Kasus Posisi KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS SENGKETA KEPEMILIKAN

Menurut Harry, RUPS ini sebenarnya cacat hukum. Pertama, RUPS 17 Maret tidak diketahui oleh jajaran direksi dan komisaris TPI lainnya, kecuali 1 orang saja yang menandatangani RUPS. Direktur ini adalah orang yang ditempatkan Tutut di jajaran direksi. Kedua, RUPS 17 Maret dilakukan tanpa melalui proses pemanggilan pemegang saham. RUPS digelar dengan alasan Tutut telah membatalkan secara sepihak adendum surat kuasa pengambilalihan 75 saham TPI ke BKB yang telah ditandatangani pada Februari 2003. Padahal, surat kuasa yang dimaksud ditandatangani oleh dua pihak, sehingga tidak dapat dibatalkan sepihak oleh Tutut. Selain itu, Tutut juga menuding Hary Tanoe dengan saudaranya Hartono Tanoe yang menjadi Komisaris di PT Sarana Rekatama Dinamika SRD sengaja membuat hasil RUPS 17 Maret 2005 tidak dapat dimasukkan ke dalam Sisminbakum Sistem Administrasi Badan Hukum, seperti yang dikuak oleh Yohanes Waworuntu. Namun menurut Hary, alasan ini terlalu dibuat-buat. Hary menegaskan, pertama, baik Bimantara Citra, PT Bhakti Investama Tbk BHIT maupun PT Media Nusantara Citra Tbk MNCN tidak memiliki saham di SRD. Tak berhenti sampai disitu, mendadak pada 23 Juni 2010, Tutut kembali menggelar RUPS yang kemudian menunjuk Ketua Umum Partai Patriot Pancasila Japto Soerjosoemarno sebagai Direktur Utama TPI bersama 3 orang jajaran direksi lainnya. Landasan Mbak Tutut mengadakan RUPS tersebut adalah dikeluarkannya surat Pejabat Pelaksana Harian Plh Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM, Rieke Amavita bertanggal 8 Juni 2010 yang menyebutkan bahwa Menteri Hukum telah membatalkan surat-surat pengesahan anggaran dasar TPI. Kubu Tutut mengklaim, keberadaan surat tersebut dengan sendirinya membatalkan susunan direksi dan komisaris TPI yang sekarang menjabat. Sementara kubu Hary Tanoe mempertanyakan status surat yang dikeluarkan oleh Rieke tersebut. Menurut Hary, surat tersebut secara hukum tidak dapat membatalkan keputusan RUPS 18 Maret 2005. Kendati demikian, kubu Tutut terus melakukan berbagai upaya merebut TPI. Bahkan pada 26 Juni 2005, Japto bersama orang-orangnya mendatangi kantor TPI guna mengklaim dan menduduki kantor tersebut. Kubu Hary Tanoe pun melaporkan upaya pendudukan tersebut ke pihak kepolisian. Kini, keduanya masih terus bersengketa. Di satu sisi kubu Mbak Tutut terus bergerilya menggoyang status kepemilikan TPI. Di sisi lain, kubu Hary Tanoe terus mengupayakan jalur hukum untuk tetap mempertahankan TPI. Pada oktober 2014, BANI telah menutus perkara ini dengan memenangkan pihak Hary Tanoe sebagai pemilik sah TPI. Namun seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, ini berseberangan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 238 PKPdt2014 yang memenangkan pihak Tutut. Putusan BANI ini kemudian dikuatkan kembali oleh hasil eksaminasi perkara tersebut yang dilaksanakan pada Rabu, 21 Januari 2015. Eksaminasi yang dilakukan oleh sejumlah pakar hukum menyimpulkan putusan BANI sah, karena dalam investment agreement diatur bahwa jika ada sengketa apapun penyelesaiannya harus melalui BANI, sehingga pengadilan dapat melakukan eksekusi atas keputusan BANI. Tanggal Keterangan 23 Agustus 2002 Siti Hardianti Rukmana dan Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama menandatangani investment agreement. Hary Tanoe akan membayarkan sebagian utang Siti Hardianti Rukmanat, dengan kompensasi 75 saham TPI Februari 2003 Siti Hardianti Rukmana dan PT Berkah Karya Bersama menandatangani addendum surat kuasa pengalihan 75 saham TPI pada PT Berkah Karya Bersama 20 Desember 2004 Siti Hardianti Rukmana melayangkan surat kepada PT Berkah Karya Bersama meminta kembali 75 saham TPI yang sudah dipindahtangankan dan Siti Hardianti Rukmanat menjanjikan akan melakukan due dilligence uji tuntas untuk membayar kompensasi gantinya. 8 Maret 2005 Menurut Hary Tanoe, pihaknya menyampaikan 3 opsi detil mekanisme pembayaran kepada Siti Hardianti Rukmana. 10 Maret 2005 Hary Tanoe layangkan surat pemanggilan RUPSLB kepada seluruh pemegang saham TPI untuk membahas opsi-opsi tersebut dalam rapat yang dijadwalkan pada 18 Maret 2005. 17 Maret 2005 Siti Hardianti Rukmana dan pemegang saham lainnya melakukan RUPSLB merombak jajaran direksi dan dewan komisaris TPI. RUPSLB ini dituangkan dalam Akta No. 114 di hadapan notaris Buntario Tigris Darmawa. 18 Maret 2005 PT Berkah Karya Bersama selenggarakan RUPSLB yang menyebabkan perubahan dewan direksi TPI dan perubahan komposisi kepemilikan saham. 21 Maret 2005 - Keluar Surat Keputusan SK Menteri Hukum dan HAM No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 yang mengesahkan akta RUPSLB TPI yang dibuat pada tanggal 18 Maret 2005. - Sementara, akta RUPSLB yang diselenggarakan Siti Hardianti Rukmana tanggal 17 Maret 2005 tidak pernah mendapat pengesahan dari Depkumham. 8 Juni 2010 Dirjen AHU keluarkan surat bernomor AHU.2.AH.03.04-114A yang ditandatangani oleh Plh. Direktur Perdata Rike Amavita kepada Harry Ponto. Surat ini berisi pemberitahuan perihal adanya pencabutan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tentang Pengesahan Akta TPI Nomor 16 tanggal 18 Maret 2005. 23 Juni 2010 Siti Hardianti Rukmanat gelar RUPS TPI yang mengubah susunan dewan direksi TPI, berdasarkan surat dari Plh. Direktur Perdata bernomor AHU.2.AH.03.04-114A Juli 2010 MNC ajukan gugatan ke PTUN untuk membatalkan surat dari Plh. Direktur Perdata ke PTUN Jakarta. 5 Agustus 2010 Dirjen AHU memasukkan jawaban di PTUN atas gugatan pembatalan surat dari Plh. Direktur Perdata, yang menyatakan surat yang digugat tersebut bukan objek tata usaha negara berupa surat keputusan. Itu hanya surat biasa yang berisi saran yang diterbitkan oleh Plh Direktur Perdata. 12 Agustus 2010 Kuasa hukum MNC mencabut gugatan pembatalan surat Plh. Direktur Perdata Rike Amavita kepada Harry Ponto. 24 Agustus 2010 Dirjen AHU menyatakan bahwa SK Menteri Hukum dan HAM No. C-07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 tertanggal 21 Maret 2005 yang mengesahkan akta TPI versi Kubu MNC telah batal demi hukum.

