Penerapan syarat - syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo: analisis putusan MA nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010
(Analisis Putusan MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Muhammad Aryadillah 1110048000001
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
(2)
PT. ALFA RETALINDO
(Analisis Putusan MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
MUHAMMAD ARYADILLAH 1110048000001
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
(3)
(4)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Muhammad Arvadillah
1110048000001
PEMBIMBING
I
PEMBIMBINGII
NIP : 1972A203200701 1034
KONSENTRASI HUKUM
BISNIS
PROGRAM STUDI
ILMU
IIUKUM
BAKULTAS SYARIAH DAi\ HTIKUM
TINIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARTF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 rv20r5 MDr. Alfitla SII. M. Hum
(5)
(6)
KJPdt. lIs/20I0). Di bawah bimbingan Dr. Alfitra SH. M. Hum dan AJiya
andra Dewi, SH. M. Ko. Program Studi I1mu Hukum, Konsentra i Hukum
Bisni Fakulta syariah dan Hukum UrN Syarif Hidayatullah Jakarta, ]436 HI
2015 M. xii +69 halaman+hal lampiran.
Penelitian ini menganali i putu an MA Nomor: 502 KJPdt.Sus/2010 tentang
ka u antara KPPU dan PT. arrefour indonesia. Dalam penulisan ini penulis
menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan. kasus dugaan praktek monopoli yang dilakukan oleh PT. Carrefour indonesia melalui akuisisi terhadap saham PT. Alfa Retalindo yang telah di putu kan oleh KPPU
dalam putusan KPPU Nomor 09/KPPU-L/2009 yang menyatakan PT. Carrefour
Indonesia terbukti melakukan monopolj yaitu melanggar Pa al 17 ayat (I) dan Pa al 25 ayat (I) huruf a UU Per aingan Usaha. Hal inilah yang menimbulkan pro
dan kontra yang akhirnya PT. Carrefour indonesia mengajukan keberatan ke
Pengadilan egeri (P ) dan akhirnya sampai ke tingkat ka a i di Mahkamaah
Agung (MA) dimana pada tingkat kasasi ini MA menguatkan putusan PN yang
membatalkan Putusan KPPU yaitll melalui Plitusan MA omor 502
KlPdt.Sus/2010. Akuisisi yang dilakukan Oleh PT. CarrefourIndonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo dinilai KPPU (Komisis Pengawas Persainagan Usaha) sebagai bentuk perbuatan monopoli dan persaingan u aha tidak sehat, apalagi dengan
penerapan syarat-syarat perdagangannya (Trading Terms) yang dapat
m mberatkan para pemasok karena besarannya terus meningkat dan pemasok angat dirugikan. Akibat dari putllsan MA t rebut keberadaan ritel tradisional akan emakin terancam dengan maraknya pembangunan ritel modem.
Kata Kunci
Pembimbing
Daftar Pu taka
yarat- yarat perdagangan (trading IeI'm) persaingan u aha tidak ehat, ritel akllisisi
I. Dr. Alfitra H,. M.Hum. 2. Aliya andra Dewi SH . M.kn. Tahun 1986 sampai 2014
(7)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “PENERAPAN SYARAT - SYARAT PERDAGANGAN (TRADING TERMS) OLEH PT. CARREFOUR
INDONESIA PASCA AKUISISI PT. ALFA RETALINDO (Analisis Putusan MA Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat -syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum.
Selama penulisan skripsi ini penulis mendapatkan masukan dan tambahan dari beberapa pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. JM. Muslimin, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH. MA selaku Ketua Program Studi Jurusan Ilmu Hukum, dan Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Atas kesabaran dan dedikasinya untuk Program Studi Ilmu Hukum.
3. Dr. Alfitra SH. M. Hum selaku pembimbing I dan Ibu Aliya Sandra Dewi S.H, M.kn selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak inspirasi, diskusi yang bermanfaat, saran, dan kritik sehingga memberikan banyak motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
(8)
4. Kedua orang tua yang tercinta Hasan S.Pd., MM, dan Nurhikmah S.Pd, yang senantiasa memberi limpahan curahan doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang tak terhingga dan tiada batasnya kepada penulis. Semoga ini menjadi salah satu kado persembahan terindah.
5. Ketiga adik penulis yang tersayang Rahmatun Nisa, Muhammad Reza Ramdhani dan Muhammad Zidan Fadilah yang mudah-mudahan bisa membanggakan bapak dan mamah.
6. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ihsan Pandeglang, KH. Asmuni M. Noor guru sekaligus orang tua kedua penulis yang sudah memberikan ilmu dan tauladannya yang tiada tandingannya, beserta para asatidz dan tenaga pengajar khususnya Huzairi S.Pd (ka Huzer) penulis ucapkan terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang penulis rasakan. 7. Teman-teman Ilmu Hukum 2010 yang menjadi motivator dalam
menyelesaikan penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, Zakaria, Syamsul, M. Rizki, Fathan, Mustafa, Wawan, Andi dan seluruh teman-teman di konsentrasi Hukum Bisnis dan Kelembagaan Negara, mudah-mudahan kita dipermudah dalam segala hal.
8. Teman-teman seperjuangan penulis di Al-ihsan Agus, Diki, Rian, Iip, Ali, Ibnu, Atut, Devi, Okta, Imam, dan teman-teman yang tidak disebutkan satu per satu, mudah-mudahan kita dipermudah dalam segala hal.
(9)
9. Teman-teman di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rizki Fauzi, Agus Setiawan, Diki, Rian Hidayat, Syamsul, mudah-mudahan segala apa yang diharapkan tercapai.
10.Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN Pelukis) di Desa Sukaluyu, terimakasih atas kebersamaannya, kekompakan, dan rasa persahabatannya, semoga langgeng sampai nanti.
11.Chairunisa Juhriyah yang telah sabar menemani dan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. 12.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dan berjasa dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak serta teman-teman semua dengan berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukan.
Jakarta, Januari 2015
(10)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
1. Pembatasan Masalah ... 5
2. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Manfaat Penelitian ... 7
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 8
E. Kerangka Konseptual ... 10
F. Metode Penelitian ... 14
1. Jenis Penelitian ... 14
2. Pendekatan Masalah ... 15
3. Bahan Hukum ... 16
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ... 17
G. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA ... 20
A. Pengertian dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha... 20
1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha ... 20
2. Perkembangan Hukum Persaingan Usaha ... 22
B. Regulasi Persaingan Usaha di Indonesia... 23
1. Perjanjian yang Dilarang ... 24
2. Kegiatan yang Dilarang ... 25
3. Posisi Dominan ... 26
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha ... 28
(11)
2. Tugas dan Wewenang KPPU ... 30
3. Penyelesaian Perkara Oleh KPPU ... 32
BAB III TINJAUAN UMUM RITEL DI INDONESIA ... 36
A. Pengertian dan Perkembangan Ritel di Indonesia ... 36
1. Pengertian Ritel ... 36
2. Perkembangan Ritel di Indonesia ... 38
B. Kebijakan Regulasi Ritel di Indonesia ... 40
1. Kepres No. 118 Tahun 2000 ... 40
2. Perpres No. 112 Tahun 2007 ... 42
3. Permendag No. 53 Tahun 2008 ... 44
C. Permasalahan Industri Ritel di Indonesia ... 45
1. Permasalahan Ritel Tradisional dengan Ritel Modern ... 46
2. Permasalahan Ritel Modern dengan Pemasok ... 48
BAB . IV ANALISIS PUTUSAN………. 53
A. Posisi Kasus ... 53
B. Analisis Putusan Mahkamah Agung ... 58
C. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Agung ... 61
1. Dampak Terhadap KPPU ... 61
2. Dampak Terhadap PT. Carrefour Indonesia ... 63
3. Dampak Terhadap Persaingan Usaha di Indonesia ... 65
BAB V PENUTUP………. 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
(12)
1
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi yang seiring dengan timbulnya kecenderungan globalisasi perekonomian semakin banyak tantangan yang dihadapi dalam dunia usaha, antara lain persaingan usaha atau perdagangan yang menjurus kepada persaingan produk/komoditi dan tariff, sebab perekonomian sekarang merupakan perdagangan globalisasi antar negara.1
Globalisasi juga mendorong masuknya barang/jasa dari negara lain dan membanjiri pasar domestik baik ritel maupun non ritel. Pelaku usaha domestik kini harus berhadapan dengan pelaku usaha dari berbagai negara, dalam suasana persaingan tidak sempurna. Pelaku usaha besar dan transnasional dapat menguasai kegiatan ekonomi domestik melalui perilaku anti persaingan, seperti kartel, penguasaan pasar, penyalahgunaan posisi dominan, merger, persekongkolan, dan sebagainya.
