Gambaran persepsi informan mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif

diatasi dengan baik seperti jumlah sasaran terlalu banyak yang memungkinkan saling berbincang ikut mempengaruhi dalam komunikasi.

6.4 Gambaran persepsi informan mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif

Berdasarkan hasil wawancara peneliti berasumsi bahwa persepsi manfaat yang terbentuk pada informan utama adalah persepsi manfaat pemberian ASI, hal ini disimpulkan dari praktek pemberian makanan pendamping ASI dini, informan masih memberikan ASInya ketika pemberian makanan tersebut. Sehingga dapat diketahui juga persepsi informan mengenai ASI eksklusif masih rendah. Seharusnya apabila informan mengetahui manfaat ASI eksklusif maka praktek pemberian makanan pendamping ASI dini tidak dilakukan, mengingat manfaat ASI eksklusif berhubungan langsung dengan pengetahuan informan mengenai ASI eksklusif. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian informan utama memiliki pengetahuan yang salah mengenai pemberian ASI eksklusif, informan menyebutkan bahwa ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan sampai 2 tahun, ASI lebih baik dibandingkan dengan susu, dan pemberian ASI tidak repot. Hasil wawancara ini juga sejalan dengan hasil penelitian Yulianah, dkk 2013, menunjukkan bahwa sebagian besar responden 64,4 memiliki pengetahuan ASI eksklusif dalam kategori kurang dan tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan pemberian ASI eksklusif. Rendahnya pengetahuan responden diduga disebabkan antara lain kurangnya informasi, kurang jelasnya informasi, dan kurangnya kemampuan responden untuk memahami informasi yang diterima. Penelitian yang dilakukan Afifah 2007 menemukan bahwa pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Rendahnya pengetahuan para ibu tentang ASI eksklusif, pada saat yang sama mereka memiliki pengetahuan budaya lokal berupa ideologi makanan untuk bayi. Pengetahuan budaya lokal ini dapat disebut penghambat bagi praktik pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan yang rendah tentang ASI eksklusif karena tidak memperoleh penyuluhan intensif saat pemeriksaan kehamilan tentang manfaat dan tujuan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yulfira, 2007 dalam Igo, 2009 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai pengetahuan yang baik tentang menyusui, akan tetapi pengetahuan ibu tentang pemberian ASI secara eksklusif masih sangat rendah. Begitu juga dengan perilaku pemberian ASI secara eksklusif, pada umumnya mereka tidak dapat memberikan ASI secara eksklusif. Hal tersebut disebabkan karena masih banyaknya persepsi yang salah di masyarakat terkait dengan pemberian ASI, sehingga hal itu menjadi beban tersendiri bagi ibu menyusui dan proses menyusui menjadi terganggu. Hasil penelitian Hannon tahun 2000 di Amerika Serikat menemukan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi keputusan ibu dalam pemberian makanan dan praktek pemberian ASI, yang meliputi: 1 persepsi ibu mengenai manfaat ASI, 2 persepsi ibu mengenai kesulitan menyusui, dan 3 pengaruh dari orang lain public exposure. Adapun kesulitan menyusui yang dimaksud adalah tekanan pihak luar yang menghambat pemberian ASI dan rasa tidak nyaman secara fisik akibat menyusui. Maka informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklusif perlu lebih ditingkatkan, menurut hasil penelitian Journal of Human Nutrition Diet, Stewart, dkk 2003 menjelaskan bahwa masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif penyebabnya diduga karena masih lemahnya informasi seputar manfaat pemberian ASI dan dukungan sosial dari lingkungan masyarakat sekitar terhadap praktek menyusui selain kondisi demografis dan ekonomis. Upaya memberikan penyuluhan mengenai informasi ASI eksklusif tidak hanya kepada ibu hamil, tetapi harus kepada keluarga dan masyarakat- masyarakat umum agar ikut dukungan ibu memberikan ASI eksklusif. Informasi pemberian ASI eksklusif harus bisa menekan semua aspek jenis promosi apapun yang berkaitan dengan keputusan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dini. Informasi mengenai ASI eksklusif akan meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Menurut Azis 1995 pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh dari pihak luar diri subjek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara bertanya kepada orang lain, pengalaman sendiri, mendengarkan cerita orang atau melalui media massa. Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding menyusui berpengaruh kuat terhadap awal dan periode menyusui. Ibu yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui sebelum melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. 