k. Ibu hamil
Ketika  masih  menyusui,  kadang  ibu  sudah  hamil  kembali. Jika  ada  masalah  dengan  kandungannya.  Ibu  masih  dapat
menyusui.  Namun,  ia  harus  makan  lebih  banyak  lagi.  Selain  itu, mungkin  ibu  akan  mengalami  puting  lecet,  keletihan,  ASI
berkurang, rasa ASI berubah, dan kontraksi rahim Priyono, 2010.
2.3.2  Karakteristik Ibu
a.  Usia Ibu Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak, dan emosi
seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih  stabil  dibandingkan  usia  yang  lebih  muda.  Usia  ibu  akan
mempengaruhi  kesiapan  emosi  ibu.  Usia  ibu  yang  terlalu  muda ketika
hamil bisa
menyebabkan kondisi
fisiologis dan
psikologisnya belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan dan pengasuhan anak Hurlock 1995.
Dari  segi  produksi  ASI  ibu-ibu  yang  berusia  19-23  tahun lebih  baik  dalam  menghasilkan  ASI  dibanding  dengan  ibu  yang
berusia lebih tua. Primipara yang berusia 35 tahun cenderung tidak menghasilkan ASI yang cukup Pudjiadi, 2000.
Idealnya  umur  20-30  tahun  merupakan  rentang  usia  yang aman  untuk  bereproduksi  dan  pada  umumnya  ibu  pada  usia
tersebut  memiliki  kemampuan  laktasi  yang  lebih  baik  daripada yang berumur lebih dari 30 tahun Roesli, 2004.
Berbeda  halnya  dengan  hasil  penelitian  Fikawati  dan  Syafiq 2009 yang menyatakan bahwa umumnya informan ASI eksklusif
6  bulan  lebih  tua  daripada  informan  yang  tidak  ASI  eksklusif dengan  perbedaan  rata-rata  umur  4  tahun.  Rata-rata  informan  ASI
eksklusif  berusia  30  tahun  dan  rata-rata  informan  ASI  tidak eksklusif berusia 26 tahun.
b. Tingkat pendidikan Ibu Pendidikan
merupakan proses
pembentukan pribadi
seseorang melalui proses belajar yang dilakukan baik secara formal maupun
nonformal. Melalui
pendidikan seseorang
akan memperoleh  pengetahuan,  sikap,  dan  keterampilan.  Pendidikan
merupakan  sarana  belajar  yang  selanjutnya  diperkirakan  akan menanamkan  pengertian  dan  sikap  yang  baik  dalam  kehidupan
sehari-hari.  Di  era  modern  ini  pendidikan  bagi  wanita  terus meningkat  sehingga  banyak  wanita  yang  bekerja  di  luar  rumah.
Dengan  semakin  banyaknya  wanita  yang  bekerja  khususnya  pada wanita  yang  memiliki  bayi  menyebabkan  terganggunya  rutinitas
menyusui Mulyaningsih, 2010. Pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor  yang
berperan  dalam  tumbuh  kembang  anak.  Dengan  pendidikan  yang lebih  baik,  orang  tua  lebih  dapat  menerima  segala  informasi
terutama yang berkaitan dengan cara pengasuhan anak dan menjaga kesehatan anaknya Soetjiningsih, 1995. Menurut Khomsan 2002
ibu  yang  memiliki  pendidikan  lebih  tinggi  akan  lebih  semangat
untuk  mencari  dan  meningkatkan  pengetahuan  serta  keterampilan dalam pengasuhan bayinya.
