Pemikiran Tokoh – Tokoh Ormas Al-Washliyah Dalam Pendidikan Islam

Pergaulannya di Yogyakarta amat menguntungkan umat Islam, Beliau bergerak aktif dalam Masyumi. Ia membuat beberapa kajian mengenai Islam umumnya, seperti bidang pendidikan dan pengajaran di Mesir di UII Yogyakarta.Awalnya beliau bekerja di Kementerian Agama, tetapi hatinya lebih tertarik dengan urusan luar negeri. Sejak tahun 1948, beliau diangkat menjadi refrendaris pada Kementerian Luar Negeri di Yogyakarta. Ismail Banda sempat kembali ke luar negeri dan menjadi penyiar pada beberapa radio untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia yang pada waktu itu sangat sulit kedudukannya berhubung pengepungan Belanda. Pada 1950 Ismail Banda dipindahkan ke Jakarta pada kementerian Luar Negeri dan menjabat Perwakilan pada Kedutaan Indonesia di Teheran, Iran. Dengan surat Kementerian Luar Negeri tertanggal 30 November 1951, beliau diperintahkan bekerja pada perwakilan Indonesia di Kabul, Afganistan dan harus berangkat dengan pesawat udara pada akhir Desember 1951. Sebelum ke Afganistan, Ismail Banda bermaksud hendak singgah dahulu di Mesir dan di Teheran, Iran. Tetapi dengan takdir Allah SWT, pesawat yang ditumpangi Ismail Banda dihantam badai topan dan mendapat kecelakaan di Teheran, Iran, yang menyebabkan seluruh penumpangnya meninggal dunia, termasuk di dalamnya adalah pendiri dan tokoh Al Washliyah Ismail Banda. Jasad Beliau lalu di makamkan di tempat kejadian yaitu di Teheran. Ismail Banda meninggalkan seorang anak perempuan bernama Nur Laila yang ketika itu berusia 22 tahun dan sempat menjadi pengajar di sekolah Al Washliyah di Medan, Sumatera Utara. Kehilangan Ismail Banda tentu dirasakan warga Al Washliyah dan bangsa Indonesia. Karena tokoh, pendiri Al Washliyah telah pergi untuk selama-lamanya menghadap Ilahi Robbi. Beliau selain aktifis dan diplomat ulung, beliau juga memiliki leadership yang handal. Al Washliyah di santero dunia kehilangan tokoh, pendiri Al Washliyah. Tidak heran, kabar kecelakaan pesawat yang ditumpangi Ismail Banda, menggetarkan hati dan sanubari umat Islam Indonesia, khususnya warga Al Washliyah di Sumatera Utara dan Jakarta, sekaligus menyelenggarakan salat ghaib. 25 4. H.M. Arsyad Thalib Lubis Haji Muhammad Arsyad Thalib Lubis, beliau adalah seorang ulama, mubaligh dan pejuang di Sumatera Utara yang lahir pada Oktober 1908 di Stabat,Langkat,Sumatera Utara. Beliau putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin H. Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution. Ayahnya berasal dari kampung Pastap,Kotanopan,Tapanuli Selatan, kemudian menetap di Stabat Sumatera Utara, sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan `lebai`, yakni panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.Syekh HM Arsyad Thalib 25 Majelis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Tokoh Pendiri Al-Washliyah, http:kabarwashliyah.com20130222h-ismail-banda. Lubis, menjalani seluruh pendidikannya di Sumatera Utara. Selepas menjalani pendidikannya dalam kurun waktu 1917-1930, beliau memperdalam ilmu tafsir, hadits, usul fiqh dan fiqh kepada Syekh Hasan Maksum di Medan. Dia adalah seorang murid yang cerdas dan rajin, sehingga