Putusan pengadilan tidak bisa menegasikan putusan BANI

Pengadilan Negeri PN Jakarta Pusat No. 10pdt.g2010 yang memenangkan kubu Tutut. Dalam gugatan Tutut menyatakan kepemilikan 75 persen sahamnya telah diambil secara tidak sah oleh PT Berkah Karya Bersama. Perusahaan milik Hary Tanoe tersebut dituduh telah menggunakan surat kuasa pemegang saham yang tidak berlaku lagi dalam melakukan RUPSLB TPI pada 18 Maret 2005 terkait pengambilalihan saham TPI. Apabila pada awalnya PN Jakarta Pusat tidak menerima kasus yang merupakan kompetensi absolut arbitrase, maka kasus ini tidak akan berlanjut sampai MA.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan hukum arbitrase pada kasus sengketa kepemilikan TPI MNC TV. Berdasarkan analisis tentang prinsip-prinsip arbitrase yang banyak dilanggar pada kasus sengketa kepemilikan TPI ini, maka disimpulkan bahwa Pengadilan Negeri dalam hal ini juga Mahkamah Agung telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan menunjukan bahwa penerapan yang sangat lemah terhadap hukum arbitrase. Prinsip-prinsip yang dilanggar itu diantaranya Prinsip Limited Court Involvement, prinsip itikad baik, prinsip kerahasiaan, dan prinsip pemeriksaan arbitrase secara tertutup. Klausula arbitrase yang ada pada investment agreement, telah membeikan kompetensi absolut lembaga arbitrase untuk menangani kasus ini dan apabila Pengadilan Negeri memutus atau bahkan Mahkamah Agung MA memutus dengan putusan yang jauh berbeda dengan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI, maka MA telah melampaui kewenangannya. Kedepannya extra judicial akan tidak akan mendapat tempat dalam tata hukum Indonesia bahkan bisa jadi minat masyarakat bisnis terhadap lembaga arbitrase menjadi hilang. 2. Eksekusi putusan arbitrase apabila ada putusan pengadilan yang berlawanan dengan putusan arbitrase tersebut. Eksekusi putusan dalam kasus ini seharusnya mengacu pada putusan BANI karena putusan MA dalam kasus ini batal demi hukum. Hakim telah melampaui kewenangannya dalam memutus perkara. Apabila pihak Tutut tidak setuju dengan putusan BANI, maka seharusnya ia dapat mengoreksi putusan tersebut sesuai pasal 58 undang-undang AAPS atau membatalkan putusan apabila telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal 70 undang- undang AAPS ataupun bukti-bukti lain yang kuat. Bukan malah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri saat kasus sedang ditangani oleh BANI. Yurisprudensi pembatalan putusan arbitrasepun telah banyak telah banyak membuktikan bahwa dalam hal lembaga arbitrase bisa salah memutuskan itu benar adanya. Bisa kita lihat dari banyaknya putusan arbitrase yang telah dibatalkan. Maka seharusnya pihak Tutut dapat menghormati jalannya proses arbitrase yang sedang berjalan. B. Saran Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan banyaknya prinsip-prinsip yang dilanggar oleh lembaga in-court justice maka Komisi Yudisial harus membuat peraturan yang berisi sanksi terhadap hakim pengadilan yang masih ikut campur dalam kasus yang didalamnya terdapat klausula arbitrase dan Mahkamah Agung sebagai the last resort harus segera berbenah diri agar menjaga