Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Penyimpangan ini terlihat pada kasus Bankers Trust BT vs. PT Jakarta International Hotel Development JIHD. Sengketa antara BT vs. JIHD sebenarnya telah sampai pada putusan. Pengadilan Arbitrase Internasional London telah mengeluarkan putusan award yang pada intinya menyatakan JIHD telah wanprestasi dan cidera janji. JIHD juga dihukum untuk membayar ganti rugi kepada BT. Selain itu Pasal III Konvensi, prinsip-prinsip lain yang dilanggar yaitu prinsip bahwa putusan arbitrase bersifat final and binding dan konsekwensinya, putusan tersebut dengan sendirinya mengandung “kekuatan eksekutorial” atau “executorial kracht”. 5 Itu berarti bahwa kekuatan eksekusi putusan BANI pada November 2014 yang memenangkan pihak PT Karya Berkah Bersama BKB telah final dan mengikat. Namun pada kasus Bankers Trust melawan PT Mayora Indah Tbk dan Bankers Trust vs. PT Jakarta International Development Tbk, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak memberikan eksekusi terhadap putusan Arbitrase London karena mengganggu ketertiban umum. Begitu juga putusan Mahkamah Agung dalam perkara E.D F. MAN SUGAR Ltd vs Yani Haryanto pada tahun 1991 yang menjadi kasus pertama bagi Indonesia untuk menolak pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri berdasarkan ketertiban umum. 6 Kenyataan-kenyataan tersebut membangun opni bahwa lembaga arbitrase merupakan tempat untuk menyelesaikan perkara namun tanpa kepastian hukum 5 M. Yahya Harahap, Arbitrase Jakarta: Sinar Grafika, 2003 h.25-27 6 Dilihat di http:www.hukumonline.comberitabacahol1905arbitrase-pilihan-tanpa- kepastian tanggal 161214 dan apabila kasusnya telah menang namun sesungguhnya itu hanya kemenangan diatas kertas karena tidak mempunyai kekuatan eksekutorial. Dalam kasus sengketa kepemilikan PT. Televisi Pendidikan Indonesia TPI atau sekarang yang telah berubah nama menjadi MNC TV ini berawal dari diterimanya permohonan pailit Sri Hardiyanti alias Tutut oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam putusannya nomor No. 52Pailit2009PN.NIAGA.JKT.PST lalu putusan ini dibatalkan lewat putusan kasasi MA no. 862 KPdt2013 karena MA berpendapat bahwa kasus kepailitan ini bukan kepailitan yang sederhana dan kasus kepailitan yang tidak sederhana tidak bisa diselsaikan di pengadilan niaga. Putusan tersebut telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi PT Jakarta No. 629Pdt2011. Putusan PT Jakarta tersebut berisi pembatalan putusan Pengadilan Negeri PN Jakarta Pusat No. 10pdt.g2010 yang memenangkan kubu Tutut. Pada akhirnya MK Menolak Peninjauan Kembali PK yang diajukan oleh PT BKB. Padahal sengketa ini telah berproses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI dan dalam hal ini telah mengeluarkan putusan yang memenangkan Pihak Hary Tanoe sebagai pemilik Televisi pendidikan Indonesia. Sengketa ini menandakan bahwa Pengadilan Negeri tidak mengindahkan kompetensi absolut lembaga arbitrase. Karena pengadilan negeri lah yang pertama-tama menerima gugatan oleh pihak Tutut dengan Gugatan No. 10Pdt.G2010 yang dalam petitumnya, Tutut Cs meminta pengadilan agar mensahkan hasil keputusan RUPSLB tanggal 17 Maret 2005. Selain itu, PT Berkah dituntut membayar ganti dugi sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri kerugian materil sebesar Rp1,4 triliun dan immateril Rp2 triliun. Disisi lain, Indonesia sebagai negara hukum yang mana negara dan masyarakatnya diatur oleh hukum, bukan diperintah oleh manusia. Negara Hukum menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai tempat terakhir The Last Resort upaya penegakan hukum, kebenaran dan keadilan 7 . Oleh karena itu terdapat tumpang tindih kekuasaan untuk memutus suatu perkara. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, dan untuk mensinkronisasi prinsip-prinsip yang ada pada undang-undang Arbitrase, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut kedalam bentuk skripsi dengan judul “Penerapan Prinsip Arbitrase di Indonesia Dalam Studi Sengketa Kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia MNC TV Analisis Putusan MA No. 862 KPdt2013 ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahsan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah yang diteliti dan hanya focus pada Keberlakuan Prinsip Abitrase di Indonesia Dalam Studi Sengketa Kepemilikan TPI MNC TV. Hukum arbitrase yang telah berlaku di Indonesia baik yang bersumber dari hukum nasional maupun internasional, apakah penerapannya sudah sesuai atau tidak dan apabila dalam kasus yang sama putusan lembaga arbitrase berlawanan dengan putusan pengadilan, yang manakah yang bisa di eksekusi.