6.5 Gambaran persepsi informan mengenai kendala dan kepercayaan diri ibu dalam pemberian ASI eksklusif Hasil wawancara mengungkapkan bahwa hampir semua informan utama tidak merasakan ada kendala ketika pemberian ASI. Ungkapan tersebut selaras dengan kepercayaan diri yang baik untuk memberikan ASI kepada anaknya, meskipun praktek pemberian makanan pendamping ASI dini juga diberikan informan. Hasil wawancara juga menyebutkan bahwa ada 3 kondisi kendala yang dialami informan utama untuk memberikan ASInya yaitu ibu bekerja, merasa ASInya kurang dan kendala menyusui seperti adanya luka ketika menyusui. Sediaoetomo,1996 dalam Zai, 2003 mengemukakan bahwa alasan ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif tidak dapat dibenarkan. Karena hal tersebut dapat diatur dengan menitipkan anak dekat tempat kerja atau jika tempat kerja tidak terlalu jauh, ibu dapat pulang sewaktu-waktu untuk menyusui anaknya. Roesli 2001 juga berpendapat bahwa alasan ibu bekerja adalah tidak benar. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif. Ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif dengan cara memerah ASInya sehari sebelum ibu pergi dan ASI perah dapat tahan disimpan selama 24 jam di dalam termos es yang diberi es batu. Menurut Bobak 2004, apabila seorang ibu kembali bekerja, ia perlu memompa payudaranya saat ia tidak bersama bayinya. Air susu ibu dapat dikeluarkan dengan tangan mengeluarkan air susu secara manual atau dengan bantuan pompa payudara. Proses ini akan lebih mudah jika ibu rileks. Ibu mungkin ingin minum cairan sebelum mengeluarkan air susu. Air susu yang dihasilkan dapat diberikan kepada bayi dengan memakai botol atau dapat disimpan atau dibekukan di dalam lemari es. Apabila air susu harus dibawa dalam perjalanan, air susu ini harus diusahakan tetap dingin. Air susu ibu dapat disimpan dengan aman di dalam lemari es selama 24 sampai 48 jam. Apabila tidak dipakai dalam 48 jam maka air susu ini harus dibekukan segera setelah dikeluarkan. Air susu ibu boleh dibekukan selama 6 bulan. Untuk mencairkannya, tabung tempat penyimpanan harus diletakkan di dalam air kran yang hangat. Air susu yang sudah dicairkan ini harus segera dipakai. Air susu ini tidak boleh dibekukan ulang, jangan menggunakan microwave untuk mencairkan air susu yang beku atau untuk menghangatkan ASI Worthington-Roberts, 1993 dalam Bobak, 2004. Microwave dapat menimbulkan titik panas, yang dapat menyebabkan mulut dan tenggorokan bayi terbakar panas. Alasan lainnya seperti bayi menangis terus dan ASI kurang, juga bukan alasan yang benar. Roesli 2001 menyatakan bahwa dari 100 ibu yang mengatakan ASInya kurang sebenarnya hanya 2 ibu yang ASInya betul-betul kurang. 98 orang lainnya mempunyai ASI yang cukup, hanya kurang dapat menata laktasi ASI dengan benar. Demikian halnya dengan alasan BB turun bukan merupakan alasan yang benar karena jika produksi ASI cukup, maka pertumbuhan bayi untuk 4-5 bulan pertama akan menjadi 2 kali lipat dari pada BB lahir. BB turun diduga berhubungan juga dengan manajemen laktasi yang belum benar. Bayi sakit perut juga merupakan alasan yang salah karena justru ASI mengandung substansi anti infeksi yang melindungi bayi terhadap penyakit infeksi terutama bila kebersihan lingkungannya tidak baik Pudjiadi, 2000. Kalaupun produksi ASI kurang, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk berhenti menyusui. Jika semakin sering menyusui maka dapat merangsang produksi ASI. Umumnya, ibu memerlukan waktu sekitar 1 minggu untuk mengembalikannya pada kondisi normal, yang dalam hal ini produksi ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Demikian pula dengan gangguan yang muncul saat menyusui, bukanlah alasan untuk menghentikan ASI. Gangguan tersebut umumnya berupa puting lecet atau nyeri dan terkait dengan posisi menyusui yang keliru. Jika puting lecet maka ibu dapat menggunakan krim guna menghilangkan lecet tersebut Yuliarti, 2010. Pemberian susu formula merupakan alternatif pemberian susu yang berhasil pada beberapa keadaan tertentu, termasuk keadaan-keadaan berikut, keluarga memutuskan untuk tidak menyusui bayi atau ibu tidak mampu menyusui karena suatu penyakit atau anomali, jadwal ibu tidak memungkinkannya menyusui bayinya, formula khusus dibutuhkan karena bayi alergi atau memerlukan suatu makanan tertentu, memberi tambahan makanan bagi bayi yang ibunya kadang-kadang tidak dapat menyusui, melengkapi ASI jika produksi susu ibu tidak mencukupi, bayi adopsi. Pemberian susu formula harus menjadi pilihan jika ibu mengidap infeksi aktif, seperti tuberkulosis, lesi sifilis, pada payudara atau acquired immunodeficiency syndrome AIDS Bobak, 2004. Menurut hasil penelitian Zai, 2003 alasan-alasan yang diberikan oleh ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif itu menunjukkan bahwa informasi khusus tentang ASI tidak pernah diperoleh. Hal ini dibuktikan oleh persentase contoh yang tidak tepat menjawab pertanyaan tentang