Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan

(1)

SKRIPSI

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA PT JAMSOSTEK

(PERSERO) KANWIL I MEDAN

OLEH

WIDANNY MANIK 080502083

PROGRAM STUDI STRATA-I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA PT JAMSOSTEK

(PERSERO) KANWIL I MEDAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif. Pengujian hipotesis dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan dan yang dijadikan sebagai sampel adalah seluruh karyawan yang berjumlah 32 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional dan iklim organisasi berpengaruh secara serempak terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Secara parsial variabel gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, sedangkan variabel iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

Kata Kunci : Semangat Kerja, Gaya Kepemimpinan Transaksional, Iklim Organisasi.


(3)

INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND ORGANIZATION CLIMATE ON WORK SPIRIT IN PT JAMSOSTEK (PERSERO)

KANWIL I MEDAN

This study aims to determine and analyze the influence of leadership style and organizational climate on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

The research methodology used is associative research. Testing the hypothesis by using a multiple linear regression analysis. The population in this study were employees of PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan and used as the sample is all employees, amounting to 32 people.

The results show that transactional leadership style and organizational climate influence simultaneously on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Partially transactional leadership style variables have negative and significant impact on work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, while the organizational climate variables have a positive and significant impact on the work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Keywords: Work Spirit, Transactional Leadership Style, Climate Organization


(4)

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus sang Juru Selamat karena atas berkat dan anugerahnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini ku persembahkan kepada orang tua ku tercinta Ayahanda S. Manik dan Ibunda L. Manalu yang senantiasa menyayangi dan memberikan dukungan terbaiknya kepada peneliti.

Pada kesempatan ini pula peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi., selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistiya Rini, SE., Msi., selaku Ketua Program Studi Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Dra. Lucy Anna, MSi., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Dr. Elisabeth Siahaan, SE., MEc., selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan ibu Dosen dan Pegawai Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi ini.

8. Seluruh karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, terkhusus kepada bang Armada, kak Rahmi, dan kak Dedek, terimakasih untuk semua saran dan masukannya.

9. Semua teman-temanku, Fera, Uthyn, Tetty, Desi, Dodo, Josri, Uen, Arga, Sumandi, Wildy, Marthin, Ade, Thomson, Fery, dan teman-teman lainnya di Manajemen stambuk 2008. Terima kasih atas dukungannya dan suka duka dalam melewati perkuliahan dan pergumulan dalam penyusunan tugas akhir selama ini.

10. Saudara-saudara seperjuanganku di GMKI FE USU, terkhusus buat pengurus masa bakti 2009-2010 dan 2010-2011, Anggota GMKI FE USU Maper 2008 dan 2007 khususnya bang Manumpan, bang Patar, bang Monang, dan Rina terimakasih atas dukungan dan bantuannya saudara- saudaraku.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Ut Omnes Unum Sint Syalom.

Medan, Agustus 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ……….. vii

DAFTAR GAMBAR ………. viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis ... 9

2.1.1 Gaya Kepemimpinan ... 9

2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan ... 9

2.1.1.2 Pola Dasar Kepemimpinan... 11

2.1.1.3 Teori Kepemimpinan ... 13

2.1.2.4 Definisi Gaya Kepemimpinan ... 15

2.1.1.5 Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 18

2.1.2 Iklim Organisasi ... 22

2.1.2.1 Pengertian Iklim Organisasi ... 22

2.1.2.2 Sifat Iklim Organisasi ... 24

2.1.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi ... 25

2.1.2.4 Dimensi-Dimensi Iklim Organisasi ... 25

2.1.3 Semangat Kerja ... 27

2.1.3.1 Pengertian Semangat Kerja ... 27

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja ... 29

2.2 Penelitian Terdahulu ... 32

2.3 Kerangka Konseptual ... 34

2.4 Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37


(7)

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 38

3.5 Skala Pengukuruan Variabel ... . 39

3.6 Populasi dan Sampel ... 40

3.7 Jenis Data ... 40

3.8 Metode Pengumpulan Data ... . 41

3.9 Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 41

3.10 Teknik Analisis ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ……….. 48

4.1.1 Sejarah PT Jamsostek (Persero) ... 48

4.1.2 Visi, Misi, Filosofi, dan Nilai- Nilai Perusahaan ... 50

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... 52

4.2 Teknik Analisis ... 53

4.2.1 Metode Analisis Deskriptif Penelitian ... 53

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 63

4.2.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 68

4.2.4 Uji Hipotesis ... 70

4.3 Pembahasan ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………... 79

5.2 Saran ………. 80

DAFTAR PUSTAKA ... . 81


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Rekapitulasi Absensi Karyawan Bulan Januari-Mei 2012 ... 7

3.1 Operasionalisasi Variabel ... 39

3.2 Instrumen Skala Likert ... 40

3.3 Uji Validitas ... 54

3.4 Uji Reliabilitas ... 56

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 54

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 55

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 56

4.5 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 57

4.6 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Iklim Orgnisasi... 59

4.7 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Semangat Kerja ... 61

4.8 Uji Kolmogorov Smirnov ... 66

4.9 Coefficients ... 68

4.10 Variables Entered ... 68

4.11 Coefficients ... 69

4.12 Hasil Uji-t ... 71

4.13 Hasil Uji-F ... 72


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 36

4.1 Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) ... 52

4.2 Histogram ... 64

4.3 Normal P-P Plot Regression Standardized Residual ... 65


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ………. 84

2 Output Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 87

3 Tabulasi Validitas ... 90

4 Output Uji Normalitas ... 91

5 Analisis Regresi Linear Berganda ... 94


(11)

ABSTRAK

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA PT JAMSOSTEK

(PERSERO) KANWIL I MEDAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif. Pengujian hipotesis dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan dan yang dijadikan sebagai sampel adalah seluruh karyawan yang berjumlah 32 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional dan iklim organisasi berpengaruh secara serempak terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Secara parsial variabel gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, sedangkan variabel iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

Kata Kunci : Semangat Kerja, Gaya Kepemimpinan Transaksional, Iklim Organisasi.


(12)

INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND ORGANIZATION CLIMATE ON WORK SPIRIT IN PT JAMSOSTEK (PERSERO)

KANWIL I MEDAN

This study aims to determine and analyze the influence of leadership style and organizational climate on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

The research methodology used is associative research. Testing the hypothesis by using a multiple linear regression analysis. The population in this study were employees of PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan and used as the sample is all employees, amounting to 32 people.

The results show that transactional leadership style and organizational climate influence simultaneously on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Partially transactional leadership style variables have negative and significant impact on work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, while the organizational climate variables have a positive and significant impact on the work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Keywords: Work Spirit, Transactional Leadership Style, Climate Organization


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap perusahaan mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam menjalankan aktivitas organisasinya, khususnya dalam masa globalisasi saat ini yang penuh dengan persaingan di dunia usaha. Dalam menjalankan aktivitas-aktivitas bisnisnya perusahaan harus mampu memanfaatkan setiap aspek-aspek sumber daya di dalam perusahaan tersebut, seperti manusia, mesin, material, modal, metode dan sebagainya. Salah satu aspek sumber daya yang terutama adalah sumber daya manusia yang terdapat di dalam perusahaan tersebut yang berfungsi sebagai roda penggerak aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan hidup dan kemajuan organsiasi. Dengan demikian keberhasilan dalam proses operasional organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah karyawan.

Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang melakukan pekerjaan sehingga perlu adanya balas jasa terhadap karyawan sesuai dengan sifat dan keadaannya. Begitu pentingnya peran karyawan maka perusahaan perlu memberikan semangat kerja kepada karyawan dan dapat merangsang karyawan untuk dapat bekerja dengan giat sehingga dapat meyelesaikan pekerjaan tepat waktu, hal ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas karyawan untuk tercapainya tujuan perusahaan.