2. Perumusan Masalah

7 M. Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung, Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkra Perdata Jakarta:Sinar Grafika, 2008 h.5 Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan, dalam kasus kepemilikan TPI MNC TV ini, telah terjadi ketidakpastian hukum. Padahal hukum arbitrase telah jelas tujuannya dan itu merupakan kesepakatan keduabelah pihak yang bersengketa. Mestinya ada kesesuaian antara lembaga pengadilan dan lembaga arbitrase. Untuk mempermudah menjawab masalah tersebut penulis merumuskan masalah sebagai beriut: a. Bagaimana penerapan hukum arbitrase pada kasus sengketa kepemilikan TPI MNC TV? b. Bagaimana eksekusi putusan arbitrase apabila ada putusan pengadilan yang berlawanan dengan putusan arbitrase tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui penerapan hukum arbitrase pada kasus sengketa kepemilikan TPI MNC TV b. Untuk mengetahui eksekusi putusan arbitrase apabila ada putusan pengadilan yang berlawanan dengan putusan arbitrase tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu:hl a. Manfaat teoritis 1 Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada seluruh kalangan akademisi bagi perkembangan ilmu hukum. Terutama hukum arbitrase. 2 Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi proses dan hasil pengetahuan hukum arbitrase dan berguna sebagai bahan pustaka pada penelitian yang sejenis. b. Manfaat praktis 1 Semoga penelitian ini bisa menjadi acuan pengadilan terkait penelitian ini agar lebih amanah dalam menjalankan tugasnya

D. Tinjauan Review Studi Terdahulu

Sejak diberlakukannya undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sudah banyak penelitian mengenai praktik arbitrase di Indonesia. Salah satuya dalam buku yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga Lembaga Arbitrase” yang diterbitkan oleh Kencana dan penelitian skripsi tentang “Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Menyelesaikan Perkara Kepailitan yang memuat klausul Arbitrase” oleh Shafira Hijriya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang pada tahun 2011. Penelitian ini mengambil titik focus pada dapat atau tidaknya Pengadilan Niaga dalam menangani perkara kepailitan yang para pihaknya telah terikat perjanjian yang berklausula arbitrase. Penelitian selanjutnya adalah penelitian skr ipsi tentang “Tinjauan Yuridis Kewenangan Pengadilan Niaga dalam menyelesaikan perkara kepailitan dengan akta Arbitrase studi kasus PT Environmental Network Indonesia dan kelompok Tani Tambak FSSP Masserrocinae melawan PT Putra Putri Fortuna Windu dan PPF International Corporation oleh Nova Kusuma Wardani mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret pada tahun 2009. Sedang penelitian ini penulis focus pada keberlakuan prinsip-prinsip arbitrase pada praktiknya di Indonesia dan yang manakah yang lebih mempunyai kekuatan hukum antara putusan pengadilan atau putusan arbitrase apabila keduanya berbenturan. Jadi penelitian penulis den gan judul “Penerapan Prinsip Arbitrase di Indonesia Dalam Studi Sengketa Kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia MNC TV Analisis Putusan MA No. 862 KPdt2013 ” belum pernah dibuat.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin ditelilti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut. Namun demikian, suatu kerangka konseptua belaka, kadang dirasakan masih bersifat abstrak, sehingga dibutuhkan definisi operasional yang akan menjadi pegangan konkret