Medan Perjuangan Al – Washliyah

Beliau wafat pada tanggal 17 Juli 1950 di kediamannya di JL. Padang Bulan 189 dan dimakamkan di samping Masjid Jami’ Sei Deli Petisah . 23 2. H. Abdurrahman Syihab Haji Abdurrahman Syihab 1910-1955, adalah anak ketiga dari H. Syihabuddin, Kadhi Kerajaan Serdang di Kampung Paku-Galang,Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Beliau lahir pada 1910 Masehi di Kampung Paku tersebut. Sejak kecil bakatnya sebagai seorang pemimpin telah terlihat. Pada tahun 1918-1922, beliau belajar pada sekolah Gubernement dan pada Maktab Sairussulaiman di Simpang tiga Perbaungan, Sumatera Utara. Sesudah itu beliau melanjutkan pelajarannya ke Medan di Maktab Islamiyah Tapanuli, yang ketika itu di pimpin oleh Syekh Mohammad Yunus dan H. Mohammad. Kemudian beliau pun sempat menjadi guru di maktab tersebut dan terus melanjutkan pelajarannya ke Maktab Hasaniyah yang dipimpin Syekh Hasan Ma’sum. Abdurrahman Syihab, adalah orang pertama yang mendirikan Madrasah Al Washliyah dengan waktu belajar sore hari di Jl. Sinagar Petisah Medan pada tahun 1932. Beliau pun sempat menjabat kepala madrasah di beberapa tingkatan yaitu menjadi direktur madrasah tsanawiyah, direktur madrasah muallimin dan muallimat. Pada 1940 ketika Tarbiyah Umumi membuka Madrasah Al Qismul Ali, beliau menjabat direktur Madrasah Qismul Ali. 23 . M . Amin Nurdin , Syeikh H . M . Yunus, “Ulama Pejuang Sumatera Utara . Medan”, Surat Kabar Analisa, 2002 . Pada 1939, beliau berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekkah Al- Mukarromah. Di sana, Abdurrahman Syihab menyempatkan diri belajar kepada Syekh Alie Al Maliky, Umar Hamdan, Hassan Masysath, Amin Al Kutuby dan M. Alwy. Selain aktif di perkumpulan pelajar, Abdurahman Syihab termasuk pendiri Al Jam’iyatul Washliyah Al Washliyah dan terus menerus terpilih menjadi pimpinan organisasi sampai akhir hayatnya. Ketika tahun 1934,organisasi Ahmadiyah Kadian hendak meluaskan sayapnya ke Kota Medan Sumatera Timur, ketika itu, beliau langsung merapatkan barisan umat Islam dan membentuk panitia penentang gerakan tersebut. Dan terakhir beliau menjabat Ketua Komite Pemberantas I’tikad Ahmadiyah Kadian pada tahun 1935. Selanjutnya pada tahun 1945-1946 menjadi anggota PB Majelis Tinggi Sumatera, Ketua Pimpinan Daerah Majelis Islam Tinggi Sumatera Timur,Wakil Ketua Masyumi Sumatera, Ketua Komite Aksi Pemilihan Umum KAPU dan anggota pengurus Folks Front Pesatuan Perjuangan Sumatera. Tahun 1939 menjadi utusan Muslimin Indonesia dalam rapat khusus dengan Raja Ibnu Saud di Mekkah, Arab Saudi. Pada tahun 1941 mewakili PB Al Washliyah ke Kongres Muslimin Indonesia di Solo, Jawa Tengah. Dan pernah menjadi utusan dari Sumatera Timur ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat, ketika menyambut kemerdekaan Indonesia yang dijanjikan Jepang dan mewakili Sumatera Timur pada Kongres Islam se Sumatera di Bukti Tinggi. Ketika Kongres Masyumi yang ke enam pada tahun 1954, beliau diangkat sebagai Ketua Masyumi Pusat di Jakarta. Pendiri Al Washliyah ini pernah menjadi anggota DPR Sumatera Utara, Anggota Eksekutif DPR Sumatera Timur. Pada 1947 ia diangkat menjadi anggota KNIP, lalu menjadi anggota Penasehat PPNKST dan tahun 1954 menjadi anggota parlemen. Pada akhir 1954 ketika beliau tengah bertugas sebagai anggota parlemen di Jakarta, Abdurrahman Syihab terserang penyakit dan harus beristirahat. Beliau sempat kembali ke Medan dan dirawat di RS Umum Kota Medan. Kurang lebih satu bulan setengah dirawat di rumah sakit tersebut, dengan takdir Allah SWT beliau berpulang ke Rahmatullah pada hari Senin 7 Februari 1955 pada usia 45 tahun. Al jam’iyatul Washliyah Al Washliyah kehilangan seorang pemimpin yang luhur lagi bijaksana serta cekatan dalam memimpin. Kepergian