(14)

Menurut Siagian (2007:57), bahwa semangat kerja karyawan menunjukkan sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya didalam perusahaan. Karyawan berfungsi sebagai pelaksana dalam mencapai tujuan perusahaan, bahkan fasilitas kerja yang berupa mesin–mesin atau peralatan canggih pun memerlukan tenaga kerja sebagai operatornya. Dengan menggunakan berbagai fasilitas kerja tersebut, karyawan dapat melakukan setiap pekerjaan dengan lebih baik untuk meningkatkan semangat kerja. Semangat kerja karyawan dapat dilihat dari kehadiran, kedisiplinan, ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan, dan produktivitas. Dengan meningkatnya semangat maka pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan dan semua pengaruh buruk dari menurunnya semangat kerja seperti absensi dan lainnya akan dapat diperkecil dan selanjutnya menaikkan semangat kerja yang berarti diharapkan juga meningkatkan produktivitas karyawan. Untuk itulah perusahaan perlu mendorong para karyawannya agar mempunyai semangat kerja yang tinggi dengan harapan memperoleh banyak keuntungan bagi perusahaan, namun tidak membuat karyawan merasa dirugikan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh peran seorang pemimpin dalam perusahaan. Salah satu peran yang penting seorang pemimpin adalah merealisasikan semangat kerja bagi para karyawannya. Hal ini memperlihatkan suatu keterkaitan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan perusahaan dalam mencapai tujuannya berhubungan dengan peranan seorang pemimpin.

Pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang mampu menciptakan suasana organisasi yang harmonis dan mampu merangsang bawahannya untuk bekerja dengan semangat. Setiap pemimpin mempunyai karakteristik dan gaya


(15)

kepeminpinan yang beragam dalam mempengaruhi bawahannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin (Rivai, 2006: 64). Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat (Thoha, 1995: 49). Menurut Nawawi (2003: 115) gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku organisasinya.

Bass dalam Marselius dan Rita (2004) menyatakan bahwa salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. Gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi dan kepuasan kerja serta mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi sedangkan gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran (Yukl, 1998).

Untuk memenuhi kebutuhan bawahan yang lebih tinggi seperti afiliasi, harga diri dan aktualisasi diri hanya dimungkinkan terpenuhi melalui praktik kepemimpinan


(16)

transformasional. Sedangkan kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisik, dan rasa aman dapat terpenuhi dengan baik melalui praktik kepemimpinan transaksional. Pemenuhan kebutuhan karyawan tersebut mampu meningkatkan semangat kerja pada karyawan sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional membantu karyawannya dalam meningkatkan semangat untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan dua cara, yang pertama yaitu seorang pemimpin mengenali apa yang harus dilakukan bawahan untuk mencapai hasil yang sudah direncanakan setelah itu pemimpin mengklarifikasikan peran bawahannya kemudian bawahan akan merasa percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan perannya. Yang kedua adalah pemimpin mengklarifikasi bagaimana pemenuhan kebutuhan dari bawahan akan tertukar dengan penetapan peran untuk mencapai hasil yang sudah disepakati.

Seorang pemimpin harus dapat mempertahankan gaya kepemimpinannya dan konsisten dalam semua aktivitasnya, ia harus bersifat sefleksibel mungkin dan menyesuaikan gayanya dengan situasi spesifik dan individu-individu yang bersangkutan. Setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, watak, dan kepribadian sendiri yang membuat gaya kepemimpinannya berbeda dari pemimpin lainnya. Dalam perannya sebagai seorang pemimpin untuk mewujudkan semangat kerja karyawan, hal lain yang ikut mempengaruhinya adalah iklim organisasi di dalam perusahaan tersebut.


(17)

Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau tejadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi (Wirawan, 2007: 122). Iklim organisasi adalah serangkaian keadaan lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan (Gibson, dkk 1992:702). Iklim organisasi terbentuk oleh kumpulan persepsi dan harapan karyawan terhadap sistem yang berlaku. Iklim organisasi selalu ada dalam perusahaan, dan eksistensinya tidak pernah berkurang sedikitpun. Iklim organisasi senantiasa mempengaruhi seluruh kondisi dasar dan perilaku individu dalam perusahaan, dan pemimpin adalah faktor paling dominan yang mempengaruhi bentuk dari iklim organisasi. Iklim organisasi yang baik akan mempengaruhi kondisi kerja karyawan sehingga semangat akan tumbuh pada karyawan.

Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme

asuransi sosial, PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang

hak normatif tenaga kerja di Indonesia ini terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup


(18)

Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.

Berdasarkan hasil wawancara pra survei yang penulis lakukan, model gaya kepemimpinan yang dipergunakan di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan adalah lebih dominan menggunakan gaya kepemimpinan transaksional. Pemimpin mengarahkan atau memotivasi karyawannya pada tujuan perusahaan dengan cara menjelaskan peran dan tugas mereka berdasarkan pedoman kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Hal ini menyebabkan kurangnya partisipasi pemimpin secara langsung terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawannya. Pemimpin hanya mengharapkan karyawan dapat bekerja sesuai dengan porsinya berdasarkan pedoman kerja yang sudah ada dan akan berdampak pada kurangnya kreativitas dan inovasi yang dapat dilakukan oleh karyawan dalam mengembangkan pekerjaannya. Kepemimpinan yang dirasakan oleh karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan mengindikasikan kurangnya pengawasan secara langsung yang dilakukan pemimpin terhadap kinerja karyawannya, sehingga standar dan prosedur kerja yang ditetapkan sedikit terabaikan.

Masalah yang terjadi di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan yang menyangkut iklim organisasi yang dirasakan karyawan selama bekerja adalah


(19)

perusahaan kurang memberlakukan peraturan yang ketat terhadap karyawannya, hal ini memungkinkan karyawan dapat datang terlambat ataupun jam istirahat yang berlebihan. Kedekatan di antara karyawan saat berada di dalam maupun di luar perusahaan dirasakan karyawan masih kurang terjalin antara satu karyawan dengan karyawan yang lainnya. Tingkat partisipasi pemimpin menunjukkan masih kurangnya pendampingan yang diberikan pemimpin kepada karyawan selama melakukan pekerjaan.

Untuk mengetahui tingkat semangat kerja karyawan pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan berikut ini adalah rekapitulasi absensi karyawan mulai bulan Januari 2012 - Mei 2012.

Tabel 1.1

Rekapitulasi Absensi Karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan Bulan Januari – Mei 2012

Bulan Jumlah Karyawan

Jumlah Hari Kerja

Jumlah Ketidakhadiran

Persentase Ketidakhadiran

Januari 32 21 14 43,75 %

Februari 32 21 13 40,62 %

Maret 32 21 13 40,62 %

April 32 20 8 26,25 %

Mei 32 21 6 18,75 %

Sumber: Bagian Umum dan SDM PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan (diolah)

Dari Tabel 1.1 rekapitulasi absensi karyawan di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2012 berfluktuasi tingkat ketidakhadirannya, dengan persentase ketidakhadiran diatas 10 %. Tingkat ketidakhadiran tertinggi adalah pada bulan Januari sebesar 43,75%, dan tingkat ketidakhadiran terendah adalah pada bulan Mei sebesar 18,75%. Berdasarkan keterangan yang diberikan karyawan, jumlah karyawan yang berada di kantor tidak


(20)

terlalu banyak setiap bulannya, hal ini dikarenakan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I merupakan kantor pengendali. Karyawan merasakan tingkat prestasinya tidak harus di dukung oleh tingkat kehadiran yang optimal. Karyawan juga berpendapat datang ke tempat kerja lebih awal dari ketetapan yang sudah ada tidak terlalu di utamakan oleh karyawan untuk menunjukkan semangat kerjanya.