mendapat kepercayaan dari gurunya yakni H. Mahmud Ismail Lubis untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pada usia 20 tahun, beliau telah menjadi penulis di Majalah Fajar Islam di Medan. Pada usia 26 tahun, buku pertamanya, Rahasia Bible terbit pada 1934 dan dicetak ulang pada 1926. Buku ini pun menjadi pegangan mubaligh dan da’i Al Washliyah dalam mensyiarkan Islam di Porsea,Tapanuli Utara. Semasa hidupnya, HM Arsyad Thalib Lubis, aktif mengajar pada beberapa Madrasah Al Washliyah, baik di Aceh maupun yang berada di Medan dari tahun 1926-1957. Kemudian beliau menjadi Lector pada Sekolah Persiapan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Medan 1953-1954, menjadi Guru Besar ilmu Fiqh dan Usul Fiqh pada Universitas Islam Sumatera Utara-UISU 1954-1957 dan dosen tetap pada Universitas Al Washliyah UNIVA sejak berdirinya universitas itu 1958 sampai akhir hayat HM Arsyad Thalib Lubis. Sekitar tahun 1930, HM Arsyad Thalib Lubis menikah dengan seorang gadis pujaannya, Siti Yamaah Binti Kamil Bin Sampurna. Dari pernikahannya dengan gadis Melayu Deli, Sumatera Utara ini, dikaruniai 8 orang anak, masing-masing Anisa Fahmi Lubis, Mukhtar Hanif Lubis, Muslim Arif Lubis, Nur Azizah Hikmah Lubis, Khairan Lubis, Maisaroh Lubis dan Haji Hawari Arsyad Thalib Lubis. Putra kedelapan yakni Haji Hawari Arsyad Thalib Lubis, tinggal di kawasan Kayumanis, Matraman Jakarta Timur. dan dikaruniai 4 orang anak, antara lain Wizdan Lubis Ketua Umum PP GPA dan Razvi Lubis Ketua Umum PW GPA DKI periode 2011-2015. Dalam kegiatan organisasi, HM Arsyad Thalib Lubis, seorang di antara pendiri organisasi Al Jam’iyatul Washliyah. Sejak berdirinya organisasi ini pada 9 Rajab 1349 Hijriyah atau bertepatan 30 November 1930 Masehi, beliau turut menjadi anggota Pengurus Besar Al Washliyah sampai 1956. Meskipun beliau tidak duduk dalam kepengurusan, beliau tetap aktif memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam kegiatan Al Washliyah yang bergerak di bidang pendidikan,dakwah dan sosial. Dalam kegiatan dakwah,ulama ini aktif dalam zending mubaligh Islam Indonesia. Puluhan ribu orang dari Tanah Batak dan Karo, Sumatera Utara, masuk Islam di tangannya, bahkan menjelang akhir hayatnya, beliau telah mengislamkan tidak kurang dari dua ratus orang di Kabupaten Deli Serdang. Sesuai dengan kondisi masanya, beliau juga melakukan berbagai perdebatan dengan tokoh-tokoh Kristen di Medan,seperti Pendeta Rivai Burhanuddin Pendeta Kristen Adven,Van den Hurk Kepala Gereja Katolik Sumatera Utara dan Dr. Sri Hardono tokoh Kristen Katolik. Berkat penguasaan ilmunya, beliau dengan mudah menguasai lawan debatnya dan hasilnya selalu diterbitkan dalam bentuk buku. Dalam perjuangan kemerdekaan, beliau turut andil sesuai dengan bidangnya. Untuk membangkitkan semangat jihad melawan penjajah, beliau menulis buku Tuntunan Perang Sabil. Karena perjuangannya pada 29 Maret 1949 pendiri Al Washliyah ini ditangkap pihak Negara Sumatera Timur NST yang bertindak sebagai perpanjangan tangan Belanda. Tuan HM Arsyad Tahlib Lubis, ditahan sebagai tawanan politik di penjara Sukamulia,Medan, Sumatera Utara, mulai 29 Maret sampai dengan 23 Desember 1949. Ketika dalam tahanan, isterinya