Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Anggapan Dasar Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

4

1.2 Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Seberapa besar tingkat kesamaan antara kosa kata dasar bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi sebagai dasar kekerabatan. b. Kapan kira-kira masa pisah bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi c. Berapa tahun prediksi usia bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui prosentase kata kerabat antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi b. Mengetahui masa pisah antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi c. Mengetahui prediksi usia kedua bahasa.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memperkaya khasanah pengetahuan mengenai kajian leksikostatistik terhadap bahasa yang diharapkan berdaya guna bagi para pembaca. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 5 a. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi para peneliti lanjutan. b. Sebagai motivator untuk meningkatkan kegiatan penelitian bahasa- bahasa daerah yang ada di nusantara. c. Untuk melengkapi khasanah pustaka bahasa dan sastra daerah, khususnya di Perpustakaan Departemen Sastra Daerah. d. Dapat dijadikan sumber informasi tentang linguistik daerah di nusantara. e. Bagi peneliti sendiri, menambah wawasan tentang kajian leksikostatistik bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi serta untuk melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.5 Anggapan Dasar

Adapun anggapan dasar penulis simpulkan adalah, kedua bahasa yakni bahasa Batak Toba dengan bahasa Pakpak Dairi benar-benar berkerabat. Kekerabatan ini perlu diteliti secara komparatif. ”

1.6. Sejarah Singkat Kabupaten Pakpak Dairi I. Sebelum Penjajahan Belanda

Pemerintahan di daerah Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan wilayahdaerah otonom, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-raja Adat. Universitas Sumatera Utara 6 Pemerintahan pada masa itu dikendalikan oleh raja ekutentakal aursuak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap sebagai kepala pemerintahan. Adapun struktur pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut: a. Raja ekuten, sebagai pemimpin suatu wilayah suak atau yang terdiri dari beberapa sukukutakampung. Raja ekuten disebut juga takal aur, yang merupakan kepala negeri. b. Pertaki, sebagai pemimpin satu kuta atau kampung, setingkat di bawah Raja ekuten. c. Sulang Silima, sebagai pembantu Pertaki pada setiap kuta kampung Menurut berbagai literatur sejarah bahwa wilayah Dairi dahulu sangat luas dan pernah jaya di masa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan tersebut di atas, maka wilayah Dairi dibagi lima wilayahsuak atau aur yaitu: 1. SuakAur SIMSIM, meliputi wilayah: Salak, Kerajaan, Siempat Rube, Sitellu Tali Urang Jehe, Sitellu Tali Urang Julu, dan Manik. 2. SuakAur PEGAGAN dan Karo Kampung, meliputi wilayah : Silalahi, Poropo, Tongging, Pegagan Jehe, dan Tanah Pinem. 3. SuakAur KEPPAS, meliputi wilayah: Sitellu Nempu, Siempat Nempu, Silima Pungga-pungga, Lae Luhung, dan Parbuluan. 4. SuakAur BOANG, meliputi wilayah: Simpang kanan, Simpang kiri, Lipat Kajang, Elenggen, Gelombang, Runding, dan Singkil saat ini wilayah Aceh. 5. SuakAur SIENEM KODENKLASEN, meliputi wilayah: Sienem Koden, Manduamas, dan Barus. Universitas Sumatera Utara 7

II. Masa Penjajahan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera , maka nilai-nilai, pola, dan struktur pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan mengacu pada sistem dan pembagian wilayah kerajaan Belanda, maka Dairi saat itu ditetapkan sebagai suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk pribumibumi putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen. Selama penjajahan Belanda inilah daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, karena politik penjajahan kolonial Belanda yang membatasi serta menutupi hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu: 1. Tongging, menjadi wilayah Tanah Karo 2. Manduamas dan Barus, menjadi wilayah Tapanuli Tengah 3. Sienem Koden Parlilitan, menjadi wilayah Tapanuli Utara 4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang, Runding, dan Singkil menjadi wilayah Aceh. Setelah kolonial Belanda menguasai daerah Dairi, maka untuk kelancaran pemerintahan Hindia membagi Onder Afdeling Dairi menjadi tiga Onder Distric, yaitu: 1. Onder Distric Van Pakpak, meliputi tujuh kenegerian yakni: Kenegerian Sitellu Nempu Kenegerian Siempat Nempu Hulu Kenegerian Siempat Nempu Kenegerian Silima Pungga-pungga Universitas Sumatera Utara 8 Kenegerian Pegagan Hulu Kenegerian Parbuluan Kenegerian Silalahi Paropo 2. Onder Distric Van Simsim, meliputi enam kenegerian yakni: Kenegerian Kerajaan Kenegerian Siempat Rube Kenegerian Mahala Manjanggut Kenegerian Setellu Tali Urang Jehe Kenegerian Salak Kenegerian Ulu Merah dan Salak Pananggalan 3. Onder Distric Van Karo Kampung, meliputi lima kenegerian yakni: 3.1. Kenegerian Lingga Tigalingga 3.2. KenegerianTanah Pinem 3.3. Kenegerian Pegagan Hilir 3.4. Kenegerian Juhar Kedupan Manik 3.5. Kenegerian Lau Juhar

III. Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang

Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan Bala Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga bagian yaitu: 1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Jakarta; Universitas Sumatera Utara 9 2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan angkatan darat yang berkedudukan di Bukit Tinggi; 3. Daerah-daerah selebihan berada di bawah kekuasaan angkatan laut, yang berkedudukan di Makasar. Pada masa itu pemerintahan Militerisme Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti, dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan militer sekutu. Pada masa pemerintahan Jepang, pada dasarnya tidak terdapat perubahan prinsipil dalam susunan pemerintahan di Dairi. Karena tidak mengubah susunanstruktur pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti nama jabatan, antara lain yaitu: a. Demang diganti menjadi GUNTYO b. Asisten Demang diganti menjadi HUKU GUNTY c. Kepala Negeri diganti menjadi BUN DANTYO d. Kepala Kampung diganti menjadi KUNTYO

IV. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Setelah kemerdekaan diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, sehingga sebelum undang-undang tersebut dibentuk, oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 delapan provinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur. Universitas Sumatera Utara 10 Daerah provinsi dibagi dalam keresidenan yang dikepalai oleh seorang residen. Gubernur dan residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah.

a. Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Sesuai dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 tahun 1945, maka di Dairi dibentuklah Komite Nasional Daerah untuk mengatur pemerintahan dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan sebagai berikut: Ketua Umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang Ketua I : Djauli Manik Ketua II : Noeh hasibuan Ketua III : Raja Elias Ujung Sekretaris I : Tengku Lahuami Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin Bendahara I : Mula Batubara Bendahara II : St. Stepanus Sianturi Menghadapi agresi I dan II dari Belanda pemerintahan dari kabupaten membentuk S3 satuan batalyon termasuk didalam satuan-satuan Kompi, Pleton, dan Regu-regu dibantu Pertahanan Rakyat Sementara PRS. Selama oprasi II bahwa pertahanan Dairi tidak dapat bertahan, baik di Kuta Buluh maupun di Sumbul sehingga tanggal 25 Desember 1948 kota Sidikalang diduduki oleh Belanda menyebabkan Bupati Dairi dan Staf mundur ke Karing dan Sidiangkat. Setelah itu Belanda dengan gencar melakukan penyerangan ke kecamatan dan desa, berusaha menangkap Bupati Dairi dan Staf maupun kepala kepolisian. Di samping itu rakyat juga sudah mengungsi berpencar ke gunung-gunung Desa. Universitas Sumatera Utara 11 Dengan rumusan rapat oleh Kepala pemerintahan, Kepala kepolisian, dan Staf di Gunung Tire Pandan yang diikuti Komandan Sektor III VII tanggal 11 Januari 1949 ditetapkan : 1. Pemerintahan RI terus berjalan dipertahankan 2. Pemerintahan harus di Militeliser 3. G.B Pinem diangkat menjadi kepala pemerintahan militer Kabupaten Dairi dengan SK Komandan Sektor III tanggal 1 Januari 2949 Nomor IM1949. 4. Dengan SK Komandan Sektor III Tanggal 8 Januari 1949 Nomor IIPMmulai Sebayang diangkat menjadi Kepala kepolisian Kabupaten Dairi. 5. Kecamatan di mekarkan dari 6 enam kecamatan menjadi 8 delapan kecamatan. Setelah beberapa minggu kemudian di Puri tanggal 8 Januari 1949 dilakukan konfrensi di Lau Parimbon diikuti unsur-unsur pemerintahan, para pejabat-pejabat dengan menghasilkan keputusan sebagai berikut: a. Pemerintahan di Dairi mendapat pesetujuan menjadi pemerintahan militer b. Menyetujui pemekaran kecamatan dan kenegerian c. Menyetujui pembentukan Polisi pemerintahan militer Setelah menjelang empat bulan berjalan pemerintahan militer Kabupaten Dairi, oleh residen Tapanuli dengan Surat Keputusan Nomor 4573BM tanggal 6 April 1949 diangkat K.M. Maha selaku Bupati Dairi sebelum wedana kewedanaan Simsim . Universitas Sumatera Utara 12 Bulan maret 1950 gubernur provinsi TapanuliSumatera Timur Selatan menetapkan bahwa Kabupaten-kabupaten administratif dibubarkan Kabupaten Dairi di kembalikan ke daerah Hukum Tapanuli Utara. Dengan SK Komandan Sektor III VII tanggal 28 1949 Nomor SUIII337; ditetapkan susunan Kehakiman Tentara yang diketua Mayor Selamat Ginting. Setelah terbentuknya pemerintahan militer Kabupaten Dairi yang dipimpin G.B. Pinem dengan sekretaris Bontasius Simangunsong dengan pengatur usaha J.S. Meliala, juru usaha Mantas Tarigan, dan staf Hanjah Nababan.

b. Masa Agresi Militer I.