Analytical Hierarchy Process AHP

b. Self confidence Percaya Diri c. Flexibility Fleksibilitas d. Organizational Commitment Komitmen Terhadap Organisasi Mengingat tugas widyaiswara sebagai pembina SMKBI mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi setiap kegiatan dari seluruh komponen yang ada di sekolah dan diluar sekolah baik di dalam maupun di luar negeri untuk mencapai dan melestarikan profil SMKBI yang telah ditetapkan, sehingga kompetensi seorang calon Pembina harus dilihat dari keenam kelompok kompetensi yang disampaikan oleh Spencer.

2.6. Analytical Hierarchy Process AHP

Analytical Hierarchy Process AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty merupakan suatu alat yang dirancang untuk membantu pembuat keputusan dalam memecahkan masalah yang rumit termasuk masalah dengan banyak dengan banyak kriteria. Prosesnya meminta pembuat keputusan untuk memilih kepentingan relatif dari setiap kriteria dan kemudian memspesifikasikan tingkat ketertarikannya untuk setiap alternatif keputusan relatif terhadap setiap kriteria. Output dari AHP adalah peringkat yang menunjukkan tingkat ketertarikan menyeluruh dari setiap alternatif keputusan. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: Thomas L. Saaty, 1993 1. Dekomposisi Universitas Sumatera Utara Setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dikomposisi, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. AHP menyusun hierarki secara fungsional , dimana setiap elemen dalam hierarki fungsional dikelompokkan kedalam tiap-tiap tingkat. Tingkat tertinggi yang disebut fokus hanya terdiri dari sebuah elemen yang menunjukkan tujuan dari sistem secara keseluruhan. Tingkat- tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa elemen atau kriteria, karena setiap elemen pada satu tingkat harus dibandingkan satu sama lain berdasarkan kriteria pada tingkat diatasnya, maka elemen-elemen pada setiap kriteria harus mempunyai karakteristik yang sama. Strukturisasi hierarki biasanya dilakukan dengan cara bergerak dari arah fokus untuk menguraikan elemen- elemenya sedapat mungkin kebawah, kemudian dari arah alternatif bergerak keatas sampai diperoleh suatu tingkat dimana keduanya saling berhubungan. 2. Comparative Judgement Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks dan selanjutnya dinamakan perbandingan berpasangan. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah seperti elemen mana yang lebih penting disukai mungkin …, dan berapa kali lebih penting disukai mungkin … seperti terlihat pada Tabel 1. berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Derajat Kepentingan Definisi Variabel Keterangan 1 Kedua elemennya sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama pentingnya 3 Sebuah elemen sedikit lebih penting dibandingkan elemen lainnya Pendapat sedikit memihak pada sebuah elemen dibandingkan elemen lainnya 5 Sebuah elemen lebih penting dibandingkan elemen lainnya Pendapat sangat memihak pada sebuah elemen dibandingkan elemen lainnya 7 Sebuah elemen jauh lebih penting dibandingkan elemen lainnya Sebuah elemen secara kuat disukai dan dominasinya tampak dalam praktek Lanjutan Tabel 1. Derajat Kepentingan Definisi Variabel Keterangan 9 Sebuah elemen mutlak lebih penting dibandingkan elemen lainnya Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi 2,4,6,8 Nilai-nilai tengah diantara dua pendapat berdampingan Nilai-nilai ini diberikan bila diperlukan 3. Synthesis Of Priority Langkah selanjutnya adalah melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sisntesis diantara prioritas lokal. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna, yaitu pertama adalah bahwa objek-objek serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya, anggur dan kelereng Universitas Sumatera Utara dapat dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika bulat merupakan kriterianya, tetapi tidak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Pengertian kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan menurut kriteria tertentu. 5. Consistency Index CI dan Consistency Ratio CR Hubungan preferensi yang dikenakan antara dua elemen tidak mempunyai masalah konsistensi relasi. Bila elemen A adalah dua kali lebih penting dari elemen B, maka elemen B adalah ½ kali pentingnya dari elemen A. Konsistensi seperti ini tidak berlaku jika terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan. Keterbatasan kemampuan numerik manusia menyebabkan prioritas yang diberikan untuk sekumpulan elemen tidaklah selalu konsisten secara logis. Secara numeris, terdapat kemungkinan suatu rangkaian penilaian untuk menyimpang dari konsistensi. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Indeks Konsistensi Consistecy Index atau CI yaitu: 1 max    n n CI  Dimana : λ max : Nilai Eigen Maksimum n : Ukuran matriks Nilai CI tidak akan berarti jika tidak terdapat patokan untuk menyatakan apakah apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten, dimana patokan diperoleh dengan melakukan Universitas Sumatera Utara perbandingan random. Dari matriks random tersebut dapat juga dinilai Consistency Index yang disebut dengan Random Index RI. Dengan membandingkan CI dengan RI maka diperoleh patokan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut dengan Consistency Ratio CR, dengan rumus sebagai berikut: RI CI CR  Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR semestinya tidak lebih dari 0,1, jika tidak penilaian yang telah dibuat mungkin dilakukan secara random dan perlu direvisi. Tabel 2. Random Indeks RI N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

2.7. Produktivitas