Memperhatikan persaingan antara pelaku usaha yang bertambah ketat dan tidak sempurna (unfair competition), maka nilai-nilai persaingan usaha yang sehat perlu mendapat perhatian lebih besar dalam sistem ekonomi Indonesia. Penegakan hukum persaingan merupakan instrumen ekonomi yang sering digunakan untuk memastikan bahwa persaingan antar-pelaku usaha berlangsung dengan sehat dan hasilnya dapat terukur berupa peningkatan
1
Suharsil dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bogor: Ghalia Indonesia, Cet. II, 2010), h. 3.
(13)
kesejahteraan masyarakat,2 sehingga terhindar dari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Secara filosofis persaingan usaha tidak sehat bertentangan dengan nilai
yang terkandung dalam Pancasila sila ke 5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Dimana penerapan syarat-syarat perdagangan
(Trading Terms) yang diterapkan oleh PT. Carrefour Indonesia bertentangan
dengan Teori Keadilan yang dikemukakan oleh Jhon Rawls, bahwa keadilan harus didasarkan pada keputusan moral yang dipertimbangkan secara sungguh-sungguh dan sesuatu dikatakan adil jika dimaksudkan untuk memaksimalisasi keuntungan dan keadilan.3
Secara sosiologis, persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan PT.
Carrefour Indonesia dengan menerapkan syarat-syarat perdagangan (trading
terms) kepada para pemasok, berpotensi merugikan Usaha Kecil Menengah
(UKM) yang memasok kepada PT. Carrefour Indonesia, serta merugikan peritel tradisional yang disebabkan daya saing yang kurang berimbang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menginstruksikan bahwa perekonomian Indonesia disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Pasal 33 UUD 1945 merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang
2
Andi Fahmi Lubis, DKK, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks,
(Jakarta: GTZ, Cet. I, 2009), h. 13. 3
Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Jhons Rawls, (Jurnal TAPIs Volume. 9, No.2, Tahun 2013), h. 32
(14)
bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneia 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen, menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang, mencegah praktek-praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha, serta menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.5
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 justru mendorong pelaku usaha untuk dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan. Persaingan inilah yang mengacu pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi-inovasi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif dibandingkan dengan kualitas produk dan harga jual dari
4
Nigrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004), h. 1.
5
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. IV, 2008), h. 187.
(15)
pesaingnya. Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan.6
Pelaku usaha ritel (peritel) khususnya peritel modern seringkali menyalahgunakan posisi dominan dengan menggunakan market power sebagai alat untuk meniadakan persaingan sehingga menimbulkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta menyingkirkan para peritel tradisional karena dengan daya saing yang kurang berimbang dari mulai modal, sarana dan prasarana, tempat, model pelayanan, dan kenyamanan konsumen dalam berbelanja. Selain itu, permasalahan antara peritel dengan pemasok sering terjadi karena lemahnya daya tawar pemasok terhadap peritel yang mempunyai market power, dengan menerapkan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) terhadap para pemasok.
Kasus yang berkaitan dengan penguasaan pasar yang menimbulkan terjadinya posisi dominan adalah kasus PT. Carrefour Indonesia yang mengakuisisi PT. Alfa Retalindo, sehingga KPPU menduga adanya persaingan usaha tidak sehat. Hasil Pemeriksaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), penguasaan pasar dan posisi dominan tersebut disalahgunakan PT. Carrefour Indonesia dengan memberlakukan trading term (syarat-syarat perdagangan) kepada pemasok. Sehingga pasca akuisisi, trading term antara pelaku bisnis, pemasok dan retailer cenderung naik dari tahun ke tahun tanpa justifikasi yang jelas. Format dan
6
Andi Fahmi Lubis, DKK.. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks
(16)
besaran syarat-syarat perdagangan (trading terms) juga dinilai melanggar hukum dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang timbul yaitu dasar pertimbangan KPPU menetapkan bahwa syarat-syarat perdagangan
(trading terms) PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo
sebagai pelanggaran dan bagaimana akibat hukum yang timbul setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 502 K/Pdt.Sus/2010 yang mengangkat kasus KPPU dengan PT. Carrefour Indonesia.
Sehingga penulis tertarik untuk meninjau lebih dalam mengenai persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia dengan menganalisis putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 502 K/Ptd.Sus/2010, yang berjudul “PENERAPAN SYARAT-SYARAT PERDAGANGAN (TRADING TERMS) OLEH PT. CARREFOUR
INDONESIA PASCA AKUISISI PT. ALFA RETALINDO (Analisis Putusan MA Nomor 502 K/Ptd.Sus/2010 ).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian skripsi ini, penulis hanya akan membahas mengenai akibat hukum pasca ditetapkannya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan (Trading
Terms) pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia,
(17)
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Mengapa syarat-syarat perdagangan (trading terms) PT. Carrefour Indonesia dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU?
b. Bagaimana akibat hukum pasca ditetapkannya putusan Mahkamah Agung Nomor: 502K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) Oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui penerapan syarat-syarat perdagangan (trading term)
PT. Carrefour Indonesia yang diangap sebagai pelanggaran oleh KPPU.
b. Untuk mengetahui akibat hukum pasca ditetapkannya Putusan Mahkamah Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia setelah akuisisi PT. Alfa Retalindo.
(18)
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai akibat hukum dari penerapan syarat-syarat perdagangan (trading
terms) yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh KPPU, pasca ditetapkannya putusan Mahkamah Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010 dan memperkaya khazanah ilmiah dan ilmu hukum bisnis. b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagi Akademis
Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak dapat diterapkan dalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan negara dan masyarakat Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945 serta dalam kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat internasional.
2) Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk mengetahui penerapan pasal-pasal yang dilakukan oleh Mahkamah
(19)
Agung dalam menangani kasus antara KPPU dan PT. Carrefour Indonesia dalam hal hukum persaingan usaha di Indonesia.
