BAB I: Pendahuluan BAB II: Tinjauan Umum Tentang Arbitrase
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999
disebutkan: “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa“. Dari pengertian Pasal 1 butir 1 tersebut diketahui pula bahwa dasar dari arbitrase adalah
perjanjian di antara para pihak sendiri, yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1338
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer, yang menyatakan bahwa apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak mengikat mereka
sebagai undang – undang.
Payung hukum utama arbitrase di Indonesia adalah Undang- Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa AAPS dan menyebutkan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa diluar lembaga peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat para pihak secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
14
Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pasal 58 telah meletakkan dasar bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian arbitrage tetap diperbolehkan. Mengingat ada sejumlah hambatan yang timbul di lingkungan peradilan
pada saat menyelesaikan perkara atau sengketa bisnis. Kontrak bisnis
14
Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1999 h.156
hampir semuanya menggunakan atau mencantumkan klausul arbitrase di dalamnya, artinya lembaga arbitrase sudah menjadi alternatif penyelesaian
sengketa. Undang-undang AAPS ini telah termuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1999 No.138 dan semenjak undang-undang ini diberlakukan maka otomatis membatalkan peraturan-peraturan arbitrase
yang bertentangan sebelumnya. Sudargo Gautama memberikan batasan Arbitrase yaitu:
“Arbitrase adalah cara penyelesaian hakim partikulir yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, cepat dalam memberikan
keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang
mudah dilaksanakan karena ditaati para pihak”.
15
Lembaga arbitrase dikenal ada dua, yaitu arbitrase ad hoc dan
arbitrase institusional. Arbitrase ad hoc sering disebut sebagai “arbitrase
volunteer” karena jenis lembaga arbitrase ini dibentuk khusus untuk menyelesaiakan masalah perselisihan tertentu. Sementara itu lembaga
arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen, pasal I ayat 2 Konvensi New York 1958 menyebutkan jenis
lembaga ini “Permanent Arbitral Body”.
16
15
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional Jakarta: Grasindo, 2002 h.3
16
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia Jakarta: Rajawali Press, 2009 h.236