tercinta, meninggal dunia. Beliau di masa hidupnya juga pernah terlibat dalam dunia politik Indonesia dengan menjadi pengurus di Majelis Syuro Muslimin Masyumi. HM Arsyad Thalib Lubis pernah pula menjadi Kepala Kantor Urusan Agama se- Sumatera Timur, sekarang Kakanwil Depag bahkan beliau merupakan perwakilan pertama ulama Al Washliyah ini pernah menjadi delegasi Indonesia berkunjung ke negeri Uni Soviet Rusia sekarang bersama beberapa ulama-ulama Indonesia lainnya. Sebagai tokoh Al Jam’iyatul Washliyah, dalam fikih beliau menganut mazhab Syafi’i. Namun demikian ia bersikap terbuka dan hormat terhadap paham lain. Menurutnya kebebasan mengemukakan paham dan pendapat perlu mendapat tempat dalam masyarakat karena sangat penting artinya bagai kemajuan pengetahuan di kalangan umat Islam. Kedudukan hukum fikih,menurut beliau, pada umumnya berkisar pada masalah zanni tidak jelas dan tegas yang kekuatannya berdasarkan “kuat sangka belaka”. Tidak “yakini” dengan yakin karena dapat digugurkan dengan ijtihad. Adapun ijtihad tidak dapat digugurkan dengan ijtihad karena sama kekuatannya. Dalam usia 63 tahun, Kamis tanggal 6 Juli 1972 bertepatan 23 Jumadil Awal 1392 Hijriyah, HM Arsyad Thalib Lubis menghembuskan nafas terakhir karena sakit di RS Pirngadi, Medan, Sumatera Utara. 26 Dari pemaparan beberapa biografi pendiri ormas al- Jam’iyatul Washliyah dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar pemikiran mereka dalam pembentukan alwashliyah ada tiga, yaitu : 27 1. Sejarah berdirinya alwasliyah, yaitu ormas yang didirikan berdasarkan tingginya semangat pelajar-pelajar dari MIT Maktab Islamiyah Tapanuli yang melakukan kegiatan “debating club” sehingga dirancanglah sebuah organisasi yang mampu menjadi wadah untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat dalam merasakan dunia pendidikan baik secara formal maupun nonformal. 2. Nama ormas Al-Jam’iyatul Washliyah yang berikan oleh salah satu tokoh pendiri alwashliyah yaitu H.Muhammad Yunus, dengan dasar agar mampu menyatukan atau menyambungkan setiap pimikiran-pemikiran dan tujuan- 26 Majelis Pendidikan Al-Washliyah, Sejarah Tokoh Pendiri Al-Washliyah, http:kabarwashliyah.com20130222hm-arsyad-thalib-lubis. 27 Hasil wawancara dengan bapak K.H. M. Ridwan Ibrahim Lubis salah satu tokoh pendiri Alwashliyah dan mantan Ketua Umum PB Alwashliyah priode 1986-1997 tujuan dari manapun tanpa mengedepankan ego masing-masing sehingga serasi dengan tujuan didirikanya ormas alwashliyah adalah tidak lain hanya untuk menyambungkan pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh dari manapun sehingga mampu menghasilkan kontribusi yang baik bagi masyarakat. 3. Pendidikan merupakan pilar trakhir dalam pembentukan Al-Jam’iyatul Washliyah. Dalam hal ini dijadikannya pendidikan sebagai pilar trakhir karena Alwashliyah berupaya untuk menjadi wadah yang mampu menampung keinginan masyarakat dalam menjajaki dunia pendidikan. Meskipun yang dilakukan hanya pendidikan dalam benuk nonformal, namun dari pendidikan nonformal ini lahir lembaga-lembaga pendidikan formal sehingga “dakwah” yang menjadi tujuan awal didirikannya Alwashliyah dapat mampu memberikan nilai tersendiri terhadap keunikan ormas ini.