3) Bagi Pemerintah
Guna memberikan masukan kepada pemerintah dan mahkamah agung untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam kasus antara KPPU dan PT. Carrefour Indonesia mengenai dugaan penguasaan pasar dengan penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan kasus PT. Carrefour Indonesia yang mengakuisisi PT. Alfa Retalindo dan menerapkan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) yaitu Skripsi oleh Wulanda Roselina (2012) tentang “Akuisisi
PT. Alfa Retalindo, Tbk. Oleh PT. Carrefour Indonesia dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, dengan studi putusan KPPU Perkakar Nomor : 9/KPPU-L/2009 (Universitas Jember, Fakultas Hukum Tahun 2012)”. Karya ilmiah ini menganalisis mengenai akibat hukum pelaksanaan akuisisi PT. Alfa Retalindo, Tbk. oleh PT. Carrefour Indonesia bagi pasar modern ditinjau dari hukum persaingan usaha.
Perbedaan penelitian Wulanda Roselina dengan penulis terletak pada materi dan permasalahan yang dikaji, dimana penulis menganalisis tentang penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo menurut putusan Mahkamah
(20)
Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010, dan mengenai landasan hukum KPPU menganggap PT. Carrefour Indonesia melanggar syarat-syarat perdagangan.
Selanjutnya penelitian oleh Nurdinasari yang berjudul “Analisis Yuridis
Akuisisi Carrefour Terhadap Alfa Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”, (Universitas Brawijaya, Fakultas Hukum) Tahun 2011). Penelitian ini menjelaskan dalam perkembangannya PT. Carrefour Indonesia melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pasca akuisisi dan melanggar pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. KPPU sebagai lembaga otoritas persaingan usaha melakukan pemeriksaan terhadap
PT. Carrefour Indonesia yang pada akhirnya dikeluarkanlah putusan KPPU
No 09/KPPU-L/2009 yang di dalam putusannya, ternyata menganulir pasal 28 karena belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur. Namun, KPPU tetap dapat menetapkan sanksi administratif yang berupa pembatalan akusisi
PT. Carrefour Indonesia terhadap PT. Alfa Retalindo. (Analisis Yuridis
Akuisisi Carrefour Terhadap Alfa Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, SKRIPSI. Universitas Brawijaya, 2011. Nurdinasari Paramita)
Buku yang berjudul “Akuisisi PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo Ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” yang ditulis
(21)
Hum dan diterbitkan oleh Universitas Gajah Mada menjelaskan akuisisi yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia terhadap PT. Alfa Retailindo dinilai KPPU sebagai bentuk perbuatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, terhadap Putusan KPPU tersebut PT. Carrefour Indonesia mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan putusan yang dikeluarkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan PT.
Carrefour Indonesia terhadap KPPU.
Setelah melalui riset dan melihat pemeriksaan KPPU pada putusan perkaranya, akuisis yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia terhadap PT. Alfa Retailindo melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasal 17 ayat (1) dan pasal 25, melihat putusan hakim terkait permasalahan ini, dapat dikatakan bahwa hakim tidak objektif melihat masalah ini dan putusan hakim tidak tepat. Akuisisi yang dilakukan PT. Carrefour Indonesia ini juga memiliki dampak negatif bagi pemasok barang ke gerai PT. Carrefour Indonesia dimana Trading Terms terus meningkat dan pemasok sangat dirugikan. (Akuisisi PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo Ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Angga Aldilla Gusman S.H, 2011, Penerbit Universitas Gajah Mada; Yogyakarta).
E. Kerangka Konseptual
Suatu Kerangka Konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti tetapi merupakan
(22)
abstraksi dari gejala tersebut. Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.7 Penulisan skripsi ini menggunakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Pelaku Usaha
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha, yang yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
2. Pemasok
Pasal 1 ayat (7) Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern mendefinisikan pemasok adalah pelaku usaha yang secara teratur memasok barang kepada Toko Modern dengan tujuan untuk dijual kembali melalui kerjasama usaha.
3. Hukum Persaingan Usaha
Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul ”Hukum Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, Cet. III, 2008), h. 132
(23)
(competition law) adalah instrument hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Meskipun secara khusus
menekankan pada aspek “persaingan”, hukum persaingan usaha juga menjadi perhatian dari hukum persaingan adalah mengatur persaingan sedemikian rupa, sehingga ia tidak menjadi sarana untuk mendapatkan monopoli.8
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU adalah lembaga independen yang memiliki tugas utama melakukan penegakkan hukum persaingan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam melaksanakan tugasnya, KPPU diberi wewenang untuk menyusun pedoman yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebagaimana tercantum dalam pasal 35 huruf f.9
5. TokoModern
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, bahwa yang dimaksud dengan toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store,
Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.
8
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, Cet. II, 2009), h. 1.
9
Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 tahun 2009, (Tanggal 1 Juli 2009).
(24)
6. Persaingan Usaha Tidak Sehat
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur aatau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
7. Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar adalah kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19, Pasal 20, dan pasal 21 Undang-Undang Anti Monopoli tersebut.
8. Posisi Dominan
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksud dengan posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
(25)
9. Perdagangan
Asal kata dari perdagangan adalah “dagang”, yang artinya adalah perbuatan yang berkaitan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan.10
10. Syarat Perdagangan (Trading Terms)
Pasal 1 ayat (10) Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Syarat perdagangan (trading terms) adalah syarat-syarat dalam perjanjian kerjasama antara Pemasok dan Toko Modern/Pengelola Jaringan Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket yang berhubungan dengan pemasokan produk-produk yang diperdagangkan dalam Toko Modern yang bersangkutan.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.11
Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
10
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta, Rineka Cipta, Cet. V, 2007), h. 87
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, Cet. III, 2008), h. 42.
(26)
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.12
2. Pendekatan Masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach) dan Pendekatan Konsep (conceptual
approach), dan Pendekatan Kasus.13
Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan terkait bagaimana persaingan usaha yang sehat dalam penguasaan suatu kegiatan pasar dimana dalam kasus tingkat kasasi di Mahkamah Agung antara KPPU dengan PT. Carrefour Indonesia, KPPU menduga bahwa PT. Carrefour Indonesia terbukti secara sah dan meyakinkan
12
Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, Cet. VI, 2010), h. 96.
(27)
melanggar Pasal 17 ayat (1) dan pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, terkait penerapan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa
Retalindo.
Pendekatan Konseptual (conceptual approach) diterapkan guna memahami konsep-konsep persaingan usaha tidak sehat dan penguasaan pasar yang mengakibatkan terjadinya posisi dominan.
Pendekatan Kasus (case approach) diterapkan dalam mengamati telaah beberapa kasus yang sudah menjadi putusan pengadilan tetap yang berhubungan dengan kasus Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
3. Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu: a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim14. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
b. Bahan Hukum Sekunder
14
Peter Mahmud marzuki. Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, Cet. VI, 2010) h. 141.
(28)
Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan
c. Bahan non-Hukum
Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui bagaimana hasil dari analisis putusan Mahkamah Agung Nomor: 502 K/Pdt.Sus/2010 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan mengapa penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) PT. Carrefour
(29)
Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo masih dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU.
G. Sistematika Penelitian
Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab guna lebih memperjelaskan ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasnnya adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, memuat: Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Umum Persaingan Usaha Tidak Sehat (Unfair Competitioni). Bagian ini akan membahas tentang pengertian hukum persaingan usaha dan perkembangannya di Indonesia, kemudian dibahas juga mengenai regulasi hukum dalam hukum persaingan usaha, dan pendekatan yang digunakan dalam hukum persaingan usaha.
