Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Da’wah al-Tammah, begitulah Rasulullah saw menamakan sebuah seruan azan yang diserukan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidhi dalam sunan- nya: َ ﺪﺣ ﻣ ﺎ َﱠﻤ َﺳ ﻦﺑ ﺪ ْﻬ َ ﻦﺑ َﻜﺴ َﻟا ﺮ َْﺪ دا َﺮﺑإ و ي ه َ ﻦﺑ ﻢﻴ ْﻘ َﻟﺎ بﻮ ﺎ َﺪﺣ َ َ ﺎ ﻦﺑ ﻲ ََﻴ ﻟا شﺎ ْﻤ َﺪﺣ ﻲ َ ﺷ ﺎ َْﻴ ﺑأ ﻦﺑ َﺣ ﻲ ْﻤ َﺰ َﺪﺣ ة َ ﻣ ﺎ ﱠﻤ ﺪ ﻤﻟا ﻦﺑ َﻜ ﺑﺎﺟ ﻦ رﺪ ﺪ ﻦﺑ ﺮ ﷲا لﺎ : لﻮﺳر لﺎ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ ﷲا َﻣ ﻢ ﺳ ْﻦ َلﺎ ﺣ َﻦﻴ َ ﻤﺴ ﻟا َﺪ ﱠﻟا ءا ﻬ ﱠﻢ َر ﺬه ب ﱠﺪﻟا َﻮ ﱠﺘﻟا ة َﻣﺎ ﺔ َ ﻟاو ةﺎ َﻘﻟا ﺋﺎ َﻤ تﺁ ﺔ ﻣ َ ًﺪﻤ َﻮﻟا ا ﺳ َﻟاو ﺔ ﻴ ﻀ َو ﺔ ﻴ ﻪ ﺑا َﻣ َﻘ ًﻣﺎ َﻣ ﺎ ْﻤ ْﻮ ًد ﱠﻟا ا ﺬ َو ي َ ﺪﺘ - إ َﺣ ﻻ ﱠ َﻟ ﻪ َ ﻟا ﺔ ﺎ َ مﻮ . 1 “Dari Jabir ibn ‘Abd Allah berkata: Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang mengucapkan,“ Wahai Tuhanku yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan sembahyang yang akan didirikan ini, berikanlah dengan limpahan kurnia-Mu kepada Muhammad kedudukan yang paling tinggi dalam surga dan keutamaan serta limpahkanlah kepadanya tempat yang terpuji yang Engkau telah janjikan,” ketika mendengar azan, kecuali dihalalkan syafaat baginya pada hari kiamat.” Azan yang menjadi sebuah suatu kewajiban atau ukuran orang untuk berjamaah. Ketika Rasulullah saw memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa salat berjamaah itu lebih utama dari pada salat sendiri, dengan dua puluh 1 Al-Tirmidhi, Muh}ammad ibn ‘Isa, Sunan al-Tirmidhi, vol. 1, Bayrut : Dar al-Fikr, 2003. 413. 1 lima kali lipat 2 , Kemudian di lain waktu Rasulullah saw mendapatkan berita bahwa ada orang yang tidak melakukan salat berjamaah, maka Rasulullah saw menyuruh orang-orang untuk membakar rumahnya 3 , di lain waktu juga sahabat Ibn ‘Ummi Maktum 4 bertanya kepada Rasulullah saw, karena dirinya merasa sudah tidak kuat lagi untuk mengikuti salat berjamaah di mesjid, dengan ungkapan: “Aku telah tua, aku buta, rumahku jauh, dan tidak ada orang yang menemaniku. Apakah ada bagiku keringanan, ya Rasulullah? Kemudian Rasulullah saw kembali bertanya: “Apakah kamu mendengar azan?, Kemudian 2 Dalam hadis Al-Tirmidhi bab fad}l s}alat al-Jama’ah, ada dua hadis yang menyatakan keutamaan berjamaah, pertama: ﺪﻴ ﺳ ﻦ بﺎﻬﺷ ﻦﺑا ﻦ ﻚﻟﺎﻣ ﺎ ﺪﺣ ﻦ ﻣ ﺎ ﺪﺣ يرﺎ ﻷا ﻰﺳﻮﻣ ﻦﺑ ﻖ ﺳإ ﺎ ﺪﺣ ﻦﺑ ةﺮ ﺮه ﻲﺑأ ﻦ ﻴﺴﻤﻟا : ﺔ ﺎﻤﺠﻟا ﻲﻓ ﺟﺮﻟا ة ﺻ نإ لﺎ ﻢ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ ﷲا لﻮﺳر نأ اءﺰﺟ ﻦ ﺮ و ﺔﺴﻤ ﺑ ﺪﺣو ﻪ ﺻ ﻰ ﺪ ﺰ . Dari Abu Hurayrah Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya salat seseorang yang berjamaah ditambahkan 25 kali lipat dari pada salat yang