beliau bukan saja dirasakan oleh keluarga Al Washliyah khususnya,tetapi turut dirasakan oleh seluruh pergerakan dan ogansiasi Islam dan masyarakat umum lainnya. Abdurrahman Syihab meninggalkan seorang isteri dan 10 orang anak lima laki- laki dan lima wanita dan kebanyakan masih di bawah umur, saat beliau meninggal dunia. Bahkan anaknya yang kecil belum sempat dilihatnya karena baru berumur 20 hari. 24 3. H. Ismail Banda HAJI ISMAIL BANDA 1910-1951. Lahir pada tahun 1910. Selesai mendapatkan pelajaran pertama dalam Islam beliau masuk Sekolah Menengah 24 Majelis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Pendiri Al-Washliyah, http:kabarwashliyah.com20130407h-abdurrahman-syihab. Islamiyah di Medan, Sumatera Utara, selama lima tahun. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke ke Universitas Al Azhar Kairo di Mesir dengan bantuan orangtua dan Al Washliyah. Di Universitas Al Azhar, Kairo, beliau memperlihatkan dirinya sebagai anak Indonesia yang cerdas dan kreatif. Sekitar tahun 1930, beliau berhasil meraih gelar Ahliyah pada universitas terkenal tersebut dan memperoleh ijazah ulama pada tahun 1937. Ismail Banda bukan anak yang pasif, Dalam pergerakan organisasi Mahasiswa Islam di Mesir, beliau ikut aktif menjadi anggota dan bahkan pengurus dari perkumpulan Jam’iyah Chiriyah Jawiyah, Kemudian berubah menjadi Perkumpulan Pemuda Indonesia Malaya Perpindom. Pada tahun 1945 beliau menjadi pendiri perkumpulan Kemerdekaan Indonesia Kairo. Selama di luar negeri, beliau mejadi pembantu tetap dari „Pewarta Deli’ dan „Pemandangan’, yakni sebagai koresponden luar negeri untuk Timur Tengah, yakni antara tahun 1932 sampai tahun 1942. Beliau pun sempat pula menjadi staf redaksi surat kabar „Icksan’ bagian luar negeri di Mesir yang terbit dalam bahasa Arab. Di samping kesibukannya di dunia politik dan pergerakan, sosok Ismail Banda pun cukup pandai dalam ilmu pengetahuan. Di tahun 1940 beliau mendapat gelar BA sarjana muda filsafat pada Universitas Al Azhar Kairo dan pada tahun 1942 meraih gelar MA di bidang yang sama pula. Kemudian beliau meraih ijazah dalam Bahasa Inggris dari Cambrige University pada tahun 1944. Ismail Banda kembali ke tanah air pada 1947 dan terus ke Ibukota Negara yang kala itu di Yogyakarta. Pergaulannya di Yogyakarta amat menguntungkan umat Islam, Beliau bergerak aktif dalam Masyumi. Ia membuat beberapa kajian mengenai Islam umumnya, seperti bidang pendidikan dan pengajaran di Mesir di UII Yogyakarta.Awalnya beliau bekerja di Kementerian Agama, tetapi hatinya lebih tertarik dengan urusan luar negeri. Sejak tahun 1948, beliau diangkat menjadi refrendaris pada Kementerian Luar Negeri di Yogyakarta. Ismail Banda sempat kembali ke luar negeri dan menjadi penyiar pada beberapa radio untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia yang pada waktu itu sangat sulit kedudukannya berhubung pengepungan Belanda. Pada 1950 Ismail Banda dipindahkan ke Jakarta pada kementerian Luar Negeri dan menjabat Perwakilan pada Kedutaan Indonesia di Teheran, Iran. Dengan surat Kementerian Luar Negeri tertanggal 30 November 1951, beliau diperintahkan bekerja pada perwakilan Indonesia di Kabul, Afganistan dan harus berangkat dengan pesawat udara pada akhir Desember 1951. Sebelum ke Afganistan, Ismail Banda bermaksud hendak singgah dahulu di Mesir dan di Teheran, Iran. Tetapi dengan takdir Allah SWT, pesawat yang ditumpangi Ismail Banda dihantam badai topan dan mendapat kecelakaan di Teheran, Iran, yang menyebabkan seluruh penumpangnya meninggal dunia, termasuk di dalamnya adalah pendiri dan tokoh Al Washliyah Ismail Banda. Jasad Beliau lalu di makamkan di tempat kejadian yaitu di Teheran. Ismail Banda meninggalkan seorang anak perempuan bernama Nur Laila yang ketika