Berdasarkan alasan – alasan di atas dan di dukung dengan data yang ada maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi terhadap Semangat Kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan“

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, perumusan masalah didalam penelitian ini adalah: “Apakah gaya kepemimpinan dan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan didalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan dalam penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, di antaranya:


(21)

Sebagai masukan bagi perusahaan khususnya mengenai gaya kepemimpinan, iklim organisasi dan semangat kerja.

b. Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia mengenai gaya kepemimpinan, iklim organisasi dan semangat kerja.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Gaya Kepemimpinan

2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin, yang dapat dilihat dari berbagai faktor, baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern. Setiap pemimpin harus memiliki keterampilan dalam pemimpin, antara lain memiliki kelenturan budaya, keterampilan berkomunikasi, kreatif dan memiliki motivasi untuk belajar dan memiliki keingintahuan yang besar terhadap pengetahuan dan keterampilan (Luthan, 1995:52). Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, ini berarti bahwa manajer akan dapat mencapai sasaran apabila dapat memimpin. Menurut Ordway Teod dalam bukunya ”The Art Of Leadership” (Kartono 1998:65), kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu yang diharapkan.

Young dalam Kartono (1998:68) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi


(23)

khusus “The Right Man In The Right Place” akan terpenuhi jika pemimpin tersebut berhasil dalam menjalankan tugas kepemimpinannya sedangkan “The Right Man In The Wrong Place” merupakan salah satu penghambat bagi perkembangan kepemimpinan. Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) Pendayagunaan pengaruh, (2) Hubungan antar manusia, (3) Proses komunikasi, dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberikan serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Rivai, 2004:2). Menurut Kartono (1998:31) konsep mengenai kepemimpinan harus dikaitan dengan tiga hal penting yaitu:

1. Kekuasaan

Kekuasaan adalah kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan mengerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.

2. Kewibawaan

Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

3. Kemampuan

Kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.


(24)

Ada dua peran utama seorang pemimpin, yaitu: menyelasaikan tugas dan menjaga hubungan yang efektif. Kemudian ke dua peran utama tersebut dibagi ke dalam tiga tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemimpin, antara lain: (1) tuntutan tugas yakni menyelesaikan pekerjaan, (2) tuntutan kelompok yakni membangun dan menjaga semangat kelompok, (3) tuntutan individu yakni menyelaraskan tuntutan individu, tugas dan kelompok (Sunarto, 2005:105).

Locke (1997:20) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:

1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan para pengikut mereka.

2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988) kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.

3. Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan


(25)

otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi dan mengkomunikasikan visi.

2.1.1.2 Pola Dasar Kepemimpinan

Model kepemimpinan menurut George R. Terry didasarkan pada kenyataan bahwa kepemimpinan muncul dari adanya suatu hubungan yang kompleks terdiri dari: (1) pimpinan, (2) pengikut, (3) struktur organisasi, (4) nilai sosial dan pertimbangan politik (Herujito, 2004; 181). Dalam setiap kepemimpinan ada dua pola dasar kepemimpinan, yaitu pola dasar kepemimpinan formal dan pola dasar kepemimpinan informal.

1. Pola Kepemimpinan Formal

Kepemimpinan formal ada secara resmi pada seseorang yang diangkat dalam jabatan kepemimpinan. Hal ini tampak pada berbagai ketentuan yang mengatur hierarki organisasi dan dalam bagan organisasi.

Adapun penerimaan atas kepemimpinan formal masih harus diuji dalam praktek yang hasilnya tampak dalam kehidupan organisasi. Jadi tidak secara otomatis merupakan jaminan diterima oleh para anggota. Kepemimpinan formal dikenal juga dengan istilah ”headship”.


(26)

Kepemimpinan informal tidak didasarkan pada pengangkatan, ia tidak terlihat dalam hieararki atau bagan organisasi. Efektifitas kepemimpinan informal terlihat pada pengakuan nyata dan penerimaan dalam praktek atas kepemimpinan seseorang.

Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada kriteria sebagai berikut: a) Kemampuan memikat hati orang.

b) Kemampuan membina hubungan yang serasi dengan organisasi atau orang lain.

c) Penguasaan atas arti tujuan organisasi yang hendak dicapai.

d) Penguasaan tentang implikasi implikasi pencapaian tujuan dalam kegiatan operasional.

e) Pemikiran atas keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. 2.1.1.3 Teori Kepemimpinan

Teori-teori kepemimpinan pada umumnya berusaha menerangkan faktor-faktor yang memungkinkan munculnya kepemimpinan dan sifat dari kepemimpinan (Pramudji, 1992 : 145). Studi tentang kepemimpinan bisa dikelompokan menjadi 4 (empat) pendekaten. Fiedler (dalam Nawawi, 2003 : 44), menyatakan keempat teori kepemimpinan tersebut, yaitu:

1. Teori “Great Man” dan Teori “Big Bang”

Teori ini mengemukakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir dari kedua orang tuanya. Bennis dan Nannus (dalam Nawawi, 2003 : 44 ), menyatakan pemimpin dilahirkan bukan diciptakan. Teori ini


(27)

melihat kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui peroses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Teori Big-Bang mengintegrasikan antara situasi dan pengikut anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dan lain-lain.

2. Teori Sifat atau Karakteristik Keperibadian

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayah bukan seorang pemimpin. Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimipin ditentukan oleh sifat-sifat/karakteristik kepribadian yang dimiliki. 3. Teori Perilaku

Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan demikian berarti teori ini juga memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan kata lain, keberhasilan seorang pemimpin dalam mengefektifkan organisasi, sangat


(28)

tergantung dari perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi kepemimpinannya.

4. Teori Kontingensi atau Teori Situasional

Teori situasional dapat disimpulkan bahwa seorang peminpin yang efektif memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam organisasi. Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka diperlukan kemampuan dari peminpin untuk mengadaptasi kepeminpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

2.1.1.4 Definisi Gaya Kepemimpinan

Pengertian gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003 : 115) adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan adalah merupakan cara-cara orang memimpin. Sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas. Sebagai gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin pada situasi tertentu, demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Mangkuprawira, 2004:23). Dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang akan digunakan, perlu mempertimbangkan beberapa faktor. Harris dalam Heidjrachman (2005:227) mengemukakan 4 faktor yaitu yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan gaya kepemimpinan yaitu:


(29)

a. Faktor dalam organisasi b. Faktor pimpinan manajer c. Faktor bawahan

d. Faktor situasi penugasan

Davis (1995:162) membagi lima gaya kepemimpinan yang umumnya dimiliki para pemimpin, diantaranya:

a. Gaya kepemimpinan dalam Teori X dan Y. b. Gaya kepemimpinan positif dan negatif.

c. Gaya kepemimpinan yang partisipatif, autokratik, dan bebas kendali. d. Gaya kepemimpinan konsiderasi dan struktur.

e. Gaya kepemimpinan kontingensi.

Selain itu, ada beberapa gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003:115), yaitu sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasidan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

2. Gaya kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan menempatkan manusia sebagai faktor pendukung terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Terdapat koordinasi pekerjaan pada


(30)

semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

3. Gaya kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)

Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasi mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.

Menurut Robbins (2008: 90) terdapat tiga macam model gaya kepemimpinan, yaitu transaksional, transformasional, dan laissez–faire. Ketiga gaya kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu:

1. Gaya Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka.

2. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang menginspirasikan para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan memengaruhi yang luar biasa.


(31)

Kepemimpinan ini lebih unggul dari pada kepemimpinan transaksional dan menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa dicapai kalau hanya pendekatan transaksional yang diterapkan. Apabila seorang pemimpin transaksional yang baik tetapi tidak memiliki sifat-sifat transformasional, maka seorang pemimpin itu adalah pemimpin yang biasa-biasa saja.

