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2014

1 57 81

Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

2 12 146

Pengalaman Ibu Primipara dalam Memberikan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kembangan Utara Jakarta Barat

0 3 141

Gambaran Kebutuhan Pengetahuan Ibu Hamil Terkait Asi Eksklusif Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012

1 18 183

Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012

2 30 126

Pengaruh media leaflet terhadap perubahan pengetahuan dan intensi ASI eksklusif pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

5 30 123

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JUWIRING KLATEN

0 2 9

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 3 15

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 1 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 2 19