F. Peran Ormas Al-Washliyah Dalam Pemberdayaan Pendidikan Islam Di

Indonesia Menurut Steenbrink, ada empat faktor pendorong terpenting bagi perubahan Islam di Indonesia pada permulaan abad XX. Pertama, munculnya keinginan kembali kepada Alquran dan hadis yang dijadikan sebagai titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Kedua, perlawanan nasional terhadap penguasa Kolonial Belanda. Ketiga, usaha kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya dalam bidang sosial ekonomi, baik demi kepentingan umum maupun individu. Keempat, adanya pembaruan dalam bidang pendidikan Islam. Menurutnya, keempat faktor ini ikut mendorong secara kuat perubahan umat Islam Indonesia pada masa penjajahan, meskipun tidak dipungkiri keberadaan faktor lainnya yang turut mendukung perubahan tersebut. 28 Perubahan tersebut didorong oleh kemunculan tidak saja para pembaharu secara personal, tetapi juga secara kolektif. Menurut Deliar Noer, gerakan pembaruan di Indonesia dilancarkan oleh individu maupun kelompok. Secara individu, muncul tokoh-tokoh pembaharu seperti Thaher Jalaluddin, Muhammad Djamil Djambek, Haji Rasul, Haji Abdullah Ahmad, Ibrahim Musa, dan Zainuddin Labai el-Yunusi. Sedangkan secara kelompok, muncul sejumlah organisasi seperti Nahdlatul Ulama NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Sarekat Islam, Jami ‟at al-Khair, al-Irsyad, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, al- Ittihadiyah, dan Al-Jam ‟iyatul Washliyah. 29 Para peneliti telah banyak mengkaji peran dan kiprah para tokoh dan organisasi itu dalam memperbaiki kondisi internal umat Islam di Indonesia. Dibandingkan dengan organisasi NU dan Muhammadiyah, Al-Washliyah belum mendapatkan perhatian serius dari para peneliti, padahal organisasi ini telah ikut memberikan kontribusi bagi peradaban Nusantara. Tetapi, kecenderungan para peneliti ini mengakibatkan peran organisasi lain menjadi sangat 28 Karel A. Steenbrink, h. 28-6 29 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1980, 38-113, 317-9. dimarjinalkan, padahal organisasi-organisasi selain NU dan Muhammadiyah ikut memberikan kontribusi bagi bangsa Indonesia. Al-Washliyah adalah organisasi Islam yang muncul dari kegiatan ilmiah sejumlah pelajar Sumatera Timur pada era Kolonial. Sejarah organisasi ini diawali tatkala sejumlah perantau Mandailing di Kota Medan mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam bernama Maktab Islamiyah Tapanuli MIT. MIT berdiri pada tanggal 19 Mei 1918 09 Sya ‟ban 1336 H di Medan. MIT memiliki tenaga pengajar yang merupakan sejumlah ulama terkemuka Sumatera Utara seperti Syekh Dja ‟far Hasan Syekh Muhammad Yunus dan Syekh Yahya. 30 Guru-guru MIT dikenal sebagai ulama kharismatik dan mumpuni dalam sejumlah bidang keislaman, dan fakta ini menjadi faktor penentu bagi kemajuan lembaga pendidikan ini. Para guru MIT cukup berhasil mendidik murid-muridnya secara baik, dan pernyataan ini dibuktikan oleh fakta bahwa murid-murid senior lembaga pendidikan ini gemar melakukan diskusi ilmiah. Para pelajar senior lembaga pendidikan tersebut mendirikan Debating Club, sebuah kelompok studi pada tahun1928 sebagai wadah untuk mendiskusikan pelajaran maupun persoalan sosial-keagamaan. 