3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire

Kepemimpinan laissez-faire dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Laissez-faire adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakan perilaku pemimpin yang paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan ini jarang dianggap efektif.

2.1.1.5 Gaya Kepemimpinan Transaksional

Gagasan awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini dikembangkan oleh James MacFregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik. Burns (1978) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam kontes organisasional oleh Bernard Bass.


(32)

Bass (1990) mengemukakan kepemimpinan transaksional yang didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran yang menyebabkan bawahan mendapat imbalan serta membantu bawahannya mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk memenuhi hasil yang diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih baik, penjualan atau pelayanan yang lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya produksi. Membantu bawahannya dalam mengidentifikasi yang harus dilakukan pemimpin membawa bawahannya kepada kesadaran tentang konsep diri serta harga diri dari bawahannya tersebut. Pendekatan transaksional menggunakan konsep mencapai tujuan sebagai kerangka kerja.

Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional membantu karyawannya dalam meningkatkan motivasi untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan dua cara, yang pertama yaitu seorang pemimpin mengenali apa yang harus dilakukan bawahan untuk mencapai hasil yang sudah direncanakan setelah itu pemimpin mengklarifikasikan peran bawahannya kemudian bawahan akan merasa percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan perannya. Yang kedua adalah pemimpin mengklarifikasi bagaimana pemenuhan kebutuhan dari bawahan akan tertukar dengan penetapan peran untuk mencapai hasil yang sudah disepakati (Bass, 1985).

Gaya kepemimpinan transaksional juga dijelaskan oleh Thomas (2003) sebagai suatu gaya kepemimpinan yang mendapatkan motivasi para bawahannya dengan menyerukan ketertarikan mereka sendiri. Perilaku kepemimpinan terfokus pada hasil dari tugas dan hubungan dari pekerja yang baik dalam pertukaran untuk


(33)

penghargaan yang diinginkan. Kepemimpinan transaksional mendorong pemimpin untuk menyesuaikan gaya dan perilaku mereka untuk memahami harapan pengikut.

Kepemimpinan transaksional menurut Bycio,dkk (1995) adalah gaya kepemimpinan yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan transaksional menunjuk pada hal-hal yang dilakukan pemimpin dalam penerapannya. Menurut Burns (dalam Yulk, 1994), suatu gaya kepemimpinan memiliki faktor-faktor yang menunjukkan gaya seorang pemimpin dalam memotivasi bawahannya.

Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:

1) Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan.

2) Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan.

3) Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.

Menurut Koh, dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan


(34)

pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Gaya kepemimpinan transaksional menurut Bass et.al (2003) dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa imbalan kontingen (contingent reward), manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exception). Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Imbalan Kontingen (Contingent Reward)

Faktor ini dimaksudkan bahwa bawahan memperoleh pengarahan dari pemimpin mengenai prosedur pelaksanaan tugas dan target-target yang harus dicapai. Bawaan akan menerima imbalan dari pemimpin sesuai dengan kemampuannya dalam mematuhi prosedur tugas dan keberhasilannya mencapai target-target yang telah ditentukan.

b. Manajemen eksepsi aktif (active management by exception)

Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan pengawasan secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yang dimaksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara langsung. Hal ni bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalkan tingkat kesalahan yang timbul selama proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin transaksional tidak segan mengoreksi dan mengevaluasi langsung kinerja bawahan meskipun proses kerja belum selesai. Tindakan tersebut dimaksud agar bawahan mampu bekeja sesuai dengan standar dan prosedur kerja yang telah ditetapkan.


(35)

c. Manajemen eksepsi pasif (passive management by exception)

Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang dilaksanaka masih berjalan sesuai standar dan prosedur, maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan. Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan transaksional tersebut digunakan pemimpin untuk memotivasi dan mengarahkan bawahan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Bawahan yang berhasil dalam meyelesaikan pekerjaannya dengan baik akan memperoleh imbalan yang sesuai. Sebaliknya bawahan yang gagal dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik akan memperoleh sanksi agar dapat bekerja lebih baik dan meningkatkan mutu kerjanya.

2.1.2 Iklim Organisasi

2.1.2.1 Pengertian Iklim Organisasi

Setiap organisasi atau perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, suatu organisasi mempunyai iklim berbeda pula dengan organisasi lainnya. Iklim dapat bersifat menekan, netral atau dapat pula bersifat mendukung, tergantung bagaimana pengaturannya, karena itu setiap organisasi selalu mempunyai iklim kerja yang unik. Organisasi cenderung menarik


(36)

dan mempertahankan orang-orang yang sesuai dengan iklimnya, sehingga dalam tingkatan tertentu polanya dapat bertahan dan serasi.

Menurut Davis dan Newstrom (2002: 80) menyatakan bahwa “Organizational climate is the human environment within an organization’s employees do their work” (iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya). Iklim mengitari dan mempengaruhi segala hal kerja dalam organisasi sehingga iklim dikatakan sebagai suatu konsep yang dinamis. Menurut defenisi diatas kita dapat melihat bahwa iklim adalah suatu konsep dinamis yang mempengaruhi keseluruhan organisasi di dalam lingkungan tempat organisasi itu beraktivitas dalam rangka pencapaian tujuan.

Robert Stringer (2002: 101) menyatakan bahwa iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Gibson, Ivancevich dan Donelly (2000 : 702 ) menyatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian keadaan lingkungan yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan. Defenisi ini menggambarkan iklim organisasi sebagai beberapa keadaan atau kondisi dalam satu rangkaian yang secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar mempengaruhi karyawan.

Menurut Higgins (1998:204) menyatakan bahwa : ”Iklim organisasi adalah kumpulan dari persepsi karyawan termasuk mengenai pengaturan karyawan, keinginan dari pekerjaan dalam organisasi, dan lingkungan sosial dalam organisasi.


(37)

Jadi iklim organisasi merupakan harapan-harapan serta cara pandang individu terhadap organisasi.” Menurut teori yang dikemukakan Higgins, dapat dikatakan iklim organisasi terbentuk karena adanya persepsi karyawan mengenai pengaturan karyawan, keinginan organisasi dan lingkungan sosialnya, atau dengan kata lain iklim organisasi adalah cara pandang karyawan terhadap organisasi.

Simamora (2001 : 31) menyatakan bahwa iklim organisasi terdiri dari hubungan antar karyawan dan kombinasi antara nilai dan tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda, keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Jadi iklim organisasi merupakan harapan-harapan serta cara pandang individu terhadap organisasi.

2.1.2.2 Sifat Iklim Organisasi

Gibson (2003: 127) menyatakan bahwa, ada 4 sifat iklim organisasi, antara lain:

a. Iklim baik secara organisasi

Individu maupun kelompok, secara keseluruhan bersifat psikologis dan persepsi. Individu yaitu persepsi yang diperoleh oleh seluruh anggota dari satuan unit sosial.


(38)

b. Semua iklim adalah abstrak

Orang-orang biasanya memanfaatkan informasi tentang barang lain dan berbagai kegiatan yang terjadi dalam organisasi tersebut untuk membentuk suatu rangkuman persepsi mengenai iklim. Setelah itu digabungkan hasil dari pengamatan mereka dan pengalaman pribadi orang lain untuk dibuat peta kognitif dari orang tersebut.

c. Iklim bersifat abstrak dan perceptual

Maka orang-orang memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan persepsi seperti konsep psikologis yang lainnya. Ketika prinsip ini digunakan dalam pengamatan lingkungan kerja maka sebuah deskripsi yang bersifat multidimensi akan dihasilkan.

d. Iklim itu sendiri

Didasari lebih dekriptif daripada evaluatif, jadi peneliti lebih banyak menanyakan apa yang mereka lihat dalam lingkungan kerja mereka pada seseorang dibandingkan menanyakan kepada mereka untuk menyatakan apakah itu baik atau buruk.