BAB III Tinjauan Umum Ritel di Indonesia. Bab ini membahas mengenai pengertian ritel dan perkembangannya di Indonesia, kebijakan regulasi ritel di Indonesia, dan permasalahan industri ritel di Indonesia. BAB IV Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 520 K/Pdt.Sus/2010 terkait Penerapan Syarat-Syarat Perdagangan
(30)
(trading terms) oleh PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo. Bab ini akan membahas mengenai upaya menaangani praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dan mengapa penerapan syarat-syarat perdagangan (trading terms) PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo masih dianggap sebagai pelanggaran oleh KPPU, dan akibat hukum pasca putusan Mahkamah Agung Nomor: 520 K/Pdt.Sus/2010 terkait penerapan syarat-syarat perdagangan (Trading Terms) oleh PT.
Carrefour Indonesia pasca akuisisi PT. Alfa Retalindo
BAB V Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis memberikan beberapa saran yang diangap perlu.
(31)
20
A. Pengertian dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia 1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam tentu pengertian hukum persaingan usaha yang demikian itu tidaklah mencukupi. Oleh karenanya, perlu dikemukakan beberapa pengertian hukum persaingan usaha dari para ahli hukum persaingan usaha.
Hukum persaingan usaha merupakan prasyarat ekonomi pasar bebas yang memberikan empat keuntungan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Yaitu, terciptanya harga yang kompetitif, peningkatan kualitas hidup oleh karena inovasi yang terus-menerus, mendorong dan meningkatkan mobilitas masyarakat, serta adanya efisiensi baik efisiensi produktif maupun alokatif. Namun demikian, keuntungan tersebut dapat kita nikmati hanya jika terdapat faktor-faktor penentu, yaitu; stabilitas dan prediktabilitas hukum, keadilan, pendidikan, dan kemampuan aparat penegak hukum.15
Menurut Arie Siswanto, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha
(competition law) adalah instrument hukum yang menentukan tentang
15
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, Cet. II, 2009), h. 2.
(32)
bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Meskipun secara khusus menekankan pada aspek “persaingan”, hukum persaingan juga menjadi perhatian dari hukum persaingan yang mengatur persaingan sedemikian rupa, sehingga tidak menjadi sarana untuk mendapatkan monopoli.
Sedangkan dalam Kamus Lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Christoper Pass dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan Competition Law (hukum persaingan) adalah bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang membatasi dan praktik anti persaingan.16
Beberapa negara mengenal hukum persaingan dengan sebutan
Antitrust Law (hukum persaingan usaha) seperti di Amerika Serikat atau
Antimonopoly Law seperti di Jepang, atau Restrictive Trade Practices Law
seperti di Australia. Di Indonesia istilah yang sering digunakan adalah Hukum Persaingan atau Hukum Antimonopoli. Terlepas dari penyebutan yang sangat bervariasi, secara umum tujuan pokok dari hukum persaingan (hukum persaingan usaha) adalah (a) menjaga agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup, (b) agar persaingan yang dilakukan antar-pelaku usaha dilakukan secara sehat, dan (c) agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha. Tiga tujuan umum ini sebenarnya dalam rangka mendukung system ekonomi pasar yang dianut oleh suatu negara. Tanpa adanya hukum persaingan dalam
16
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Cet. II, 2009), h. 3.
(33)
system ekonomi pasar tidak akan dapat dihindarkan praktek monopoli, oligopoly, penetapan harga, dan lain sebagainya.17
2. Perkembangan Hukum Persaingan Usaha
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Indonesia tidak memiliki hukum persaingan yang komprehensif. Pengaturan tentang persaingan terdapat diberbagai peraturan perundang-undangan seperti Pasal 382bis KUHP yang menerangkan tentang persaingan usaha yang dilakukan secara curang dan tidak jujur dan berkaitan dengan perbuatan penipuan, kemudian Pasal 1365 KUHPerdata menjelaskan segala perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah untuk mengganti kerugian yang diderita orang atau pelaku usaha tersebut.18
Antitrust Law (Hukum Persaingan Usaha) sering dianggap inheren
ada di sebuah negara yang menganut sistem ekonomi pasar. Eksistensi Hukum Persaingan Usaha, sejak berlakunya Sherman Act di Amerika Serikat yang merupakan bentuk formal pertama dari penegakan Hukum Persaingan Usaha, telah melahirkan pro dan kontra. Golongan yang pro tentu menilai penting Hukum Persaingan Usaha agar pasar tetap kompetitif dan konsumen terlindungi dari pelaku-pelaku usaha yang bertindak abusive. Sedangkan golongan yang kontra seringkali menganggap Hukum Persaingan Usaha justru
17
Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2002), h. 53.
18
www.hukumonline.com, Udin Silalahi: Monopoli dan Perbuatan Curang.
Diakses pada 29 Agustus 2014 dari situs: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-perbuatan-curang.
(34)
melanggar prinsip-prinsip dari ekonomi liberal dan cermin intervensi berlebihan negara terhadap pasar.19
Dalam headlines KPPU, Pada rangkaian CPLG Meeting hari kedua yang berlangsung pada tanggal 4 Februari 2013, terdapat presentasi dari Delegasi Ekonomi APEC yang hadir dalam pembahasan agenda berupa Laporan Ekonomi dan Presentasi dalam Update dan Perkembangan Kebijakan Persaingan. Ekonomi APEC yang turut memberi presentasinya adalah Australia, Brunei Darussalam, Chile, China, Indonesia, Jepang, Malaysia, Rusia, Chinesse Taipei, Thailand, dan USA. Dalam presentasi ini, Delegasi Ekonomi APEC memberi pemaparan terkait Pengenalan terhadap Hukum Persaingan dan Perubahan terhadap Kebijakan dan Hukum Persaingan, serta Penegakan Kebijakan dan Hukum Persaingan yang Disertai Kasus-kasus Terkait.20
B. Regulasi Persaingan Usaha di Indonesia
Regulasi atau pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan
19
www.law.ui.ac.id. Persaingan Usaha dan Peran Negara. Diakses pada 29 Agustus 2014 dari situs : http://law.ui.ac.id/v2/buletin/opini/67-persaingan-usaha-dan-peran-negara
20
www.kppu.go.id, Perkembangan Hukum Persaingan di Indonesia. Diakses pada 29 Agustus 2014 dari situs: http://www.kppu.go.id/id/2013/02/perkembangan-hukum-persaingan-di-indonesia/
(35)
masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor.
Undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menetapkan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.21
Secara substansi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur 3 (tiga) larangan pokok, yaitu; (1) perjanjian yang dilarang, (2) kegiatan yang dilarang, dan (3) larangan yang berkaitan dengan posisi dominan.22
1. Perjanjian Yang Dilarang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.23 Adapun perjanjian yang dilarang adalah sebagai berikut.
a. Melakukan praktek oligopoli (pasal 4)
b. Penetapan harga / price fixing (pasal 5, 6, 7, dan 8)
21
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. II, 2004), h. 78.
22
Hikmahanto Juwana, Hukum ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2002), h. 60-62.
23
Indoneisa, Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, No. 5. LN No. 33 Tahun 1999, ps. 1 Angka 17.