Pendidikan  pada  satu  sisi  mempunyai  dampak  positif  yaitu ibu  semakin  mengerti  akan  pentingnya  pemeliharaan  kesehatan
termasuk  pemberian  ASI  eksklusif,  tetapi  di  sisi  lain,  pendidikan yang semakin tinggi juga akan berdampak adanya perubahan nilai-
nilai  sosial  seperti  adanya  anggapan  bahwa  menyusui  bayi dianggap  tidak  modern  dan  dapat  menpengaruhi  bentuk  payudara
ibu  Roesli,  2001.  Sedangkan  menurut  Suhardjo  1992,  semakin tinggi  pendidikan  dapat  menimbulkan  kekhawatiran  terhadap
kemungkinan  bayi  menderita  kurang  gizi  tertentu  karena konsentrasinya  dalam  ASI  menurun  jumlahnya  sehingga  ibu
cenderung memberikan makanan tambahan. c.  Pekerjaan Ibu
Bekerja  selalu  dijadikan  alasan  tidak  memberikan  ASI eksklusif  pada  bayi  karena  ibu  meninggalkan  rumah  sehingga
waktu  pemberian  ASI  pun  berkurang.  Akan  tetapi  seharusnya seorang  ibu  yang  bekerja  tetap  dapat  memberi  ASI  eksklusif
kepada bayinya dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan  memerah  ASI,  dan  dukungan  lingkungan  kerja
Soetjiningsih,1997. Menurut  Depkes  RI  2002,  idealnya  memang  setiap  tempat
kerja  yang  memperkerjakan  perempuan  hendaknya  memiliki tempat penitipan anakbayi, serta disediakan waktu untuk menyusui
sewaktu-waktu  selama  bayi  umur  0-6  bulan.  Namun  hal  ini terkadang  tidak  mungkin  dilakukan  oleh  ibu  itu  sendiri  karena
tempat kerja yang jauh. Khomsan  2004  menyatakan  bahwa  konsep  tentang  ASI
eksklusif  sekarang  ini  terasa  sulit  untuk  dilaksanakan  oleh  ibu-ibu bekerja.  Kesibukan  akibat  bekerja  di  luar  rumah  merupakan
penghambat  utama  seorang  ibu  untuk  menyusui  anaknya  lebih baik.  Menurut  Roesli  2001,  ibu  yang  bekerja  masih  dapat
memberikan  ASI  eksklusif  dengan  cara  memerah  ASI  sebelum berangkat ke tempat kerja, dengan demikian bukanlah suatu alasan
bagi ibu untuk tidak menyusui ASI secara eksklusif. Kualitas dan kuantitas ASI tidak berpengaruh dengan kondisi
ibu  bekerja.  Pada  ibu  telah  diajarkan  cara  mempertahankan produksi  ASI  dengan  cara  memompa  ASI  pada  saat  berada  di
tempat  kerja dengan menyusui bayi lebih sering  pada malam hari, ternyata jumlah ibu yang ASI nya masih cukup sampai bayi umur 6
bulan  lebih  sedikit  jika  dibandingkan  dengan  ibu  yang  tidak bekerja, kondisi ini diduga akibat beban fisik ibu karena pekerjaan
sehingga tidak dapat mempertahankan produksi ASI Suradi, 1992 dalam Mulyaningsih, 2010.
d. Pengetahuan Ibu Pengetahuan  dalam  objek  tertentu  seperti  pengetahuan
tentang  ASI,  menurut  Depkes  RI  2004,  ada  beberapa  hal  yang harus diketahui oleh ibu untuk meningkatkan cakupan ASI, yaitu:
  Pengertian ASI eksklusif dan kolostrum.   Manfaat  kolostrum  bagi  kesehatan  bayi,  manfaat  pemberian
ASI, dan manfaat menyusui.   Waktu, yaitu kapan ibu mulai menyusui bayinya, berapa lama,
dan sampai umur berapa.   Cara  menyusui  yang  baik  dan  benar,  menghentikan  bayi
menyusui,  menyendawakan  bayi  setelah  disusui,  meningkatkan produksi ASI, menyimpan ASI dan cara menyapih yang baik.
  Cara mengatasi permasalahan menyusui, antara lain: puting susu datar dan terpendam, lecet dan nyeri, payudara bengkak, saluran
ASI tersumbat,  radang payudara, payudara abses, produksi ASI kurang dan bingung puting.
Pengetahuan,  hambatan  utama  tercapainya  ASI  eksklusif yang  benar  adalah  karena  kurang  sampainya  pengetahuan  yang
benar tentang ASI eksklusif pada para ibu Roesli, 2000. Menurut  hasil  penelitian  Afifah  2007  sebagian  50
subjek  tidak  mengetahui  ASI  eksklusif.  Mereka  umumnya  pernah mendengar  tapi  tidak  mengerti  maksudnya.  Ada  juga  yang  pernah
membaca  buku  KIA  tetapi  lupa.  Pengetahuan  ibu  yang  kurang tentang ASI eksklusif inilah yang terutama menyebabkan gagalnya
pemberian  ASI  eksklusif.  Selama  mereka  tidak  tahu  maka merekapun tidak akan pernah melaksanakannya. Pengetahuan yang
dimiliki  subjek  tentang  ASI  e ksklusif  sebatas  pada  tingkat  ”tahu
bahwa”  sehingga  tidak  begitu  mendalam  dan  tidak  memiliki
keterampilan  untuk  mempraktekkannya.  Jika  pengetahuan  subjek lebih luas dan mempunyai pengalaman tentang ASI eksklusif baik
yang  dialami  sendiri  maupun  dilihat  dari  teman,  tetangga  atau keluarga,
maka subjek
akan lebih
terinspirasi untuk
mempraktekkannya. Hasil  penelitian  Simandjuntak  tahun  2001,  Pengetahuan
responden  tentang  dampak  pemberian  MP-ASI  dini  pada  bayi masih rendah. Hanya sekitar 18 responden  yang berpengetahuan
baik  dan  sekitar  82  pengetahuannya  kurang  baik.  Ini  berarti bahwa  ibu  dengan  pengetahuan  tentang  dampak  pemberian
MP-ASI  dini  pada  bayi  termasuk  kategori  baik,  berpeluang  3,696 kali untuk tidak memberikan MP-ASI dini pada bayinya dibanding
ibu  dengan  pengetahuan  kurang  baik.  Ini  membuktikan  pendapat Notoatmodjo  1993  bahwa  pengetahuan  dalam  hal  ini  tentang
dampak  pemberian  MP-ASI  dini  pada  bayi  merupakan  domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dalam
hal  ini  memberikan  atau  tidak  memberikan  MP-ASI  dini  pada bayi.
