KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS SENGKETA KEPEMILIKAN TPI PENUTUP

merupakan bagian dari Peradilan Umum adalah H.I.R. Pendapat ini dianut oleh hakim-hakim Pengadilan Niaga. Namun, Mahkamah Agung berpendapat bahwa klausul arbitrase dalam suatu perjanjian tidak dengan sendirinya menyebabkan Pengadilan Niaga dalam masalah kepailitan tidak berwenang mengadilinya. Menurut Pasal II ayat 3 Konvensi New York 1958, berbunyi: “The court of a Contracting State, when seized of an action in a matter in respect of which the parties have made an agreement within the meaning of this article, shall, at the request of one of the parties, refer the parties to arbitration, unless it finds that the said agreement is null and void, inoperative or incapable of being performed.” yang menunjukan bahwa lembaga arbitrase mempunyai kompetensi absolut terhadap perjanjian yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. BANI Badan Arbitrase Nasional Indonesia memberi standar klausul arbitrase untuk para pihak yaitu sebagai berikut: Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI menurut peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. 4 Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul. 4 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase Jakarta: Kencana, 2009 h.47 Penyimpangan ini terlihat pada kasus Bankers Trust BT vs. PT Jakarta International Hotel Development JIHD. Sengketa antara BT vs. JIHD sebenarnya telah sampai pada putusan. Pengadilan Arbitrase Internasional London telah mengeluarkan putusan award yang pada intinya menyatakan JIHD telah wanprestasi dan cidera janji. JIHD juga dihukum untuk membayar ganti rugi kepada BT. Selain itu Pasal III Konvensi, prinsip-prinsip lain yang dilanggar yaitu prinsip bahwa putusan arbitrase bersifat final and binding dan konsekwensinya, putusan tersebut dengan sendirinya mengandung “kekuatan eksekutorial” atau “executorial kracht”. 5 Itu berarti bahwa kekuatan eksekusi putusan BANI pada November 2014 yang memenangkan pihak PT Karya Berkah Bersama BKB telah final dan mengikat. Namun pada kasus Bankers Trust melawan PT Mayora Indah Tbk dan Bankers Trust vs. PT Jakarta International Development Tbk, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak memberikan eksekusi terhadap putusan Arbitrase London karena mengganggu ketertiban umum. Begitu juga putusan Mahkamah Agung dalam perkara E.D F. MAN SUGAR Ltd vs Yani Haryanto pada tahun 1991 yang menjadi kasus pertama bagi Indonesia untuk menolak pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri berdasarkan ketertiban umum. 6 Kenyataan-kenyataan tersebut membangun opni bahwa lembaga arbitrase merupakan tempat untuk menyelesaikan perkara namun tanpa kepastian hukum 5 M. Yahya Harahap, Arbitrase Jakarta: Sinar Grafika, 2003 h.25-27 6 Dilihat di http:www.hukumonline.comberitabacahol1905arbitrase-pilihan-tanpa- kepastian tanggal 161214