2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Iklim organisasi dapat berada di salah satu tempat pada keadaan yang bergerak dari yang menyenangkan ke yang netral sampai dengan tidak menyenangkan. Pimpinan dan karyawan menginginkan iklim yang lebih menyenangkan karena dapat menciptakan kinerja yang lebih baik dan kepuasan kerja serta semangat kerja. Unsur-unsur yang mengkontribusi terciptanya iklim organisasi


(39)

yang menyenangkan adalah kualitas kepemimpinan, kadar kepercayaan, komunikasi ke atas dan ke bawah, perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, tanggung jawab, imbalan yang adil, tekanan pekerjaan yang nalar, kesempatan, pengendalian, keterlibatan karyawan (Handoko, 2003).

Gibson (2003: 129), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi antara lain, esprit (semangat), consideration ( pertimbangan), production (produksi), dan aloofness (menjauhkan diri).

2.1.2.4 Dimensi – dimensi Iklim Organisasi

Menurut Stringer dalam Wirawan (2007: 134), iklim suatu organisasi merujuk pada berfungsinya organisasi secara keseluruhan dari sudut pandang para karyawan. Dengan demikian, iklim adalah suatu metafora yang menggambarkan agregat persepsi karyawan individual mengenai lingkungan organisasi mereka. Dimensi-dimensi tertentu dari iklim memberikan pengaruh khusus pada kemampuan organisasi untuk meningkatkan kinerja mereka.

Dimensi adalah serangkaian faktor-faktor tertentu dimana seseorang berada atau berhubungan dengan bagaimana cara memandang sesuatu hal. Penekanannya adalah fungsi dari dimensi-dimensi yang digunakan untuk memandang sesuatu. Dimensi ini merupakan cara untuk menvisualisasikan sesuatu dari suatu aspek. Dimensi-dimensi yang dimaksud dalam iklim organisasi, antara lain :

a. Kebijakan dan peraturan organisasi

Scatz (1995:131), kebijakan dan peraturan organisasi yang lebih mementingkan kenyamanan kerja dan kesejahteraan karyawan akan


(40)

menyebabkan produktivitas meningkat sehingga karyawan lebih bersemangat dalam bekerja.

b. Tingkat efektivitas komunikasi

Komunikasi sangat penting dalam semua kegiatan manajemen terutama “dalam organisasi, karena dengan adanya komunikasi suatu organisasi dapat mengeluarkan atau menyampaikan ide-ide juga gagasan dan saling bertukar informasi. Menurut Suranto (2006 : 1), komunikasi efektif merupakan salah satu faktor untuk mendukung peningkatan kinerja organisasi. Komunikasi efektif dan tingkat kinerja perusahaan berhubungan secara positif dan signifikan. Memperbaiki komunikasi organisasi berarti memperbaiki kinerja organisasi. Oleh karenanya, komunikasi harus menyertakan penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti komunikasi (Robbins, 2004 : 146).

c. Tingkat Hubungan antara Karyawan

Schatz (1995:170), tingkat hubungan yang baik antara pimpinan dengan para karyawannya dan antara sesama karyawan dapat meningkatkan kinerja karyawan dan antara sesama karyawan dapat meningkatakan kineja karyawan perusahaan semaksiamal mungkin. Schatz ( 1995: 171 ), apabila iklim kerja yang positif sudah berhasil diciptakan, maka hal-hal yang serba positif berikutnya akan menyusul dengan sendirinya.

d. Tingkat Partisipasi Pemimpin

Menurut Kossen (1986:191), manajer yang efektif akan menggunakan pendekatan partisipatif dalam merencanakan, mempengaruhi perubahan, atau


(41)

memecahkan persoalan biasanya akan menemukan karyawan-karyawan yang berpengaruh dan menyampaikan kepada mereka sepenuhnya masalah-masalah, keperluan-keperluan, dan sasaran-sasaran organisasi. Kemudian manajer yang partisipatif akan menanyakan gagasan-gagasan kelompok tentang melaksanakan perubahan.

2.1.3 Semangat Kerja

2.1.3.1 Pengertian Semangat Kerja

Setiap perusahaan pasti mengharapkan kinerja yang baik dari karyawannya untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi bagi perusahaan. Untuk memberikan hasil yang maksimal bagi perusahaan, maka perusahaan perlu memberikan dorongan dan semangat bagi karyawannya dalam menjalannkan aktivitas perusahaan. Semangat kerja karyawan perlu ditingkatkan karena merupakan salah satu unsur penunjang tercapainya tujuan yang diinginkan perusahaan. Setiap karyawan yang bekerja pada perusahaan pastinya mengharapkan sesuatu dari perusahaan tersebut. Sesuatu yang di harapkan karyawan bukan hanya sekedar upah dan gaji, tetapi juga hal-hal yang dapat memberikan jaminan kepada karyawan tersebut tentang semua kesinambungan pekerjaan dan kariernya. tercapainya harapan karyawan tersebut akan meningkatkan semangat kerja karyawan.

Menurut Nitisemito (2002:160), semangat kerja adalah upaya melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan lebih baik. Schuler dan Jackson (2001:71) mengemukakan semangat kerja merupakan sesuatu kondisi bagaimana seseorang karyawan


(42)

melakukan pekerjaan sehari-hari.Semakin tinggi semangat kerja akan meningkatkan produktivitas karyawan. Semangat kerja merupakan kondisi dari sebuah kelompok dimana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dan terpadu dengan tujuan individu. Selain itu semangat kerja juga dapat diartikan sebagai pemilikan atau kebersamaan (Panggabean, 2004).

Menurut Siagian (2003:57), bahwa semangat kerja karyawan menunjukkan sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya didalam perusahaan. Semangat kerja karyawan dapat dilihat dari :

a. Kehadiran b. Kedisiplinan

c. Ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan d. Produktivitas

Hasibuan (2001:105), mengatakan semangat kerja adalah keinginan dan kesugguhan seseorang mengerjakan pekerjaan dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal. Indikasi semangat keja dapat diketahui dari prestasi kerja, displin kerja, produktivitas, tingkat kehadiran. Dari uraian ini dapat dilihat bahwa peningkatan semangat kerja karyawan dari sebuah kelompok organisasi sangat kompleks sekali, sehingga dengan demikian dapat dipahami bahwa pengertian semangat kerja adalah esensi dalam menjalankan kegiatan suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta.


(43)

2.1.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Menurut Mangkunegara (2001:88) memaparkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja diantaranya:

a. Kebanggaan pekerja atas pekerjaannya dan kepuasannya dalam menjalankan pekerjaannya dengan baik

b. Sikap terhadap pimpinan c. Hasrat untuk maju

d. Perasaan telah diperlakukan secara baik e. Kemampuan untuk bergaul secara baik

f. Kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaannya

Sedangkan menurut Nitisemito (2002:155), faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah sebagai berikut:

a. Penghasilan dan jaminan sosial tenaga kerja b. Gizi dan kesehatan

c. Kesempatan berprestasi d. Lingkungan kerja e. Kedisiplinan kerja

Menurut Siagian (2002:114), cara-cara yang paling tepat untuk meningkatkan semangat kerja dan kegairahan kerja antara lain

a. Gaji yang cukup

Setiap perusahaan seharusnya bisa memberikan gaji yang cukup pada karyawan. Pengertian cukup sangat relatif sifatnya, yaitu apabila jumlah yang


(44)

mampu dibayarkan oleh perusahaan tanpa membuat perusahaan rugi. Dan dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut akan mampu memberikan semangat kerja pada karyawan.

b. Memperhatikan kebutuhan rohani

Perusahaan harus memperhatikan kebutuhan rohani karyawan dengan membangun tempat ibadah, yaitu agar karyawan dapat memenuhi kewajiban kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

c. Sesekali perlu mendapatkan suasana santai

Suasana kerja yang kompleks dapat menimbulkan kebosanan dan ketegangan kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal tersebut perusahaan perlu menciptakan suasana santai dalam bekerja.

d. Harga diri perlu mendapat perhatian

Pihak perusahaan perlu memperhatikan harga diri karyawan, yaitu dengan memberikan penghargaan, baik dengan memberikan surat penghargaan , maupun dalam bentuk hadiah materi, bagi karyawan yang memiliki prestasi kerja yang menonjol.

e. Menempatkan pegawai pada posisi yang tepat

Setiap perusahaan hendaknya menempatkan para karyawan pada posisi yang tepat karena apabila terjadi ketidaktepatan dalam posisi dapat menurunkan prestasi kerjakarena dia tidak sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.


