Patogenesis Demam Berdarah Dengue .1. Definisi

12 Gambar 2.3 Teori Enhancing Antibody Sumber : Soegeng Soegijanto, 2008 Selain kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang patogenesis DBD diantaranya, adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Semuanya dapat ditemukan pada kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. 12 Teori antigen-antibodi, menjelaskan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan kadar C3, C4, dan C5. Empat puluh delapan sampai tujuh puluh dua persen penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue, selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan memengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. 12 Teori mediator, menjelaskan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-2, TNF- α, dan lain-lain. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam, dan peningkatan permeabilitas kapiler. 12 Gigitan Nyamuk Virus melekat pada reseptor monosit Monosit terinfeksi Mekanisme eferen Mekanisme aferen Hati, limpa, usus, sum - sum tulang Komplemen Viremia Tromboplastin Mediator Kimiawi Aktivasi sistem koagulasi Sitokin Permeabilitas Kapiler 13

2.1.6 Manifestasi Klinis

Terdapat 4 gejala utama penyakit DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala lain adalah perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga kanan, atau kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. 1 Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis, dan fase pemulihan. 1. Fase febris. Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, faring hiperemis, injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah. 3 Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, dan dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal walaupun jarang. Hepatomegali timbul saat beberapa hari setelah demam. 3 2. Fase kritis. Terjadi pada hari ke 3-7 dengan penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-38 C atau kurang, disertai peningkatan permeabilitas kapiler secara paralel dengan hematokrit menigkat, merupakan tanda awal fase kritis. Timbulnya kebocoran plasma biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. 3 Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara klnis terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto dada dan USG abdomen sangat berguna untuk penegakan diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit juga merupakan dasar yang menggambarkan tingkat keparahan kebocoran plasma. 3 Syok dapat terjadi ketika volume plasma menghilang melalui kebocoran plasma, hal ini sering ditandai dengan suhu tubuh di bawah normal. Dengan syok berkepanjangan akan menyebabkan hipoperfusi organ, 14 penurunan nilai organ, asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskular diseminata. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang parah dan hematokrit menjadi turun saat syok berat. Selain itu, penurunan fungsi organ yang berat seperti hepatitis, ensefalitis atau miokarditis, dan atau perdarahan berat juga dapat berkembang tanpa kebocoran plasma atau syok. 3 3. Fase pemulihan. Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil, dan diuresis membaik. 3 Beberapa pasien mungkin memiliki rash, pruritus, bradikardi, dan perubahan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek pengenceran dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih akan naik segera setelah suhu normal dibandingkan jumlah trombosit. Gangguan pernapasan dari efusi pleura dan asites akan terjadi bila pemberian cairan intravena yang berlebihan. Selama fase kritis atau fase pemulihan, terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru dan gagal jantung kongestif. 3 Gambar 2.4 Fase perjalanan klinis DBD Sumber : WHO, 2009 15 2.1.7 Diagnosis Demam Berdarah Dengue 2.1.7.1 Gejala klinis demam berdarah dengue. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : - Uji bendung positif. - Petekie, ekimosis, purpura. - Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi. - Hematemesis atau melena. Pembesaran hati. Syok, ditandai frekuensi denyut nadi teraba cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang 2 detik, dan pasien tampak gelisah. 11

2.1.7.2 Data Laboratorium

Trombositopenia 100 000μl atau kurang. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut : - Peningkatan hematokrit ≥ β0 dari nilai standar. - Penurunan hematokrit ≥ β0, setelah mendapat terapi cairan. - Efusi pleuraperikardial, asites, dan hipoproteinemia. 11 Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium atau hanya peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. 11 Kelainan hematologis lain yaitu waktu perdarahan memanjang, kadar protombin menurun jarang ditemukan 40 kontrol, kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik, kenaikan kadar transaminase serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea nitrogen serum, dan hipoalbuminemia. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada hampir semua penderita. 7 16 2.1.8 Tata Laksana Demam Berdarah Dengue 2.1.8.1 Derajat Penyakit Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi: Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi perdarahan ialah uji bendung. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun 20 mmHg atau kurang atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. Derajat IV : Syok berat profound shock, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. 11

2.1.8.2 Penatalaksanaan

Tata laksana bersifat simptomatik dan suportif. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam. Pemberian parasetamol dapat disederhanakan seperti tertera pada tabel 2.1. 5 Tabel 2.1 Dosis parasetamol menurut kelompok umur Umur tahun Parasetamol tiap kali pemberian Dosis mg Tablet 1 tab = 500mg 1 60 18 1-3 60-125 1-8-14 4-6 125-250 14-12 7-12 250-500 12-1 Sumber : Depkes, 2005