Menurut  penelitian  Padang  2007  pengetahuan  tidak berpengaruh  terhadap  pemberian  MP-ASI,  hal  ini  disebabkan
karena  perilaku  ibu  dalam  pemberian  MP-ASI  dipengaruhi  oleh kebiasaan-kebiasaan  yang  terjadi  dalam  pemberian  makanan
kepada  anak  dibawah  6  bulan  yang  sudah  mengakar  secara  turun- temurun.
e.  Sikap Ibu Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang  terhadap  suatu  stimulus  atau  objek.  Manifestasi  sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu  dari  perilaku  yang  tertutup.  Sikap  merupakan  predisposisi tindakan suatu perilaku Notoatmodjo, 2007.
Menurut  hasil  penelitian  Saleh  2011  subjek  umumnya memiliki  kemauan  untuk  memberikan  ASI  terhadap  bayinya.
Namun  para  subjek  mudah  menghentikan  pemberian  ASI  ketika menemui  tantangan.  Pengetahuan  tentang  ASI  eksklusif  serta
motivasi  pemberian  ASI  eksklusif  yang  kurang,  mempengaruhi sikap  ibu  yang  diakibatkan  oleh  masih  melekatnya  pengetahuan
budaya  lokal  tentang  pemberian  makan  pada  bayi.  Perilaku menyusui  yang  kurang  mendukung  diantaranya  membuang
kolostrum  karena  dianggap  tidak  bersih  dan  kotor,  pemberian makananminuman  sebelum  ASI  keluar  prelakteal,  serta
kurangnya  rasa  percaya  diri  subjek  bahwa  ASI  tidak  cukup  untuk bayinya.
Sikap gizi ibu, khususnya tentang ASI eksklusif, di perdesaan lebih  rendah  dibandingkan  perkotaan.  Hal  ini  terlihat  dari
persentase  ibu  yang  memiliki  sikap  dengan  kategori  sedang mendominasi di perdesaan, sedangkan di perkotaan sebagian besar
ibu  memiliki  sikap  dengan  kategori  tinggi,  baik  di  perdesaan maupun perkotaan, sebagian besar ibu setuju bahwa kolostrum baik
untuk kesehatan bayi. Persentase lebih besar ditemukan pada ibu di perkotaan  yang  mencapai  93.5,  sedangkan  di  perdesaan  hanya
mencapai  77.4.  Sebagian  besar  71  ibu  di  perdesaan  masih setuju  bahwa  makanan  prelakteal  seperti  madu  dan  air  putih
penting  untuk  diberikan  pada  bayi  yang  baru  lahir  Rachmadewi, 2009.
Status  kesehatan  di  pengaruhi  oleh  beberapa  faktor diantaranya  adalah  sikap  seseorang  suatu  penyakit.  Sikap  dapat
digunakan  untuk  memprediksikan  tingkah  laku  apa  yang  mungkin terjadi.  Dengan  demikian  sikap  dapat  diartikan  sebagai  suatu
predisposisi  tingkah  laku  yang  akan  tampak  aktual  apabila kesempatan  untuk  mengatakan  terbuka  luas  Azwar,  2005  dalam
Anggraeni, 2012. Penelitian  Fikawati  dan  Syafiq  2009  menyatakan  bahwa
hampir  seluruh  ibu  bersikap  setuju  terhadap  pemberian  ASI eksklusif 6 bulan. Bahkan informan  yang tidak ASI eksklusif juga
setuju terhadap pemberian ASI eksklusif. Berbeda  dengan  penelitian  Candriasih  2010  dalam
Anggraeni  2012  yang  menunjukkan  bahwa  tidak  ada  hubungan antara  sikap  dengan  pemberian  ASI  eksklusif.  Penelitian  ini
menemukan  ibu  yang  mempunyai  sikap  baik  pada  pemberian  ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan lebih banyak dibanding dengan
yang  tidak  baik.  Hasil  analisis  menunjukkan  bahwa  tidak  ada hubungan  yang  bermakna  antara  sikap  dengan  pemberian  ASI
eksklusif. Hal ini disebabkan karena masih ada ibu dan keluarganya yang  percaya  bahwa    pemberian  makanan  tambahan  selain  ASI
dapat  diberikan  sedini  mungkin  sehingga  bayi  cepat  besar  tanpa mengetahui  efek  dari  pemberian  makanan  selain  ASI  pada  bayi
usia di bawah 6 bulan.
2.3.3 Hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik ibu