15 Kecamatan yang tetap dipertahankan keberadaannya adalah:
a. Kecamatan Silima Pungga-pungga
b. Kecamatan Siempat Nempu
d. Pasca Agresi Militer II
Setelah situasi dan kondisi politik kembali normal dari pergolakan agresi militer dengan adanya pengakuan kedaulatan, maka sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu undang-undang pokok tentang pemerintahan daerah yang sebenarnya telah berlaku sejak diumumkan tanggal 10
Juni 1948, maka semua kabupaten yang dibentuk pada masa agresi militer I dan II Harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1
Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung.
Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka tokoh-tokoh masyarakat Dairi terus berjuang
dalam satu tekat meminta kepada pemerintah pusat melalui pemerintahan provinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah otonom Tingkat II Dairi dapat
segera disetujui berdasarkan undang-undang.
e. Masa Pemberontakan PRRI
Kemudian peristiwa penting terjadi pada tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara
Sidikalang Dairi dengan Tarutung sebagai ibu kota Tapanuli Utara, sehingga kegiatan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan hampir vakum. Atas kondisi
rawan tersebut untuk menjaga kevakuman pemerintahan oleh gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan suratnya Nomor 656UPS1958 Tanggal 28
Universitas Sumatera Utara
16 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan
menetapkan daerah Dairi menjadi wilayah administratif yaitu: Coordinator Schaap
, yang secara langsung berurusan dengan Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Coordinator Schaap pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan
adalah Nasib Nasition Pati pada kantor gubernur Sumatera Utara, dan tidak begitu lama diangkatlah Djauli Manik sebagai Coordinator Schaap pemerintahan
Dairi.
f. Perjuangan Pembentukan Kabupaten Dairi
Sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan daerahnya sebagai kabupaten yang otonom tetap tumbuh berkembang dengan
mengutus pertama kali tokoh masyarakat menyampaikan hasrat yang dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964
dan saat itu tokoh masyarakat, Mangantar Dairi Solin dan kawan-kawan diutus dan berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkannya di departemen dalam negeri.
Akhirnya pertimbangan persetujuan pembentukan daerah otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh pemerintahan pusat. Menteri Dalam Negeri saat itu Bapak
Sanusi Harjadinata yang pada tahun itu menyetujui daerah Tingkat II Dairi menjadi daerah otonom kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.
A. Berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Pada masa berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, maka telah ditetapkan dalam pasal 75
bahwa pembentukan, nama, batasan, sebutan, dan ibu kota wilayah administratif termasuk kecamatan diatur dengan peraturan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
17
B. Berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
Setelah pembentukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, maka sesuai ketentuan pasal 66 ayat 6 bahwa pembentukan
kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam memedomani keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun
2000 tentang pedoman pembentukan maka aspirasi masyarakat memekarkan Kecamatan Silima Pungga-pungga, dan Kecamatan Salak dibentuklah 2dua
Kecamatan baru yaitu Kecamatan Lae Parira dan Kecamatan Urang Jehe. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 5
Tahun 2002 tentang pembentukan Kecamatan Berampu dan Kecamatan Gunung Sitember.
C. Pemekaran Kabupaten Dairi
Berdasarkan uraian singkat pembentukan, pembangunan, dan perkembang wilayah pemerintahan di Kabupaten Dairi sejak kemerdekaan tersebut di atas,
maka fenomena pemerintahan yang cukup menarik untuk dipertahankan Epron 2003 adalah:
Keterlambatan pengembangan daerah Dairi yang menurut literature sejarah, wilayah dahulu cukup luas dan pernah jaya di masa lalu. Asumsi
awal yang dapat dibuktikan adalah tingkat penyebaran penduduk masyarakat asli PakpakDairi ditinjau dari segi letak geografis wilayah
serta interaksi sosial, sistem kekerabatan, adat, budaya, dan bahasa daerah sangat dekat dengan mayoritas masyarkat yang ada di beberapa daerah
lainnya seperti: Parlilitan, Manduamas, Barus, Gayo, Alas, dan Aceh Singkil, tetapi terpisah berdasarkan pembagian daerah otonom atau
wilayah administrasi pemerintahan.
Keterlambatan pembentukan dan pembangunan wilayah pemerintahan, khususnya pada wilayah eks kewedanaan Simsim, wilayah Silalahi Paropo
dan gunung Sitember maupun eks wilayah Sitellu Nempu.
Universitas Sumatera Utara
18 Pada kenyataan bahwa sejak tahun 1947, wilayah eks kewedanaan Simsim
atau dikenal dengan sebutan Onder District Van Simsim pada masa penjajahan Belanda dahulu yakni kecamatan Salak dan kecamatan Kerajaan, setelah 53
tahun terbentuknya Kabupeten Dairi yang dapat dimekarkan hanya kecamatan Salak pada tahun 2000. Dengan mempedomani ketentuan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 dan keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 2000 tentang pedoman pembentukan kecamatan, maka dibentuk kecamatan Sitellu Tali
Urang Jahe berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Dairi Nomor 33 Tahun 2000 sebagai hasil dari pemekaran kecamatan Salak dan diresmikan secara defenitip
oleh Bupati Dairi, Dr. Master Parulian Tumanggor pada hari kamis tanggal 15 Februari 2001 di Sebande ibu kota kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe
Ketertinggalan pembangunan selama ini pada eks kewedanaan Simsim pada hakikatnya sangat dipengaruhi keterlambatan pembentukan dan
pengembangan wilayah mengingat kondisi politik, sistem pemerintahan, dan pembangunan daerah saat itu, maupun ketentuan perundang-undangan yang
mengatur pembentukan kecamatan dan pembentukan daerah otonom kabupaten sangat sulit dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 dan kondisi ini jauh diasumsikan mengilhami semangat pemekaran Kabupaten Dairi, khususnya wilayah Simsim dan sekitarnya, dengan
mengusulkan pembentukan Kabupaten Pakpak Barat. Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 9 Tahun 2003 tentang
pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Humbang hasundutan di Provinsi Sumatera Utara Lemabaran Negara RI Tahun
Universitas Sumatera Utara
19 2003 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4227, maka telah
ditetapkan wilayah Kabupaten Pakpak Barat terdiri atas 3tiga kecamatan yaitu: 1.
Kecamatan SitelluTali Urang Jehe, 2.
Kecamatan Kerajaan, dan 3.
Kecamatan Salak
1.7. Sejarah