(36)
c. Pembagian wilayah / market allocation (pasal 9) d. Pemboikotan / boycott (pasal 10)
e. Kartel / cartel (pasal 11) f. Trust (pasal 12)
g. Oligopsoni
h. Perjanjian tertutup
i. Perjanjian dengan pihak luar negeri.24 2. Kegiatan Yang Dilarang
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 kegiatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut:
a. Monopoli (pasal 17) b. Monopsoni (pasal 18)
c. Penguasaan pasar (pasal 19, 20, 21) d. Persekongkolan (pasal 22, 23, 24)25
Perbedaan antara kegiatan yang dilarang dengan perjanjian yang dilarang terletak pada jumlah pelaku usaha. Dalam perjanjian yang dilarang paling tidak harus ada dua pelaku usaha karena suatu perjanjian menghendaki paling tidak dua subjek hukum. Sementara dalam kegiatan yang dilarang, tidak tertutup untuk dilakukan oleh satu pelaku.
Terhadap kegiatan yang dilarang diberi pengecualian, yaitu apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil atau kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.26
24
Undang-Undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 17-18 Mei 2004 /tim edtor, Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004).
25
Undang-Undang No.5 dan KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 17-18 Mei 2004 /tim edtor, Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004).
26
Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta: lentra Hati, Cet. II, 2002), h. 60-62.
(37)
3. Posisi Dominan
Larangan berikutnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah larangan yang berkaitan dnegan posisi dominan. Secara esensial pengertian posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti, atau pelaku usaha mempunyai posisi lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya dalam hal kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pemasok atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.27
Menurut Undang-Undang Antimonopoli (UU No.5/1999) ada tiga bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang lazim sebagai berikut: 28 a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
b. Membatasi pasar dan atau teknologi.
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjad pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan.29
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha dikategorikan dalam 4 (empat) bentuk sebagai berikut:
27
Pasal 1 Angka (4), Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. No.5, LN No. 33 Tahun 1999.
28
Suhasril, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 143.
29
Pasal 25 ayat (1), Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persangan Usaha Tidak Sehat. No.5, LN No.33 Tahun 1999.
(38)
a. Batasan posisi dominan (pasal 25) b. Jabatan rangkap (pasal 26)
c. Pemilikan saham (pasal 27)
d. Penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan (pasal 28 dan 29).30 Adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha tetap dapat menjalankan usahanya walaupun tidak diperbolehkan melanggar Undang-Undang tersebut. Jadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persainga Usaha Tidak Sehat ini bukan untuk mematikan perusahaan-perusahaan besar, tapi justru mendorong perusahaan besar, asalkan berjuang dengan kemampuannya sendri dan tidak melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.31
Asas yang digunakan sebagai landasan dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berdasar ketentuan Pasal 2 Undang-Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, yang merumuskan: “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha
dan kepentingan umum,” sebenarnya adalah demokrasi ekonomi.32
Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha,
30
Suhasril, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144
31
Tarita Kooswanto, dkk. Keadaan Pasar Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. ( Jurnal Private Law, Volume 2, No. 1, Tahun 2013), h. 62
32
Rahadi Wasi Bintoro, Aspek Hukum Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern, (Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10, No. 3, Tahun 2010), h. 365
(39)
dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat.33
C. Kedudukan KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha 1. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU merupakan lembaga negara komplementer (state auxiliary
organ)34 yang mempunya wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha. Dasar hukum pembentukan Komisi Pengawas adalah pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan : “untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha”.35
Berlakunya undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan kebijakan persaingan diikuti dengan berdrinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) guna memastikan dan melakukan pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli tersebut. Kelembagaan KPPU diatur lebih lanjut dengan Keputusan
33
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 80.
34
Budi L. Kragmanto, Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU, (Jurnal Ilmu Hukum Yustista, 2007), h. 2.
35
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II. 2012), h. 277.
(40)
Presden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008.
KPPU sebagai lembaga pengawasan persaingan usaha merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Tujuan pembentukan KPPU ini adalah untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat demi terwujudnya perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif, yang menjamin adanya kesempatan berusaha. Perlu ditekankan bahwa melalui pengawasan yang dimilikinya, KPPU diharapkan dapat menjaga dan mendorong agar system ekonomi pasar lebih efisiensi produksi, konsumsi, dan alokasi, sehingga pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.36
Status Komisi diatur dalam pasal 30 ayat (2) Dalam ayat (3)
disebutkan bahwa :”Komisi bertangung jawab kepada presiden.”37
Komisi bertanggung jawab kepada presiden disebabkan Komisi melaksanakan sebagian dari tugas-tugas pemerintah, dimana kekuasaan tertinggi
36
Suyud Margono Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. (Jurnal Hukum. Bisnis, Volume 19, Mei-Juni 2002), h. 5.
37
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 4, 2008), h. 200.
(41)
pemerintah berada dibawah presiden.38 Jadi, sudah sewajarnya jika Komisi bertangung jawab kepada presiden.
2. Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) KPPU adalah lembaga publik, penegak dan pengawas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta wasit independen dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan larangan monopoli dan persangan usaha tidak sehat.39 Adapun tugas dan wewenang KPPU adalah sebagai berikut.
2.1. Wewenang KPPU
KPPU dalam kedudukannya sebagai pengawas, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 36 dan pasal 47 telah memberikan kewenangan khusus kepada Komisi. Secara garis besar, kewenangan Komisi dapat dibagi dua, yaitu wewenang aktif dan wewenang pasif.40
Wewenang aktif adalah wewenang yang diberikan kepada komisi melalui penelitian. Komisi berwenang melakukan penelitian terhadap pasar, kegiatan, dan posisi dominan. Komisi juga berwenang melakukan penyelidikan, menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan, memanggil pelaku usaha, memanggail dan menghadirkan saksi-saksi, meminta bantuan penyelidikan, meminta keterangan dari instansi
38
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan memerintah menurut Undang-Undang Dasar.”
39
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, Cet. II, 2009), h. 75.
40
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II. 2012), h. 78.
(42)
pemerintah, mendapatkan dan meneliti dokumen dan alat bukti lain, memutuskan dan menetapkan, serta menjatuhkan sanksi administratif.
Adapun wewenang pasif, menerima laporan dari masyarakat dari atau dar pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Menurut Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bawa Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut.41 a. Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang
dugaan telah terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Melakukan penelitian mengenai dugaan adanya kegiatan usaha atau tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan /atau persaingan persaingan usaha tidak sehat.
c. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus-kasus dugaan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang didapatkan karena laporan masyarakat, laporan pelaku usaha, ditemukan sendiri oleh komisi pengawas dari hasil penelitian.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang adanya suatu praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
e. Melakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli. f. Melakukan pemanggilan dan menghadirkan saksi-saksi, saksi ahli, dan
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Anti Monopoli.
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi-saksi, saksi ahli atau pihak lainnya yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi Pengawas.
h. Meminta keterangan dari nstansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli
i. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
j. Memberikan keputusan atau ketetapan tentang ada atau tidaknya kerugian bagi pelaku usaha fair, atau masyarakat.
k. Menginformasikan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diiduga melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
41
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
(43)
l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan adminstratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
2.2. Tugas KPPU
Atas kewenangan tersebut, maka komisi memiliki beberapa tugas sebagaimana yang tertera dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. 42
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti; oligopoli, diskriminasi harga (price discrimination), penetapan harga (price fixing/price predatory), pembagian wilayah (market
allocation), pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertical,
perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dilarang, seperti monopoli, monopsony, penguasaan pasar, dan persekongkolan.