31 Perkumpulan ini dipimpin para pelajar senior terbaik MIT yang kelak merupakan para pendiri Al-Washliyah. Para pelajar energik tersebut 30 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1993, h.193. 31 Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh, Gagasan dan Gerakan, Bandung: Citapustaka Media, 2002, h.235. adalah Abdurrahman Syihab, Syamsuddin Kular, Ismail Banda, Adnan Nur, dan Sulaiman. 32 Mereka kerap mengadakan diskusi-diskusi ilmiah setiap malam Jumat, minimal sekali dalam seminggu. Belakangan, para eksponen kelompok diskusi ini merasakan bahwa kegiatan ilmiah selama ini tidak hanya sebatas membahas pelajaran semata, tanpa memberikan kontribusi nyata bagi umat Islam. Dinamika kelompok diskusi ini akhirnya memunculkan keinginan mendirikan sebuah perkumpulan besar dan mampu memberikan kontribusi bagi kehidupan umat Islam. Beberapa pertemuan diadakan untuk membicarakan rencana mulia tersebut. Pada pertemuan tanggal 26 Oktober 1930 di gedung MIT, yang dihadiri oleh sejumlah pelajar, ulama, dan masyarakat Muslim Kota Medan, mengambil keputusan penting mendirikan sebuah perhimpunan atau organisasi. Syekh Muhammad Yunus diberi amanah memberikan nama untuk organisasi tersebut. Setelah melakukan munajat, akhirnya ia memutuskan untuk memberi nama organisasi ini dengan nama “Al-Jam‟iyatul Washliyah,” yang artinya adalah perhimpunan yang memperhubungkan dan mempertalikan. 33 Sebagai langkah awal, ditetapkanlah struktur kepengurusan awal dan tugas pengurus ini adalah mempersiapkan beberapa hal menyangkut masalah keorganisasian seperti rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Adapun struktur awal kepengurusan itu adalah ketua Ismail Banda, sekretaris Muhammad 32 Nukman Sulaiman ed., Al- Jam’ijatul Washlijah ¼ Abad Medan: PB Al Washlijah, 1956, h. 36. 33 Ibid., h. 38. Arsyad Thalib Lubis, bendahara H. M. Ya ‟kub, dan anggota Kular, H. A. Malik, Abdul Azis Effendi, dan Muhammad Nurdin. 34 Setelah mempersiapkan segala kebutuhan, pengurus awal tersebut mengadakan sebuah pertemuan pada tanggal 9 Rajab 134930 November 1930 untuk mendeklarasikan perhimpunan yang bernama Al-Jam ‟iyatul Washliyah. Para peserta dalam pertemuan tersebut memberikan perhatian besar dan dukungan terhadap rancangan organisasian baru ini. Pertemuan tersebut berhasil meresmikan Al-Jam ‟iyatul Washliyah sebagai sebuah organisasi, dan mengamanahkan organisasi baru ini kepada Ismail Banda Ketua, Abdurrahman Syihab Wakil ketua I, Muhammad Arsyad Thalib Lubis Sekretaris, Adnan Nur Sekretaris I, H.M.Ya ‟kub Bandahara, dan beberapa anggota H. Syamsuddin, H. Yusuf Ahmad Lubis, H. Abdul Malik, dan Abdul Azis Effendi. Sedangkan Syekh Muhammad Yunus bertindak sebagai penasehat. 35 Al-Washliyah dapat dianggap sebagai organisasi yang berasal dari ulama dan telah melahirkan banyak ulama. Para pendiri organisasi ini, seperti Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, dan Muhammad Arsyad Thalib Lubis, adalah ulama-ulama terkemuka di Sumatera Utara. 36 Mereka bahkan berguru kepada dua ulama terkemuka kota Medan seperti Syekh Hasan Maksum Mufti Kerajaan Deli dan Syekh Muhammad Yunus Direktur Maktab Islamiyah Tapanuli. Syekh 34 Ibid. 35 Ibid., 38. 