B. Analisis Yuridis

Salah satu dasar hukum berarbitrase di Indonesia adalah Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 1981 tentang pengesahan Konvensi New York 1958. 45 Keputusan Presiden ini telah diwujudkan dalam undang-undang AAPS yang ternyata memberikan kemungkinan para pihak untuk menuntut ganti kerugian dan penggantian biaya yang dikeluarkannya serta menuntut tanggung jawab hukum lainnya dari arbiter, jika arbiter terbukti: 1. Menarik diri setelah menyatakan menerima penunjukannya sebagai arbiter, tanpa persetujuan para pihak atau penetapan pengadilan Pasal 19 2. Dalam memberikan keputusannya secara tidak jujur, adil, tidak sesuai dengan hukum dan kepatutan Pasal 18 dan Pasal 86 3. Tidak emberitahukan kepada para pihak tentang adanya conflict of interest dalam menyelesaikan sengketa Pasal 18 dan Pasal 22 4. Tanpa alasan yang sah tidak memberikan putusan dalam jangka waktu yang ditentukan Pasal 20 Adanya itikad tidak baik dari tindakan-tindakan yang diambil arbiter selama proses persidangan berlangsung Pasal 21 Selain itu pasal 22 Undang-Undang ini juga mengatur tentang tuntutan ingkar yaitu hak yang diberikan kepada para pihak ketiga untuk menuntut mundurnya seorang arbiter dari pengangkatan yang telah 45 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia Jakarta: Rajawali Press, 2009 h.238 diterima olehnya atas dasar adanya alas an bahwa arbiter yang bersangkutan berkemungkinan untuk melaksanakan pemeriksaan siding arbitrase dan selanjutnya menjatuhkan putusan arbitrase secara tidak bebas atau objektif. 46 Salah satu pihak yang bersengketa dapat mengajukan permohonan koreksi putusan kepada arbiter atau majelis arbitrase.Koreksi putusan arbitrase revision of the award disini terbatas pada perbaikan terhadap kekeliruan yang bersifat administrative saja dan tidak mengubah substansi putusan arbitrasenya. 47 Oleh karena itu analisa saya sebagai berikut:

1. Dalam Investment Agreement telah menyebutkan bahwa apabila ada

sengketa maka diselesaikan di BANI Pada tahun 2002 posisi utang TPI mencapai Rp1,634 triliun dan terancam pailit. Kemudian Tutut bersama PT Berkah Karya Bersama BKB menandatangani Investment Agreement pada 23 Agustus 2002. Pada saat itu juga ada surat kuasa pengalihan 75 persen saham TPI kepada BKB pada Februari 2003. Pasal 13.3 perjanjian arbitrase yang menyebut, ”Jika sengketa demikian tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan oleh Para Pihak, maka akan diselesaikan secara eksklusif dan final melalui arbitrase di Jakarta sesuai dengan Peraturan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.” 46 Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional Jakarta: Grasindo, 2002 h. 47 47 Ibid, h.92 Pasal 13.6 Perjanjian Investasi yang menyebut,”Keputusan arbitrase yang diberikan bersifat final, mengikat, dan tidak dapat dibantah dan dapat digunakan sebagai dasar untuk keputusan atas itu di Indonesia atau di manapun juga. Para Pihak secara tegas setuju i untuk mengenyampingkan Pasal 70-72 Undang-Undang No. 30 Tahun 19 99....”

2. Putusan BANI telah memenangkan PT Berkah

Andi Simangunsong, Kuasa Hukum PT Berkah menyatakan bahwa putusan BANI merupakan putusan yang telah memenuhi rasa keadilan. Sebab, putusan itu mengatakan bahwa PT BKB telah membayar USD81 juta lebih dari USD55 juta sebagaimana diperjanjikan, maka PT BKB berhak atas 75 saham TPI. Menurut Andi, nilai 25 saham Tutut saat ini dengan kondisi TPI yang cemerlang dan bernilai pasar positif triliunan rupiah jauh lebih berharga daripada nilai 100 saham Tutut di tahun 2002 sebelum masuknya PT BKB, yaitu bernilai negatif dan berhutang lebih dari Rp1,6 triliun.

3. Putusan pengadilan tidak bisa menegasikan putusan BANI

Margarito, Pengamat hukum tata negara Unversitas Khairun, Ternate mengatakan, keputusan BANI yang memenangkan PT BKB atas sengketa TPI telah menggugurkan keputusan PK yang telah diputuskan MA. Namun, menurutnya, bukan berarti penyelidikan dugaan suap terhadap majelis hakim MA yang sedang ditangani KY ikut gugur. Pakar hukum bisnis Frans Hendra Winata menilai keputusan peninjauan kembali PK kasus sengketa kepemilikan TPI adalah keputusan yang keliru. Karena itu, menurut Frans, KY wajib menelusuri kekeliruan putusan hakim MA, M Saleh, tersebut. Menurut Frans, sesungguhnya BANI-lah yang berwenang mengadili kasus ini sesuai dengan perjanjian bisnis. Apalagi keputusan BANI tidak bisa diganggu gugat lagi. Hal senada diungkapkan pengamat hukum Universitas Negeri Semarang Arif Hidayat. Menurut dia, KY diharapkan menuntaskan dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim MA yang menangani PK kasus TPI. Frans menegaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 telah mengatur bahwa jika para pihak telah memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa party autonomy , maka pengadilan tidak mempunyai kewenangan atau yurisdiksi mengadili suatu sengketa bisnis. Putusan BANI dengan Nomor 547XIARB-BANI2013 pada putusan pertama dan terakhir memutuskan perkara kepemilikan saham TPI dimenangkan pihak PT Berkah Karya Bersama. Dalam putusannya, BANI mewajibkan pihak Tutut membayar utang senilai Rp510 miliar kepada PT Berkah serta membayar biaya perkara sengketa ke BANI. Termasuk dalam hal surat keputusan yang telah dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM nomor AHU-06536.AH.01.02 Tahun 2014 tertanggal 14 Februari 2014 yang mengembalikan kepemilikan 75 persen