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat, yang dapat timbul melalui posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, serta pengambilalhan.
d. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
e. Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
f. Memberi laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
3. Penyelesaian Perkara oleh KPPU
Sebagai lembaga pengawas yang memliki fungsi mengakkan hukum persaingan usaha, KPPU mengalami banyak hambatan dan tantangan yang harus ditempuh, terlebih masalah hukum persaingan usaha merepukan pengaturan hukum yang baru di negeri ini. Selama sepuluh tahun ini,
42
Pasal 35. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
(44)
KPPU tergolong aktif melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perlu dievaluasi dampak Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara langsung maupun tidak langsung telah dirasakan manfaatnya oleh dunia usaha dan masyarakat luas di Indonesia.
Persaingan usaha yang sehat dapat menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan efisiensi, produktifitas, dan daya saing bangsa yang semakin tinggi. Kehadiran Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan hasil kinerja KPPU ini telah dirasakan oleh masyarakat.
Sejarah menunjukan bahwa KPPU telah sanggup menghasilkan putusan pada awal tahun dibentuk dan berdrinya KPPU berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Kepres 75/1999) dan Keputusan Presiden Nomor 164/M Tahun 2000 tentang Pengangkatan Anggota KPPU Masa Jabatan 2000-2005.
Dalam menyelesaikan dan memutuskan perkara seperti diuraikan di atas, KPPU menangani perkara berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU ataupun berdasarkan inisiatif KPPU dalam melihat fenomena yang terjadi dalam dunia usaha. Pelaksanaan kedua mekanisme ini sama mulai dari proses pemeriksaan sampai kepada putusan, hanya sumber sampainya kasus tersebut ke secretariat KPPU yang berbeda, pertama berdasarkan
(45)
laporan, kedua berdasarkan inisiatif atau penelitian yang dilakukan sendiri oleh KPPU.
Berikut ini diuraikan hasil putusan KPPU sejak tahun 2001 hingga tahun 2009 dalam penegakan hukum yang dilakukan KPPU.
Tabel 1. Putusan KPPU (2001-2009)
2001 2 Putusan
2002 7 Putusan
2003 5 Putusan
2004 7 Putusan
2005 10 Putusan
2006 16 Putusan
2007 14 Putusan
2008 49 Putusan
2009 24 Putusan
Jumlah 134 Putusan
Keputusan yang dihasilkan KPPU bersifat mengikat, tetapi tidak final, sebab masih dimungknkan kepada pihak terlapor untuk mengajukan keberatan atas putusan KPPU kepada Pengadilan Negeri tempat terlapor berdomisili, bahkan proses hukum ini juga dapat berlangsung hingga tingkat Mahkamah Agung. Proses tersebut menunjukan bahwa terdapat fungsi kontrol yang berimbang tetap dilakukan dalam mengimplementasikan penegakan hukum persaingan usaha. Tugas KPPU
(46)
dalam menyelesaikan perkara dan membuat putusan atau vonis menunjukan bahwa kedudukan KPPU dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk mengatasi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sudah sangat terukur. Hal ini terlihat dari kasus yang dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan sampai akhirnya memutus perkara persaingan usaha dari tahun 2001-2009 seperti sudah diuraikan diatas.
Putusan KPPU terkait dengan perkara PT. Carrefour Indonesia mengenai pemberlakuan syarat-syarat perdagangan (trading terms), para pemasok merasa dirugikan atas pemberlakuan trading terms oleh PT.
Carrefour Indonesia karena setiap tahunnya terdapat penambahan jenis
item serta menaikkan biaya dan persentase fee trading terms. PT.
Carrefour Indonesia juga tidak membedakan antara pemasok berskala
besar dan pemasok berskala kecil dalam hal pemberlakuan syarat-syarat perdagangan tersebut. Adanya Trading Terms melahirkan diskriminasi karena terjadi penguasaan pasar yang dilakukan oleh PT. Carrefour Indonesia.43
43
Alum Simbolon, Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Mimbar Hukum, Nomor 3, Volume 24, 2012), h. 377-569.
(47)
36
A. Pengertian dan Perkembangan Ritel di Indonesia 1. Pengertian Ritel
Kata ritel berasal dari bahasa Prancis, retailer, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Menurut Christina Whidya Utami dalam buku yang berjudul Manajemen Ritel, Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.
Masih dalam buku yang sama Christina Whidya Utami melanjutkan definisi dari ritel sebagai berikut: “Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga”.44
Ritel merupakan sektor industri yang sangat terkenal dan sudah mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia turun-temurun sejak dahulu kala. Hal ini ditandai dengan tersebarnya warung dan toko kelontongan di hampir tiap daerah, mulai dari pelosok hingga kota besar. Industri ini tumbuh dan berkembang sedemikian cepat seiring dengan pertambahan laju
44
Mumuh Mulyana, Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Ritel Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan.(Jurnal Ilmiah Ranggagading, Volume 10, No. 2, Tahun 2010), h. 165
(48)
penduduk. Industri ini juga semakin popular sejak masuknya ritel modern di Indonesia, yakni ketika Mart berlabel (Indomart, Alfamart, dan afiliasinya) marak tumbuh bak jamur di musim hujan, hingga yang paling fenomenal ketika ritel asing asal Prancis, Carrefour, masuk ke Indonesia dengan ekspansi usahanya yang cukup mengundang kontroversi.45
Penggolongan ritel di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu ritel yang bersifat tradisional atau konvensional dan yang bersifat modern. Ritel yang bersifat tradisional adalah sejumlah pengecer atau pedagang eceran yang berukuran kecil dan sederhana, misalnya toko-toko kelontongan, pengecer atau pedagang eceran yang berada di pinggir jalan, pedagang eceran yang berada di pasar tradisional, dan lain sebagainya. Kelompok bisnis ritel ini memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas yang sederhana. Ritel modern adalah sejumlah pedagang eceran atau pengecer berukuran besar, misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak dan memiliki fasilitas toko yang sangat lengkap dan modern.46
Regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
45
Maria Madgalena Minarsih. Pedagang Kecil” Warung” Dalam Gempuran Ritel
Modern. (Jurnal Dinamika Sains, Volume 11, No.26, Tahun 2013), h. 86. 46
Euis Soliha, Analisis Industri Ritel di Indonesia. (Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 15 No. 2 Tahun 2008), h. 130.
(49)
Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dengan melalui tawar menawar.
Sedanglan Toko Modern merupakan toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir
yang berbentuk Perkulakan.47 2. Perkembangan Ritel di Indonesia
Perkembangan industri ritel di Indonesia dipelopori oleh pemerintah dengan didirikannya Sarinah sebagai pusat perbelanjaan modern pertama di Jakarta. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama bermunculan ritel-ritel baru dan puncaknya pada tahun 1997 pemerintah melalui surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 455/KMK/01 tahun 1997 memberikan ijin masuk bagi ritel-ritel asing seperti Carrefour dan Continent.48
Liberalisasi pasar ritel di Indonesia terjadi sejak ditandatanganinya LOI
(Letter of Intent) antara pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter
Internasional (IMF) tahun 1998. Salah satu hasil LOI tersebut adalah
47
Tri Joko Utomo, Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional Vs Modern. (Jurnal Fokus Ekonomi Volume 6, No. 1, Tahun 2011): 122-133.
