BAB V: Penutup Sistematika Penulisan

hampir semuanya menggunakan atau mencantumkan klausul arbitrase di dalamnya, artinya lembaga arbitrase sudah menjadi alternatif penyelesaian sengketa. Undang-undang AAPS ini telah termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No.138 dan semenjak undang-undang ini diberlakukan maka otomatis membatalkan peraturan-peraturan arbitrase yang bertentangan sebelumnya. Sudargo Gautama memberikan batasan Arbitrase yaitu: “Arbitrase adalah cara penyelesaian hakim partikulir yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, cepat dalam memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang mudah dilaksanakan karena ditaati para pihak”. 15 Lembaga arbitrase dikenal ada dua, yaitu arbitrase ad hoc dan arbitrase institusional. Arbitrase ad hoc sering disebut sebagai “arbitrase volunteer” karena jenis lembaga arbitrase ini dibentuk khusus untuk menyelesaiakan masalah perselisihan tertentu. Sementara itu lembaga arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, pasal I ayat 2 Konvensi New York 1958 menyebutkan jenis lembaga ini “Permanent Arbitral Body”. 16 15 Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional Jakarta: Grasindo, 2002 h.3 16 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia Jakarta: Rajawali Press, 2009 h.236 Arbitrase di Indonesia menjadi favorit dikalangan pelaku bisnis karena mempunyai banyak kelebihan dan begitupun sebaliknya, banyak kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yaitu: 17 1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat 2. Biaya berperkara yang mahal 3. Pengadilan umumnya tidak responsif 4. Putusan pengadilan tidak menyelesaiakan masalah 5. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis Sebagai contoh mengenai cepatnya proses arbitrase dalam menyelesaikan sengketa yaitu dalam waktu 14 empat belas hari sejak negosiasi dilakukan, para pihak sudah harus mengambil keputusan dalam bentuk tertulis. Jika belum menghasilkan kesepakatan maka para pihak meminta pendapat ahli atau menunjuk mediator. Penasihat ahli atau mediator ini diberikan waktu yang sama yakni selama 14 hari untuk menyelesaikan sengketa. Jika tidak juga berhasil maka dapat ditempuh penyelesaian tahap ketiga yaitu menunjuk seorang mediator oleh lembaga arbitrase atas permintaan para pihak yang bersengketa.Penyelesaian sengketa melalui mediasi ini diharapkan sudah selesai paling lambat 30 hari terhitung sejak usaha mediasi ini dimulai.Putusan kesepakatan pilihan penyelesaian sengketa tersebut dibuat secara tertulis dan bersifat final dan mengikat.Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lambat 30 hari sejak penandatanganan.Selanjutnya 17 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997 h.240-247