lamanya pemberian ASI saja kepada bayi, yaitu sebanyak 62,2. Pemberian ASI non eksklusif ini juga diduga berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. Hal yang menarik juga terjadi pada para ibu yang sebenarnya mindset awalnya ASI, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 38,2 responden yang mindset awalnya akan menyusui ASI, namun akhirnya gagal memberikan ASI selama dua bulan, penyebabnya adalah ASI keluar setelah beberapa hari, dan sebagian ada yang bayinya tidak mau menyusu serta rewel saja sehingga pemberian susu formula menjadi alternatifnya Hikmawati, 2008. Banyak kepercayaan dan sikap yang tidak berdasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat pada ibu tidak melakukan pemberian ASI eksklusif kepada bayi-bayi mereka dalam periode 6 bulan pertama. Alasan umum mengapa mereka tidak memberikan ASI eksklusif, meliputi rasa takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup danatau memiliki mutu yang jelek, keterlambatan memulai pemberian ASI dan praktik membuang kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, kepercayaan yang keliru bahwa mereka haus dan memerlukan cairan tambahan, kekurangan dukungan dari pelayanan kesehatan, dan pemasaran susu formula pengganti ASI Gibney, 2009. Beberapa kendala ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi baik. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya Kemenkes RI, 2012. Ketidakcukupan suplai ASI merupakan persepsi ibu terhadap kuantitas dan kualitas ASI-nya tidak dapat memenuhi kebutuhan bayinya, melibatkan beberapa faktor seperti kepercayaan diri ibu, dukungan suami, kesehatan maternal, dukungan mertua, berat badan bayi lahir, perilaku bayi, makanan padat, dan susu formula Worthington, 2000 dan WHO, 2004. Namun, hal ini berbeda dengan apa yang disampaikan informan utama terhadap dukungan yang diberikan keluarga terdekat. Pemberian makanan pendamping ASI dini didukung kuat oleh keluarga terdekat informan utama yang dilihat dari kondisi bayi yang rewel, menangis setelah disusui, sehingga peluang untuk ibu memberikan makanan pendamping ASI dini sangat besar. Disamping itu juga pengetahuan ibu terhadap produksi ASI belum banyak diketahui hal ini yang membuat ibu dengan mudah memberikan makanan pendamping ASI dini. Sebenarnya produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan ibu. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya Moehji, 1988. Dalam menyusui, seorang ibu tentu akan banyak menghadapi masalah. Meskipun ia sudah berpengalaman sekalipun, dalam hal menyusui, kemungkinan timbulnya masalah tetap besar. Tentunya masalah timbul itu akan membuat proses menyusui menjadi tidak lancar. Masalah menyusui dapat diatasi dengan tepat agar ibu bisa memberikan ASI secara eksklusif. Pemberian ASI eksklusif merupakan suatu investasi yang tidak bisa tergantikan dalam menentukan kesehatan dan kecerdasan anak. Generasi sehat berkualitas akan tercapai jika ASI sebagai gizi utama yang diperlukan anak dalam dua tahun periode awal kehidupannya diberikan sampai dilakukan penyapihan. Seribu hari pertama yaitu terhitung sejak bayi dalam kandungan 40 minggu hingga dua tahun pertama menjadi penentu kualitas Sumber Daya Manusia SDM bangsa kita Permatasari, 2012. Kunci utama keberhasilan pemberian ASI eksklusif yaitu membangun kepercayaan diri dan motivasi ibu selama menyusui, mendukung ibu dalam pengambilan keputusan untuk memberikan ASI eksklusif. Hasil ini akan lebih optimal jika suami dan keluarga terdekat ibu lainnya yaitu orangtua dan anggota keluarga lainnya ikut mendukung dan berperan aktif untuk bekerjasama melaksanakan tugas utamanya memberikan ASI eksklusif Permatasari, 2012.

6.6 Gambaran faktor eksternal mengenai pemberian makanan pendamping ASI dini

Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Makanan Pendamping ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2014

1 57 81

Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

2 12 146

Pengalaman Ibu Primipara dalam Memberikan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kembangan Utara Jakarta Barat

0 3 141

Gambaran Kebutuhan Pengetahuan Ibu Hamil Terkait Asi Eksklusif Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012

1 18 183

Gambaran Pelaksanaan Konseling Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Wilayah Jakarta Tahun 2012

2 30 126

Pengaruh media leaflet terhadap perubahan pengetahuan dan intensi ASI eksklusif pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2013

5 30 123

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JUWIRING KLATEN

0 2 9

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 3 15

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 1 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI PADA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Juwiring Klaten.

0 2 19