48
Muhammad Kholid Mawardi, Persaingan Industri Ritel di Indonesia Dengan Model” Lima Kekuatan Pesaing M. Porter”. (Jurnal iqtishoduna 2008)
(50)
memberikan kebebasan kepada investor asing masuk ke industri ritel. Kebijakan liberalisasi pasar ritel ini diatur pertama kali dengan Keppres No. 99/1998 dan SK Menteri Investasi No. 29/SK/1998. Sejak tahun 1998 itulah
Carrefour salah satu retailer asing asal Prancis masuk ke Indonesia.
Saat ini kran investasi asing dibuka lebar-lebar melalui Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dan Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007. Melalui kedua Undang-Undang ini peritel asing bukan saja boleh berusaha membuka gerai di mana-mana di seluruh Indonesia, bahkan secara
agresif investor asing mulai „mencaplok’ peritel-peritel lokal. Perusahaan ritel
Hero dan Alfa misalnya, adalah sebagian dari perusahaan ritel di Indonesia yang sudah dirambah oleh investor asing.49
Sejalan dengan perkembangan jaman maka lahirlah ritel modern yang dikelola dengan manajemen dan teknologi modern. Ritel modern memberikan pelayanan jasa yang baik, ruangan nyaman full AC, penyajian barang-barang yang menarik, konsumen dapat melayani sendiri, harga pasti, dan bahkan dapat menjadi tempat rekreasi bagi keluarga dimana ritel modern menyediakan semua kebutuhan rumah tangga (one stop shopping centre).50
Ketatnya persaingan menyebabkan peta industri ritel sering mengalami perubahan, terutama akibat intensitas keluar-masuknya peritel asing serta
49
Ali Jusmoro, Persaingan Usaha Pasar Riitel di Indonesia, Siapa Yang Menang?.
(Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1,Tahun 2008), h. 4
50
M. Udin Silalahi, Persaingan di Industri Ritel Ditinjau Dar Aspek Hukum Persaingan Usaha. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun 2008), h. 6
(51)
akuisisi yang dilakukan peritel. Akuisisi cenderung dilakukan peritel besar untuk mengembangkan usaha ritelnya menjadi format yang beragam (multi-format), seperti minimarket, supermarket dan hypermarket. Hal ini seperti yang dilakukan PT. Carrefour. PT. Carrefour yang telah sukses dengan format hypermarketnya kemudian mengembangkan format supermarket dengan mengakusisi PT Alfa Retailindo.
B. Kebijakan Regulasi Ritel di Indonesia
1. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden No 118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000
Dorongan pertama lahir dari munculnya kebijakan yang pro terhadap liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA). Hal ini antara lain diwujudkan dalam bentuk Keputusan Presiden No 96/2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal dan Keputusan Presiden No 118/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal.
Kebijakan tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan kepemilikan dalam industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal
(52)
cukup untuk mendirikan perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera melakukannya. Akibatnya, pelaku usaha di industri ini terus bermunculan. Hal yang kemudian nampak sering menjadi kontroversi adalah kehadiran para pelaku usaha asing seperti Carrefour. 51
Adanya liberalisasi bisnis ritel tidak terlepas dari Keppres No. 96/2000 mengenai bidang usaha terbuka dan tertutup bagi penanaman modal asing yang menggolongkan ritel sebagai bidang usaha terbuka bagi penanaman modal asing dan swasta nasional. Hal itulah, yang kemudian bisnis ritel kini mulai disesaki oleh berbagai aktor swasta nasional maupun swasta asing. Prospek keuntungan yang bisa diraih dari bisnis ritel di Indonesia memang sangat tinggi. Berdasarkan data dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pada 2011, omzet ritel modern tercatat Rp 42 triliun, kemudian meningkat lagi pada 2006 menjadi Rp50,8 triliun dan pada 2008 meningkat menjadi Rp 58,5 triliun. Hal tersebut berlanjut pada 2010 dimana bisnis ritel modern tumbuh 12% dan tahun 2012 ini diperkirakan ritel modern akan tumbuh 13%-15%. Kondisi itu tentunya sangat kontras dengan kondisi perekonomian yang dihadapi pasar tradisional. Menurut data yang dihimpun dari Kementrian
51
www.kppu.co.id, Position PaperRancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf
(53)
Perdagangan tahun 2011 menyebutkan pasar tradisional mengalami pertumbuhan minus 8,1 % setiap tahunnya.52
2. Perpres No. 112/2007
Kebijakan publik yang berhubungan dengan sektor distribusi jasa, dimana setelah ditandatangani LOI, kehadiran peritel asing cenderung mengalami peningkatan sejak keran pertama kali dibuka dalam bentuk Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern (biasa disebut Perpres Pasar Modern), didalam peraturan ini diatur 6 (enam) pokok masalah yakni; Definisi, Zonasi, Kemitraan, Syarat Perdagangan (Trading Terms), Kelembagaan Pengawas, dan Sanksi.
Permasalahan yang berkaitan dengan Zonasi atau tata letak lokasi kewenangannya dilimpahkan kepada pemerintah daerah (Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Pemprov DKI Jakarta), Perpres No. 112/2007 mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
52
Wasisto Raharjo Jati. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi Bisnis Ritel di Indonesia. (Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Volume 4, No.2 Tahun 2012), h. 224.
(54)
Hal yang paling pokok dalam Perpres No. 112/2007 yang terkait dengan pemerintah daerah adalah soal kebijakan pemberian izin bagi pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern. Diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Daerah Propinsi DKI Jakarta (Pasal 12). Kaitan dengan ini, jauh sebelum dikeluarkannya Perpres No. 112/2007, Pemda Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Perda ini mengatur tentang ketentuan jenis usaha perpasaran swasta, seperti Pasar Swalayan, Toserba, pusat pertokoan, Mall/Supermall/Plaza, dan Pusat Perdagangan, kemudian tentang produk-produk yang dijual, luas dan jarak tempat penyelenggaraan usaha, waktu pelayanan serta kewajiban dan larangan, termasuk kewajiban memperoleh izin penyelenggaraan dari Gubernur.
Perpress No. 112/2007, juga mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Dengan memberikan penekanan pada pengembangan kemitraan antara Pemasok Usaha Kecil dengan perkulakan,
Hypermarket, Department Store, Supermarket, dan pengelola jaringan
minimarket (Pasal 9) dan sifat hubungan kerjasama yang berkeadilan, saling
menguntungkan dan tanpa tekanan antara pemasok dengan toko modern (Pasal 11).
Kemudian dalam hal pengawasan, Pasal 15, Pemerintah Daerah diminta untuk melakukan pengawasan agar kemitraan dapat berjalan seperti yang
(1)
70
best practices di berbagai negara, diusulkan agar lembaga penegak hukumnya adalah KPPU.
5. Perlu ditingkatkan peraturan dan kewenangan yang lebih bijak terhadap KPPU untuk melakukan tindakan preventif terhadap pengakuisisian sebuah perusahaan khususnya, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. 6. PT. Carrefour Indonesia tidak menerapkan syarat-syarat perdagangan
(trading terms) yang memberatkan para pemasok, dan trading terms harus diaplikasikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Perpres No. 112/2007 dan Permendag No. 53/2008.
