Karakteristik Subyek Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
35
memiliki status gizi baik 46 orang 46,9, selanjutnya status gizi kurang 30 orang 30,6, dan status gizi lebih 22 orang 22,4.
Penelitian yang dilakukan oleh Saniathy E, Arhana BNP, Suandi IKG, Sidiartha IGL di bagian rawat inap anak Rumah Sakit Umum Pusat RSUP
Sanglah Denpasar Bali memperoleh rerata berat badan pada kasus DBD syok yaitu 29,5 ± 13,0 kg sedangkan pada kasus DBD tidak syok yaitu 26,4 ± 12,2 kg.
9
Berat badan merupakan salah satu indikator untuk menentukan status gizi anak. Semakin tinggi angka berat badan anak, maka anak tersebut mempunyai
status gizi lebih. Status gizi seseorang sangat berkaitan dengan respon imun tubuh. Seorang anak yang memiliki status gizi lebih akan terjadi peningkatan
dalam mensekresikan dan melepaskan sitokin pro inflamasi, sehingga mempunyai peluang besar menjadi SSD.
9
Berdasarkan bulan perawatan dijumpai sebagian besar 61 orang 62,2 pasien anak menderita saat musim hujan periode bulan Oktober sampai dengan
April. Saat musim kemarau periode bulan Mei sampai dengan September didapatkan 37 orang 37,8 pasien anak.
Hasil tersebut di temukan juga pada penelitian di Palembang yang menghubungkan antara peningkatan curah hujan dengan peningkatan kasus DBD
anak yang dirawat di tiga rumah sakit di Palembang. Terdapat korelasi antara curah hujan dengan peningkatan jumlah kasus DBD yang dirawat.
25
Gambar 4.3 Karakteristik Bulan Perawatan
61
37
10 20
30 40
50 60
70
musim hujan oktober-april
musim kemarau mei-september
62,2 37,8
36
Rerata lama rawat inap subyek penelitian ini adalah 4,96 ± 2,149 hari dengan rawat inap terlama 16 hari. Rerata pasien masuk rumah sakit demam hari
ke 4,15 ±1,187 dengan riwayat demam masuk terlama hari ke 7. Hasil penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian di bangsal anak
RSUP Dr. Kariadi Semarang ditemukan hasil rerata lama perawatan adalah 5,2 ± 4,41 hari, dengan lama perawatan terpanjang 23 hari. Rerata hari demam sebelum
dirawat adalah 4,1 ± 1,57 hari.
26
Penelitian pada bagian anak RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, hampir 80 pasien anak dirawat setelah mengalami demam tiga hari di rumah
atau sakit hari keempat.
24
Lama sakit menentukan perjalanan penyakit DBD berada pada suatu fase dari tiga fase yang ada yaitu fase demam hari sakit ke 1-3, fase kritissyok hari
sakit ke 4-7 kebocoran plasma terhebat terjadi setelah demam 3 hari dan berlangsung selama 24-48 jam. Fase penyembuhan yaitu apabila fase kritis
terlewati dan terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya hari sakit lebih dari 7.
24
Berdasarkan penggolongan kelas rawat inap, subjek sebagian besar berada di kelas 3 sebanyak 59 orang 60,2, selanjutnya kelas 2 sebanyak 18 orang
18,4 dan kelas 1 sebanyak 18 orang 18,4. Pasien anak yang datang dengan keadaan kritis langsung masuk ke ruang ICCU sebanyak 3 orang 3,1.
Gambar 4.4 Karakteristik ruang rawat inap
18 18
59
3 10
20 30
40 50
60 70
Kelas 1 Kelas 2
Kelas 3 Ruang ICCU
18,4
60,2
18,4
3 3,1
37
Kadar trombosit saat hari pertama penderita masuk rumah sakit atau demam hari ke 4 , rata-rata 89.084mm
3
± 60.873mm
3
. Ditemukan juga hal yang sama, di bagian anak RSUPN CM Jakarta yaitu kadar trombosit 50.000-
100.000mm
3
sebesar 67,4.
24
Mekanisme terjadinya trombositopenia pada DBDSSD kemungkinan bersifat multifaktorial. Terdapat beberapa asumsi mengenai keadaan ini,
diantaranya menyatakan bahwa kombinasi dari difusi cedera sel endotel, peningkatan aktivasi platelet, dan disseminated intravascular coagulation akan
mengakibatkan peningkatan konsumsi trombosit. Trombositopenia di bawah 100.000mm
3
merupakan salah satu kriteria diagnosis DBD, nilai trombosit mulai menurun pada masa demam hari ke 3 dan
mencapai nilai terendah pada masa syok. Beberapa studi menunjukkan bahwa keadaan trombositopenia tidak dapat digunakan dalam menilai derajat suatu
penyakit DBDSSD. Sehingga trombositopenia hanya digunakan sebagai salah satu kriteria laboratoris dalam menegakkan diagnosis DBDSSD.
27
Kadar hematokrit awal pada pasien anak DBD dalam penelitian ini antara 25-53 dengan rerata kadar hematokrit 38,33 ± 6.075. Kadar hematokrit
tertinggi selama rawat inap pada pasien anak DBD dalam penelitian ini antara 42- 55 dengan rerata 48,13 ± 2,693.
Hal ini ditemukan sama pada penelitian yang dilakukan pada RS. M. Djamil Padang, terdapat pasien anak DBD dengan kadar hematokrit 42 pada
saat masuk.
23
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di RSUPN CM Jakarta berdasarkan karakteristik hematokrit, ditemukan kadar hematokrit 42 sebesar
54,3 dari pasien DBD anak.
24
Nilai hematokrit yang tinggi diasosiasikan dengan kebocoran plasma. Makin besar kebocoran yang terjadi makin tinggi nilai hematokritnya. Kebocoran
plasma ini mencapai puncaknya pada saat syok. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan peningkatan hematokrit 20 atau lebih mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler, perembesan plasma, dan berhubungan dengan beratnya penyakit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20 atau lebih
dianggap menjadi bukti definitif adanya peningkatan permeabilitas vaskular dan
38
kebocoran plasma. Namun kadar hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian dini volume, intake kurang, loss, dehidrasi, dan perdarahan.
24
Keaadaan akhir pasien keluar dari rumah sakit sebagian besar 95 orang pasien sembuh 96,9 dan 3 orang pasien yang meninggal 3,1 dengan status
gizi kurang. Ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Saniathy E, Arhana BNP,
Suandi IKG, Sidiartha IGL di bagian rawat inap anak Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Sanglah Denpasar Bali memperoleh keadaan akhir pasien keluar rumah
sakit sebagian besar sembuh, dan hanya 2 orang pasien yang meninggal.
9
Pada sebagian besar kasus, dengan pengelolaan yang tepat didapatkan outcome yang baik. Penderita DBD yang mengalami syok dengan awitan akut dan
cepat teratasi mengalami perbaikan klinis yang seringkali dramatis. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa tidak terjadi kerusakan atau lesi vaskuler
akibat inflamasi DBD, pada penyakit ini perubahan fungsional vaskuler sangat mungkin disebabkan oleh sekresi mediator-mediator inflamasi.
28
Gambar 4.5 Karakteristik Keadaan Akhir Pasien