36 Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Ulama-ulama Terkemuka di Sumatera Utara, Medan: MUI Sumatera Utara, tt.. Hasan Maksum adalah murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Mufti Mazhab Syafi„i di Masjidilharam, sedangkan Syekh Muhammad Yunus adalah murid Syekh Abdul Qadir al- Mandili ulama mazhab Syafi„iyah dan pengajar di Masjidilharam. 37 Ulama-ulama AlWashliyah inilah yang memainkan peran sebagai benteng bagi mazhab Sunni Syafi„iyah dan Asy„ariyah di Sumatera Utara. Sebagai sebuah organisasi, Al-Washliyah didirikan dengan suatu tujuan, sebagaimana dirumuskan pada pertemuan para pelajar senior MIT tahun 1930, yaitu “memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya agama Islam.” Pada tahun 1934 tujuan ini mengalami sedikit perubahan redaksi yang dinyatakan bahwa tujuan organisasi ini adalah “berusaha menunaikan tuntutan agama Islam.” 38 Dalam sidang Pengurus Besar Al-Washliyah tanggal 25 Januari 1979, disebutkan bahwa tujuan Al- Washliyah adalah “melaksanakan tuntunan agama Islam untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.” 39 Anggaran Dasar Al-Washliyah tahun 2003 menyebutkan bahwa Al- Washliyah bertujuan “mengamalkan ajaran Islam untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa, aman, damai, adil, makmur dan diridai Allah Swt. dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, dan 37 Ja‟far, Biografi Intelektual Ulama-ulama Al-Washliyah, Medan: Centre for Al-Washliyah Studies, 2012. 38 Udin Sjamsuddin, Chutbah Pengurus Besar Memperingati Ulang Tahun Al Djamijatul Washlijah, Medan: PB Al Washlijah, 1955, h. 4. 39 PB Al- Washliyah, “Anggaran Dasar Al-Jam‟iyatul Washliyah,” dalam Buah Hati Umat- Islam dan Keputusan Muktamar Al-Washliyah ke-XV Pekan Baru-Riau, ed. Bahrum Jamil Medan: Wajah Islam, 1985, h. 213. menumbuhkan gairah dan dorongan yang kuat dalam masyarakat Indonesia untuk turut berperan serta secara ak tif dalam pembangunan nasional.” 40 Dalam Anggaran Al- Washliyah tahun 2010 disebutkan bahwa “Al-Washliyah bertujuan menegakkan ajaran Islam untuk terciptanya masyarakat yang beriman, bertakwa, cerdas, amanah, adil, makmur dan diridai Al lah Swt.” 41 Berdasarkan redaksi tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Al-Washliyah hendak mengamalkan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan, baik beragama, berbangsa maupun bernegara, demi kebahagiaan dunia sekaligus akhirat. Para pendiri dan ulama Al- Washliyah menegaskan bahwa Al-Washliyah diharapkan dapat menjadi sarana umat Islam untuk merealisasikan ajaran Islam. Al-Washliyah juga telah merumuskan sifat, fungsi dan usahausaha organisasi ini. Disebutkan bahwa Al-Washliyah adalah organisasi yang bersifat independen. Fungsi organisasi ini adalah: 1 sebagai wadah menyalurkan aspirasi anggota dan masyarakat untuk menjalankan peran aktifnya dalam berbagai kegiatan kemaslahatan umat. 2 Sebagai wadah pembinaan dan pengembangan anggota dalam mewujudkan tujuan organisasi. 40 Pengurus Besar Al- Jam‟iyatul Washliyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Al- Jam’iyatul Washliyah Periode 2003-2008, Jakarta: PB AlWashliyah, 2003, h. 4. 41 Pengurus Besar Al- Jam‟iyatul Washliyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Al- Jam’iyatul Washliyah Periode 2010-2015, Jakarta: Pengurus Besar Al-Jam‟iyatul Washliyah, 2010, h. 6.