(2)
71
Anggraini, Anna Maria Tri. Peranan Industri Kecil-Menengah dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia: Ditinjau dari Perspektif Hukum Persaingan Usaha, (Jurnal Law Review, Vol. XIII, No. 3, Tahun 2014).
Ahmad, Taufik. Regulasi Persaingan Usaha di Industri Ritel. (Newsletter SMERU, No. 22, Tahun 2007).
Bintoro, Rahadi Wasi. Aspek Hukum Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern, (Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10, No. 3, Tahun 2010). Emirzon, Joni. Analisis Hukum Pengalihan Saham PT. alfa Retalindo Tbk.
Oleh PT. Carrefour Indonesia dari Perspektif UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU Anti Monopoli dan UU Penanaman Modal. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun 2008).
Hermansyah. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Cet. II, 2009).
Jati, Wasisto Raharjo. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi
Bisnis Ritel di Indonesia. (Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan
Volume 4 No.2 Tahun 2012).
Jusmoro, Ali. Persaingan Usaha Pasar Ritel di Indonesia, Siapa Yang Menang?. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1,Tahun 2008). Juwana, Hikmanto. Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional. (Jakarta:
Lentera Hati, Cet. II, 2002).
Lubis, Andi Fahmi dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks & Konteks.(Jakarta: GTZ, Cet. I, 2009).
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, (Surabaya: Kencana, Cet. VI, 2010).
Margono, Suyud. Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. (Jurnal Hukum. Bisnis, Volume 19, Mei-Juni 2002) Mawardi, Muhammad Kholid Mawardi. Persaingan Industri Ritel di
Indonesia Dengan Model” Lima Kekuatan Pesaing M. Porter”. (Jurnal iqtishoduna 2008)
(3)
72
Martadisastra, Dedie S. Dampak Regulasi dan Persaingan Terhadap Hubungan Ritel Modern dengan Pemasok Domestik. (Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 6 Tahun 2011)
Minarsih, Maria Madgalena. Pedagang Kecil” Warung” Dalam Gempuran Ritel Modern. (Jurnal Dinamika Sains, Volume 11, No.26, Tahun 2013)
Mulyana, Mumuh. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Ritel Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan.(Jurnal Ilmiah Ranggagading, Volume 10, No. 2, Tahun 2010)
Murni. Analisis Ekonomi Terhadap Pasal-Pasal Hukum Persaingan Usaha Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, (Arena Hukum, Volume 6, No. 1, Tahun 2012, Halaman 1-74)
Kansil, C.S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet. IV, 2008)
Khan, Muhamad Akram. Al-Hisbah dan Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
Kragmanto, Budi L. Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU, (Jurnal Ilmu Hukum Yustista, 2007)
Kooswanto,Tarita dkk. Keadaan Pasar Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. ( Jurnal Private Law, Volume 2, No. 1, Tahun 2013)
Prayoda, Ayudha D. dkk, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya. (Jakarta: ELIPS, 2000)
Putriani. Zonasi dan Pembatasan Trading Term Sebagai Upaya Mengatasi Permasalahan Sektor Ritel.(di dalam buku Negara dan Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU RI, 2011)
Puspitasari, Chandra Dewi. Penerapan Syarat-Syarat Perdagangan (Trading Terms) Pada Bisnis Retail Modern. (CIVICS , Tahun 2009)
Poesoro, Adri. Pasar Tradisoonal di Era Persaingan Globa, (Newsletter Smeru, No. 22, Tahun 2007)
Rokan, Mustafa Kamal. Bisnis ala Nabi:Teladan RAsulullah SAW. dalam Berbisnis. (Jakarta: Benteng Pustaka, Cet. I, 2013)
(4)
. Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II. 2012)
Silalahi, M. Udin. Persaingan di Industri Ritel Ditinjau Dar Aspek Hukum Persaingan Usaha. (Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun 2008)
Silalahi, Pande Radja. Posisi Dominan & Pemilkan Silang; Studi Kasus Persaingan Usaha. (Prosiding Kasus PT. Telkomsel dan Kasus Temasek, Tahun 2008)
Sirait, Ningrum Natasya. Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), 2010)
Sirait, Nigrum Natasya. Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004)
Simbolon, Alum. Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha. (Jurnal Mimbar Hukum, Nomor 3, Volume 24, 2012)
Suharsil dan Mohammad Taufik Makarao. Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Sudarsono. Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet. V, 2007)
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986) dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat.(Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994)
Soliha, Euis. Analisis Industri Ritel di Indonesia. (Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 15 No. 2 Tahun 2008)
Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. (Jakarta: PT. Gramdia Pustaka Utama, Cet. I, 2004)
Utomo, Tri Joko. Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional Vs Modern. (Jurnal Fokus Ekonomi Volume 6, No. 1, Tahun 2011)
(5)
74
Yuniars, Tanti. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Agung Media Mulia)
Silalahi, M. Udin. KPPU, Merger, dan Akuisisi. (Harian Sinar Harapan, 13 Februari 2008
Perundang-undangan :
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3817)
Undang-Undang Rwpublik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Putusan KPPU Perkara No.9/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi PT. Alfa Retalindo oleh PT. Carrefour Indonesia.
Putusan Mahkamah Agung No. 502 K/Pdt.Sus/2010 Putusan KPPU No.2/KPPU-L/2005
Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan Pembnaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
KPPU: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 17-18 Mei 2004 /tim edtor, Emmy Yuhassarie, Tri Harnowo, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004)
. Putusan Perkara No. 09/KPPU-L/2009 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Akuisisi PT. Alfa Retailindo oleh PT. Carrefour Indonesia. (Majalah Kompetisi : Jejak Langkah KPPU 2009, KPPU: ISSN 1979-1259. Edisi 19 Tahun 2009)
(6)
Internet :
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, diakses pada 7 April 2014 dari http://www.kppu.go.id/id/.
www.hukumonline.com, Udin Silalahi: Monopoli dan Perbuatan Curang.
Diakses pada 29 Agustus dari situs:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-perbuatan-curang
, Pengadilan Nyatakan Carrefour Indonesia Tidak Monopoli. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 dari situs: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b7cc7d01140a/pengadil an-nyatakan-carrefour-indonesia-tidak-monopoli
www.law.ui.ac.id. Persaingan Usaha dan Peran Negara. Diakses pada 29 Agustus 2014 dari situs : http://law.ui.ac.id/v2/buletin/opini/67-persaingan-usaha-dan-peran-negara
www.kppu.go.id, Perkembangan Hukum Persaingan di Indonesia. Diakses
pada 29 Agustus dari situs:
http://www.kppu.go.id/id/2013/02/perkembangan-hukum-persaingan-di-indonesia/
, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf
, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs : http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/ritel.pdf. h. 17
Detikfinance.com, KPPU Selidiki penjualan Makro. Diakses pada 2 oktober
2014 dari situs :
http://finance.detik.com/read/2008/08/26/115101/994694/4/kppu-selidiki-penjualan-makro
Tempo.co. Pengadilan Menangkan Gugatan Carrefour atas Putusan KPPU, diakses pada 1 Oktober 2014 dari situs : http://www.tempo.co/read/news/2010/02/17/057226493/Pengadilan-Menangkan-Gugatan-Carrefour-atas-Putusan-KPPU
Carrefour.co.id, diakses pada tanggal 10 oktober 2014 dari situs : http://www.carrefour.co.id/id/shop/carrefour/