(45)

f. Memberikan kesempatan untuk maju

Semangat kerja karyawan akan timbul apabila mereka memiliki harapan untuk dapat maju. Perusahaan hedaknya memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi, yahg dapat berupa pegakuan, hadiah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.

g. Perasaan aman untuk masa depan perlu diperhatikan

Semangat kerja karyawan akan terbina apabila mereka mersa aman dalam menghadapi masa depan dengan pekerjaan yang ditekuni. Untuk menciptakan rasa aman perusahaan mengadakan program pensiun, mereka memiliki alternatif lain yaitu mewajibkan karyawan untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung dalam polis asuransi.

h. Usahakan agar karyawan mempunyai loyalitas

Untuk dapat menimbulkan loyalitas pada karyawan maka pihak pimpinan harus mengusahakan agar karyawan merasa senasib dengan perusahaan. Salah satu cara menimbulkan rasa memiliki para karyawan terhadap perusahaan adalah memberi gaji yang cukup, dan memenuhi kebutuhan rohani mereka. i. Sesekali karyawan perlu diajak berunding

Mengajak karyawan berunding dalam mengambil keputusan, mereka akan memiliki rasa tanggung jawab dan semangat untuk mewujudkannya.


(46)

j. Pemberian insentif yang menyenangkan

Perusahaan hendaknya memberikan insentif dengan cara sebaik-baiknya dengan meningkatkan loyalitas karyawan, kesenangan dan prestasi kerja mereka.

k. Fasilitas yang menyenangkan

Fasilitas yang menyenangkan dapat berupa dengan menyediakan kegiatan reaksi, cafeteria, tempat olahraga, balai pengobatan, tempat ibadah, toilet yang bersih dan pendidikan untuk anak.

Tidak terdapat tolak ukur yang mutlak dalam melihat tingkat semangat kerja, karena setiap individu memiliki perbedaan dalam tingkat kepuasannya. Semangat kerja bisa diartikan sebagai semacam pernyataan ringkas dari kekuatan-kekuatan psikologis yang beraneka ragam yang menekankan pada hubungan karyawan dengan pekerjaan mereka. Semangat kerja dapat diartikan juga sebagai suatu iklim atau suasana kerja yang terdapat di dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan dan mendorong karyawan untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah Lidia S.Sihombing (2009) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Karyawan PT Pembangunan Perumahan (PP) DVO-I Medan.” Dengan hasil penelitian variabel gaya kepemimpinan otokratik (X1), variabel gaya kepemimpinan partisipatif (X2) dan gaya kepemimpinan pendelegasian (X3) secara


(47)

bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan pada PT Pembangunan Perumahan (PP) Kantor DVO-I Medan. Hal ini dapat diketahui melalui uji- F, yaitu Fhitung = 34.591, maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak karena Fhitung > Ftabel pada α = 5% artinya secara bersama -sama terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1, X2, X3) yaitu gaya kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinan partisipatif dan gaya kepemimpinan pendelegasian terhadap variabel dependen yaitu terhadap semangat kerja karyawan (Y) pada PT Pembangunan Perumahan (PP) Kantor DVO-I Medan.

Dame Elfrida (2009) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Iklim Organisasi, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas II-B Lubuk Pakam.” Penelitian ini menunjukkan bahwa secara serempak dan secara parsial variabel iklim organisasi, motivasi, dan kompensasi berpengaruh nyata terhadap semangat kerja. Nilai R² menunjukkan bahwa 71,2% variasi perubahan variabel terikat (semangat kerja) mampu dijelaskan oleh variabel bebas (iklim organisasi, motovasi, dan kompensasi), sedangkan sisanya dijelaskan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Evilina M.Sinaga (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Keterlibatan Kerja Karyawan bagian Penjualan dan Service di Astra Internasional Daihatsu Medan.” Hasil penelitian ini menunjukkan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterlibatan kerja karyawan dengan koefisien regresi , r = 0,492. hal ini berarti bahwa dengan adanya iklim organisasi yang kondusif yang diberikan perusahaan kepada karyawan akan


(48)

meningkatkan keterlibatan kerja karyawan. Secara parsial iklim organisasi mempunyai pengaruh dominan terhadap keterlibatan kerja karyawan dengan tingkat signifikansi 0,000. hal ini berarti iklim organisasi sudah tersusun dengan baik sehingga menciptakan keterlibatan kerja karyawan bagian penjualan dan service di Astra International Daihatsu Medan.

2.3Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti. Kerangka konseptual yang baik akan menjelaskan secara teoretis variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoretis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2005:48). Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin (Rivai, 2006: 64). Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Judge dan Locke (1993) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Saat karyawan sudah merasa puas dengan apa yang didapatkan, maka hal tersebut akan menstimulus karyawan untuk meningkatkan semangat kerjanya juga. Gaya kepemimpinan mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi cara kerja bawahan, karena kepemimpinan merupakan


(49)

kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka konform dengan keinginan pemimpin (Schaffer, 2008).

Iklim organisasi dapat memberikan pengaruh pada perilaku pegawai dan pada akhirnya akan mempengaruhi semangat kerja pegawai tersebut. Apabila semangat kerja pegawai menurun, akan berdampak negatif terhadap perkembangan suatu organisasi. Hal ini disebabkan oleh menurunnya moral kerja dari pegawai karena adanya perasaan tidak puas terhadap cara-cara yang dipergunakan oleh pemimpin untuk menggerakkan bawahannya (Wirawan, 2007).

Menurut Siagian (2003:57), bahwa semangat kerja karyawan menunjukkan sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di dalam perusahaan. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dan iklim organisasi dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan organisasi tersebut. Karena gaya kepemimpinan yang dijalankan dengan baik merupakan perwujudan dari kepemimpinan yang efektif, dan kepemimpinan yang efektif dapat memberikan sumbangan pada peningkatan semangat kerja karyawan. Hal tersebut seperti yang diutarakan oleh Siswanto (1989:273) yaitu kepemimpinan yang efektif memberikan sumbangan pada moral tenaga kerja, biasanya hal ini mengakibatkan iklim yang tercipta dilihat oleh para tenaga kerja sebagai sesuatu yang seimbang dengan keberuntungan psikologis mereka. Sebagai dampak nyata, dengan senang hati mereka melibatkan diri dalam pekerjaan mereka. Tenaga kerja jarang sekali menyadari secara persis mengapa ia merasa bebas untuk melibatkan diri sepenuhnya pada


(50)

pekerjaannya. Biasanya hal ini dapat menunjukkan fakta bahwa manajernya adalah rekan kerja yang menyenangkan, sebagaimana tenaga kerja lainnya, pekerjaannya pun semakin menyenangkan.

Berdasarkan teori-teori pendukung, maka model kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sumber: Schaffer (2008), Wirawan (2007), Siagian (2003) data diolah

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sesuai dengan permasalahan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Gaya kepemimpinan transaksional dan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.”

Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)

Semangat Kerja(Y)


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif. Menurut Umar (2003 : 30) penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain. Dengan kata lain asosiatif berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel yang lain.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, yang berada di Jl. Kapten Patimura No.334. Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.

3.3 Batasan Operasional

Penelitian ini membahas pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Independent variable) (X) terdiri atas gaya kepemimpinan transaksional (X1), dan iklim organisasi (X2).


(52)

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variabel-variabel dari satu faktor berkaitan dengan faktor lainnya.

1. Variabel Bebas (Independent variable)

a) Kepemimpinan transaksional menurut Bycio,dkk (1995) adalah gaya kepemimpinan yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

b) Lussier (2005:486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi karyawan mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka berikutnya.

2. Variabel Terikat (Dependent variable)

Menurut Siagian (2007:57), semangat kerja karyawan menunjukkan sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di dalam perusahaan.


(53)

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Definisi Indikator Skala

Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)

Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

a. Imbalan Kontingen (Contingent Reward) b. Manajemen eksepsi

aktif (active management by exception)

c. Manajemen eksepsi pasif (passive management by exception)

Likert

Iklim Organisasi (X2)

Iklim organisasi adalah persepsi karyawan mengenai kualitas lingkungan internal yang secara relatif dirasakan oleh karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka berikutnya.

a. Peraturan Organisasi b. Tingkat efektivitas

komunikasi

c. Hubungan antar karyawan

d. Tingkat partisipasi pimpinan

Likert

Semangat Kerja (Y)

Semangat kerja adalah cara menunjukkan sejauh mana karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan bergairah melakukan tugas dan wewenang nya di dalam perusahaan

a. Tingkat Kehadiran b. Disiplin Kerja c. Produktivitas d. Ketepatan Waktu

Likert

Sumber: Bycio (1995), Lussier (2005), Siagian (2007) (diolah)

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Pengukuran masing-masing variabel dalam penelitian adalah dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian


(54)

indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2005:86).

Tabel 3.2

Instrumen Skala Likert

No Skala Skor

1 Sangat Setuju 5

2 Setuju 4

3 Kurang Setuju 3

4 Tidak Setuju 2

5 Sangat Tidak Setuju 1

Sumber: Sugiyono (2005 : 86)

3.6 Populasi Dan Sampel

Populasi pada penelitian ini dilakukan pada karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan yang berjumlah 32 orang. Sedangkan prosedur penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel. Metode ini dipergunakan karena setiap unit harus diukur semangat kerjanya dan karena jumlah responden yang terbatas sehingga sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 32 orang.

3.7 Jenis Data

Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini adalah menggunakan: 1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari responden yang ada dilokasi penelitian. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan diskusi dengan atasan karyawan serta dari hasil kuesioner.


(55)

Data yang diperoleh untuk melengkapi data primer yang meliputi data mengenai sejarah dan perkembangan perusahaan, struktur organisasi, dan uraian tugas perusahaan, jumlah karyawan, serta buku-buku ilmiah, situs internet, dan literatur lainnya yang diperoleh sehubungan dengan masalah yang diteliti.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain:

1. Daftar Pertanyaan atau Kuisioner

Teknik Pengumpulan Data dengan cara menyiapkan satu set pernyataan yang tersusun secara sistematis dan standar yang diberikan kepada responden yaitu dalam hal ini adalah para karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. 2. Wawancara

Wawancara dilakukan berupa tanya jawab dengan perwakilan pihak manajemen perusahaan yang berkaitan dengan sejarah perusahaan, struktur organisasi, semangat kerja, gaya kepemimpinan, iklim organisasi, dan lain-lain.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan memperoleh data melalui buku-buku, dokumen, internet dan literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.


(56)

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah data yang telah didapat setelah penelitian merupakan data yang valid dengan alat ukur yang digunakan kuesioner. Menurut Umar (2008), validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur. Menurut Umar bahwa sangat disarankan agar jumlah responden untuk di uji coba minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini distributor skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal.

Dalam penelitian ini sampel uji validitas diambil sebanyak 30 orang di luar daripada sampel pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika rhitung > rtabel, maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid. 2. Jika rhitung < rtabel, maka pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid.

Tabel 3.2 Uji Validitas Item-Total Statistics Scale Mean if Item

Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha

if Item Deleted Validitas

VAR00001 86.5333 64.809 .828 .949 Valid

VAR00002 86.5667 64.530 .796 .950 Valid

VAR00003 86.5667 64.530 .796 .950 Valid

VAR00004 86.8667 67.292 .498 .954 Valid

VAR00005 86.5333 64.809 .828 .949 Valid

VAR00006 86.5667 66.599 .875 .950 Valid

VAR00007 86.8667 67.292 .498 .954 Valid

VAR00008 86.3667 66.585 .740 .951 Valid

VAR00009 86.6333 67.964 .771 .951 Valid


(57)

VAR00011 86.5667 66.599 .875 .950 Valid

VAR00012 86.9667 63.620 .791 .950 Valid

VAR00013 86.6667 69.264 .615 .952 Valid

VAR00014 86.8667 67.499 .531 .953 Valid

VAR00015 86.7333 70.616 .526 .954 Valid

VAR00016 87.0667 64.961 .622 .953 Valid

VAR00017 86.5667 68.668 .571 .953 Valid

VAR00018 87.0667 64.961 .622 .953 Valid

VAR00019 86.5333 66.740 .814 .950 Valid

VAR00020 86.3667 66.585 .740 .951 Valid

VAR00021 86.7333 66.892 .676 .951 Valid

VAR00022 86.6333 69.413 .533 .953 Valid

Sumber : Data primer diolah dengan menggunakan SPSS 16.0 for Window (Juli, 2012)

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa seluruh butir pernyataan dinyatakan valid karena nilai corrected item-total correlation lebih besar dari nilai rtabel untuk 30 sampel, yaitu 0,361. Dengan demikian, kuesioner dapat dilanjutkan pada tahap pengujian reliabilitas.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan tingkat kendala suatu instrumen penelitian. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang apabila digunakan berulang kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2005:109). Uji reliabilitas dapat menunjukkan konsistensi dari jawaban-jawaban responden yang terdapat pada kuisioner. Uji ini dilakukan setelah uji validitas dan yang diuji merupakan pernyataan yang sudah valid.

Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reabilitas dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16.0. Butir pertanyaan yang sudah valid dalam uji validitas akan ditentukan realibitasnya dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jika ralpha positif atau > rtabel, maka pernyataan reliabel


(58)

2. Jika ralpha negatif atau < rtabel, maka pernyataan tidak reliable

Sumber : Hasil pengolahan SPSS 16.0 for Windows (Juli, 2012)

Berdasarkan Tabel 3.4 terlihat bahwa seluruh butir pernyataan adalah reliabel karena nilai Cronbach’s Alpha : 0,953 > 0,60 dan 0,953 > 0,80. Dengan demikian kuesioner penelitian dinyatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian ini. 3.10 Teknis Analisis

1. Metode Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan metode analisis data dimana peneliti mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan data sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. 2. Uji Asumsi Klasik

Metode statistik adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan menggunakan regresi linier berganda karena jumlah variabel terikatnya lebih dari satu. Uji asumsi klasik dilakukan sebelum melakukan analisis regresi, agar didapat perkiraan yang tidak biasa dan efisiensi maka dilakukan pengujian asumsi klasik yang harus dipenuhi yaitu:

Tabel 3.4 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(59)

a) Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekata kolmogorov smirnov. Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% maka nilai Asymp.sig. (2-tailed) diatas nilai signifikan 5% artinya variabel residual berdistribusi normal (Ginting & Situmorang, 2008:59).

b) Uji Heterokedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians dari suatu pengamatan lainnya tetap maka terjadi homoskedastisitas, jika berbeda maka terjadi heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. Heterokedastisitas ditunjukkan oleh koefisien regresi dari masing-masing variabel independent terhadap nilai absolute residunya (e), jika thitung ≤ttabel α = 5% maka tidak ada unsur heterokedastisitas.

3. Analisis Regresi Berganda

Peneliti menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Peneliti menggunakan bantuan program software SPSS (Statistic Product and Service Solution) versi 16.00 agar hasil yang diperoleh lebih terarah.


(60)

Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a+b1X1+ b2X2+e (Sugiyono, 2005:211)

Dimana :

Y = Semangat Kerja

a = Konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien Arah Regresi

X1 = Gaya Kepemimpinan Demokratis X2 = Iklim Organisasi

e = Standart Error

Suatu perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak), sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima. 4. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Uji secara Simultan / Serempak (Uji F)

Uji F yaitu uji secara serentak untuk membuktikan hipotesis awal tentang hubungan gaya kepemimpinan demokratis, dan iklim organisasi (X1, X2) sebagai variabel bebas dengan semangat kerja (Y) sebagai variabel terikat.

Bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut :

H0 : b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara serentak tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.


(61)

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara serentak terdapat hubungan yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : H0 diterima jika Fhitung < Ftabel pada α = 5%

Ha diterima jika Fhitung > Ftabel pada α = 5% b) Uji secara Parsial / Individual (Uji t).

Uji t yaitu uji secara parsial untuk membuktikan hipotesis awal tentang hubungan gaya kepemimpinan demokratis, iklim organisasi (X1, X2) sebagai variabel bebas dengan semangat kerja (Y) sebagai variabel terikat.

Bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut :

H0 : bi = 0, artinya secara parsial tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Ha : bi ≠ 0, artinya secara parsial terdapat hubungan yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : H0 diterima jika thitung < ttabelpada α = 5%

Ha diterima jika thitung > ttabel pada α = 5% c) Koefisien Determinan (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar hubungan variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel terikat (Y). Dengan kata lain nilai koefisien determinan digunakan untuk mengukur besarnya variabel bebas yang


(62)

diteliti yaitu gaya kepemimpinan demokratis, dan iklim organisasi (X1, X2) terhadap variabel terikat yaitu semangat kerja (Y).

Jika determinan (R2) semakin besar atau mendekati satu, maka variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel terikat (Y) semakin kuat. Jika determinan (R2) semakin kecil atau mendekati nol, maka variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel terikat (Y) semakin kecil.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah PT Jamsostek (Persero)

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja


(64)

(ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja.

Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan


(1)

Lampiran 4


(2)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.37419693 Most Extreme Differences Absolute .140

Positive .125

Negative -.140

Kolmogorov-Smirnov Z .791

Asymp. Sig. (2-tailed) .559


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1(Constant) 5.595 3.397 1.647 .110

Gaya_Kepemimpinan -.508 .233 -.601 -2.177 .038

iklim_organisasi 1.210 .246 1.362 4.929 .000


(4)

Lampiran 5

Output SPSS untuk Analisis Regresi Linear Berganda Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 5.595 3.397 1.647 .110

Gaya_Kepemimpinan -.508 .233 -.601 -2.177 .038

iklim_organisasi 1.210 .246 1.362 4.929 .000

a. Dependent Variable: semangat_kerja

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 iklim_organisasi,

Gaya_Kepemim pinana

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: semangat_kerja

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .834a .695 .674 1.421

a. Predictors: (Constant), iklim_organisasi, Gaya_Kepemimpinan b. Dependent Variable: semangat_kerja


(5)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 133.334 2 66.667 33.026 .000a

Residual 58.541 29 2.019

Total 191.875 31

a. Predictors: (Constant), iklim_organisasi, Gaya_Kepemimpinan b. Dependent Variable: semangat_kerja


(6)

Lampiran 6

Penyebaran Kuesioner Penelitian

NO Gaya Kepemimpinan

Transaksional (X1) Iklim Organisasi (X2) Semangat Kerja (Y) P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6

Total P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8

Total P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 Total

1 4 4 4 4 4 4 24 4 4 4 4 4 4 4 3 31 4 4 4 4 4 4 4 4 32

2 5 5 5 5 5 5 30 5 5 4 5 5 4 5 5 38 4 4 4 4 4 5 4 4 33

3 3 4 4 4 3 4 22 4 4 4 3 4 4 4 4 31 4 4 5 4 4 4 4 4 33

4 5 5 5 4 5 5 29 4 5 5 5 5 5 4 4 37 4 5 5 5 5 5 5 4 38

5 5 5 5 4 5 5 29 4 5 5 5 5 5 4 4 37 4 5 5 5 5 5 5 4 38

6 4 3 3 4 4 4 22 4 4 4 4 4 4 4 4 32 4 4 4 4 4 4 4 4 32

7 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 3 4 4 30 4 3 4 3 4 4 4 4 30

8 4 4 4 4 4 4 24 4 4 4 4 4 3 4 4 31 4 3 4 3 4 4 4 4 30

9 4 4 4 4 4 4 24 4 4 4 4 4 4 4 3 31 4 4 4 4 4 4 4 4 32

10 5 5 5 5 5 5 30 5 5 4 5 5 4 5 5 38 4 4 4 4 4 5 4 4 33

11 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 3 4 4 30 5 3 4 3 4 4 4 4 31

12 4 4 4 4 4 4 24 4 4 4 4 4 3 4 4 31 4 3 4 3 4 4 4 4 30

13 4 4 4 4 4 4 24 4 4 4 4 4 4 4 3 31 4 4 4 4 4 4 4 4 32

14 5 5 5 4 5 5 29 4 5 5 5 5 5 4 4 37 4 5 5 5 5 5 5 4 38

15 4 4 4 4 4 4 24 4 5 4 4 4 3 4 3 31 4 3 4 3 4 5 3 4 30

16 5 5 5 4 5 5 29 4 4 5 5 4 5 5 5 37 4 5 4 5 5 4 5 4 36

17 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 3 4 4 30 4 3 4 3 4 4 4 4 30

18 4 4 4 4 4 4 24 4 5 4 4 4 3 4 3 31 4 3 4 3 4 5 3 4 30

19 5 5 5 5 5 4 29 5 5 4 5 4 4 4 4 35 4 3 4 3 5 5 4 5 33

20 4 3 3 4 4 4 22 4 4 4 4 4 4 4 4 32 4 4 4 4 4 4 4 4 32

21 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 4 4 4 31 4 4 4 4 4 4 4 4 32

22 4 3 3 4 4 4 22 4 4 4 4 4 4 4 4 32 4 4 4 4 4 4 4 4 32

23 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 3 4 4 30 4 3 4 3 4 4 4 4 30

24 5 5 5 5 5 4 29 5 5 4 5 4 4 4 4 35 4 3 4 3 5 5 4 5 33

25 3 4 4 4 3 4 22 4 4 4 3 4 4 4 4 31 4 4 5 4 4 4 4 4 33

26 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 4 4 4 31 4 4 4 4 4 4 4 4 32

27 4 4 4 4 4 4 24 4 5 4 4 4 3 4 3 31 4 3 4 3 4 5 3 4 30

28 3 4 4 4 3 4 22 4 4 4 3 4 4 4 4 31 4 4 5 4 4 4 4 4 33

29 4 4 4 4 4 4 24 4 4 4 4 4 3 4 4 31 4 3 4 3 4 4 4 4 30

30 5 5 5 5 5 4 29 5 5 4 5 4 4 4 4 35 4 3 4 3 5 5 4 5 33

31 5 5 5 4 5 5 29 4 5 5 3 5 5 5 5 37 5 4 5 5 4 5 4 5 37

32 4 4 4 3 4 4 23 3 4 4 4 4 3 4 4 30 4 3 4 3 4 4 4 4 30