sendiri. Al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, vol. 1, 421. dan hadis yang ke-2 adalah keutamaan salat berjamaah dengan dua puluh tujuh kali lipat: لﺎ ﺮﻤ ﻦﺑا ﻦ ﻓﺎ ﻦ ﺮﻤ ﻦﺑ ﷲا ﺪﻴ ﻦ ةﺪ ﺎ ﺪﺣ دﺎ ه ﺎ ﺪﺣ : ﷲا لﻮﺳر لﺎ ﻢ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ ﺔﺟرد ﻦ ﺮ و ﺴﺑ ﺪﺣو ﺟﺮﻟا ة ﺻ ﻰ ﻀ ﺔ ﺎﻤﺠﻟا ة ﺻ . Dari ibn ‘Umar berkata: Rasulullah saw bersabda, “salat berjamaah lebih utama dari pada salat sendiri dengan 27 derajat. Al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, vol. 1, 420. 3 Lihat hadis : دﺎ ه ﺎ ﺪﺣ ةﺮ ﺮه ﻲﺑأ ﻦ ﻢﺻﻷا ﻦﺑ ﺪ ﺰ ﻦ نﺎ ﺮﺑ ﻦﺑ ﺮ ﺟ ﻦ ﻴآو ﺎ ﺪﺣ : ﻲ ﻟا ﻦ مﺎﻘﺘﻓ ة ﻟﺎﺑ ﺮﻣﺁ ﻢ ﻄ ﻟا مﺰﺣ اﻮ ﻤﺠ نأ ﻲﺘﻴﺘﻓ ﺮﻣﺁ نأ ﻤﻤه ﺪﻘﻟ لﺎ ﻢ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ ة ﻟا نوﺪﻬ ﻻ ماﻮ أ ﻰ قﺮﺣأ ﻢ . Dari Abu Hurayrah, Nabi saw bersabda,”Aku telah menyuruh para pemudaku untuk mengumpulkan kayu bakar kemudian menyuruh untuk mendirikan salat dan membakar sekelompok orang yang tidak mengikuti salat berjamaah. Al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, vol. 1, 422. 4 Nama aslinya adalah ‘Amr ibn Zaidah, dikatakan juga Namanya adalah ‘Abd Allah. Beliau adalah sahabat tuna netra yang diangkat menjadi muazin oleh Nabi saw, wafat pada masa akhir khalifah ‘Umar ibn Khat}t}ab. Konon yang disebutkan dalam al-Quran surat ‘Abasa adalah Ibn ‘Ummi Maktum. Al-Mizzi, Tahdhib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, vol 22, Bayrut : Mu’asasat al-Risalah, tt, 26. aku berkata: “ya”. Rasulullah saw pun bersabda: “Tidak ada bagimu keringanan” 5 . Hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya seruan azan ketika seseorang yang dari fisiknya sudah tidak mampu untuk berjamaah tetapi ketika ia mendengar seruan azan, maka itulah ukuran ia wajib melakukan salat berjamaah. Begitulah azan sebagai perantara untuk menghukumi seseorang apakah ia dianjurkan berjamaah atau tidak. Begitu juga tatkala Rasulullah saw menyuruh Bilal ibn Rabbah 6 untuk azan yang pertama di Madinah pada tahun pertama hijriah. Azan yang selama ini menjadi simbol seruan Islam mempunyai keistimewaan tersendiri dengan kalimat-kalimat yang terkandung di dalamnya, jika dibandingkan dengan agama- agama lain yang memakai lonceng atau terompet. 7 Rasulullah saw mengajarkan kepada para sahabatnya untuk mengambil hukum atau menghukumi sesuatu dengan dasar al-Quran dan hadis yang menjadi 5 Lihat hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah: ﺔ ﻴﺷ ﻲﺑأ ﻦﺑ ﺮﻜﺑ ﻮﺑأ ﺎ ﺪﺣ . ﻦﺑا ﻦ ﻦ زر ﻲﺑأ ﻦ ﻢﺻﺎ ﻦ ةﺪﺋاز ﻦ ﺔﻣﺎﺳأ ﻮﺑأ ﺎ ﺪﺣ لﺎ مﻮﺘﻜﻣ مأ : ﻢ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ ﻲ ﻟ راﺪﻟا ﺳﺎﺷ ﺮﻴ آ ﻲ إ . ﻲ ﻣو ﺪﺋﺎ ﻲﻟ ﺲﻴﻟو . لﺎ ؟ ﺔ ر ﻦﻣ ﺪﺠ ﻬﻓ ؟ ءاﺪ ﻟا ﻤﺴ ه ﻢ . لﺎ ﺔ ر ﻚﻟ ﺪﺟأ ﺎﻣ Dari ibn ‘Ummi Maktum berkata: Aku berkata kepada Nabi saw bahwa Aku seorang yang tua, bertempat tinggal jauh dan tidak ada bagiku orang yang membantuku, apakah aku mendapatkan keringanan? Kemudian Nabi saw bertanya: Apakah engkau mendengar azan? Kemudian dijawab ya. Maka Nabi saw bersabda: tidak ada bagimu keringanan. Muh}ammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, vol 1, Kairo: Dar al-Hadith, 1998, 260. 6 Nama lengkapnya adalah Bilal ibn Rabbah al-Qurshi al-Taymi, dikatakan juga ‘Abd al- Rah{man, Abu ‘Abd al-Karim, Muazin rasulullah saw, Wafat di Syam pada 20 H atau 18 H. Lihat Al-Mizzi, Tahdhib al-Kamal fi Asma’al-Rijal, vol. 4, 288. 7 Lihat Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, vol. 1, Bayrut: Dar al-Fikr, 1971, 94. Peninggalan Rasulullah saw setelah wafat, selain itu Rasulullah saw pun membenarkan ijtihad apabila sesuatu itu tidak ada di dalam al-Quran dan hadis. 8 Al-Quran dan hadis adalah dua sumber agama Islam yang harus dibaca dan dipahami berdasarkan konteks yang terdiri dari budaya, sosial, dan masa awal dimana keduanya dihasilkan untuk menemukan relevansinya dengan konteks kekinian 9 . Oleh karena itu, pembacaan konteks menjadi perantara yang tepat untuk memahami pesan-pesan yang terdapat di dalam teks, kemudian diterapkan dalam konteks kekinian. Hal ini menimbulkan ikhtilaf di kalangan para ulama dalam memahami hadis, karena pengkodifikasiannya yang dilakukan jauh sepeninggal Rasulullah saw 10 . Ada yang memahaminya secara tekstual dan ada pula yang kontekstual. 8 Lihat hadis riwayat Abu Dawud: berisikan Cara mengambil Hukum ketika Mu’adh diutus ke Yaman oleh Nabi saw. …. ﻪﱠﻟا َلﻮﺳَر ﱠنَأ ََﺟ ﻦْﺑ ذﺎَ ﻣ ْﻦَ - ﻰ ﺻ ﻢ ﺳو ﻪﻴ ﷲا - ﻰَﻟإ اًذﺎَ ﻣ َ َ َْ ْنَأ َداَرَأ ﺎﱠﻤَﻟ ءﺎَﻀَ َﻚَﻟ َضَﺮَ اَذإ ﻰﻀْﻘَ َ ْﻴَآ َلﺎَ ﻦَﻤَﻴْﻟا . ﻪﱠﻟا بﺎَﺘﻜﺑ ﻰﻀَْأ َلﺎَ . َلﺎَ ﻪﱠﻟا بﺎَﺘآ ﻰﻓ ْﺪﺠَ ْﻢَﻟ ْنﺈَﻓ . ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر ﺔﱠﺴ َﻓ َلﺎَ - ﻢ ﺳو ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ - . ﺎَ ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر ﺔﱠﺳ ﻰﻓ ْﺪﺠَ ْﻢَﻟ ْنﺈَﻓ َل - ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ ﻢ ﺳو - ﻪﱠﻟا بﺎَﺘآ ﻰﻓ َﻻَو . ﻮﻟﺁ َﻻَو ﻰ ْأَر ﺪﻬَﺘْﺟَأ َلﺎَ . ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر َبَﺮَﻀَﻓ - ﻢ ﺳو ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ - ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر َلﻮﺳَر َﻖﱠﻓَو ىﺬﱠﻟا ﻪﱠﻟ ﺪْﻤَ ْﻟا َلﺎََو َرْﺪَﺻ ﻪﱠﻟا َلﻮﺳَر ﻰ ْﺮ ﺎَﻤﻟ . Dari Mu’adh ibn Jabal bahwa Rasulullah saw ketika hendak mengutus Mu’adh ke Yaman berkata,”bagaimana engkau menghakimi sesuatu? Mu’adh menjawab: aku akan menghakimi dengan Kitab Allah, apabila tidak ditemukan, maka dengan sunnah Rasulullah saw, apabila tidak ditemukan juga maka aku akan berijtihad dengan akalku. Kemudian Rasulullah menepuk dada Mu’adh sambil berkata Segala puji bagi Allah yang memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah terhadap sesuatu yang diridoi Rasulullah. Abu Dawud Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud,vol. 3, Bayrut : Dar al-Fikr, 2003, 330. 9 Yusuf al-Qard{awi, Kayfa Nataamal Maa al-Sunnah Al-Nabawiyah, Kairo: Dar al- Kutub al-Ilmiyah, t.t, 3. 10 Dalam sejarahnya orang yang pertama kali yang mempunyai ide untuk menulis hadis adalah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, beliau menyuruh Ibn Shihab al-Zuhri untuk mengumpulkan Perbedaan pendapat ini sudah terjadi sejak zaman Nabi 11 , sedangkan pada zaman Sahabat banyak kebijakan-kebijakan para sahabat yang pada prakteknya berbeda dengan ketetapan Nabi saw. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakr yang telah membuat keputusan untuk memerangi kaum murtad dan para pembangkang yang enggan membayar zakat 12 . Dalam pemerintahannya, ‘Umar ibn al-Khat}t}ab telah membuat kebijakan untuk tidak membagikan harta rampasan perang pada para sahabat, tetapi dibiarkan pada pemiliknya dan hasilnya diserahkan pada Bayt al-Mal. Peristiwa yang sama juga terjadi pada masa kepemimpinan ‘Uthman, ketika memutuskan untuk melaksanakan azan dua kali pada salat Jumat yang berbeda dengan apa yang terjadi pada masa Nabi, yakni hanya satu kali azan 13 . Berdasarkan contoh ketetapan-ketetapan sahabat di atas, ketika para sahabat memahami ketetapan Nabi secara tekstual bisa jadi keputusan para sahabat akan selalu sama dengan ketetapan Nabi yang dibuat dalam kurun waktu dan tempat yang berbeda. Ketika ketetapan Nabi tersebut dipahami secara kontekstual, maka keputusan para sahabat pada prakteknya akan terlihat berbeda, hadis dan menuliskannya. Lihat MM Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, ttp: Pustaka Firdaus, 2006, 106-107. 11 Sebagaimana yang terjadi pada kasus salat Asar di perkampungan Bani Qurayd{ah. lihat Muh{ammad al-Ghazali, Al-Sunnah al-Nabawiyyah Bayna Ahl Fiqh wa Ahl H{adith, Kairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t, 9. 12 Ibn Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, vol. 3, Bayrut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t, 315-317. lihat juga Muh{ammad Yusuf al-Kandahlawi, Hayat al-S{ahabah, vol. 1, Bayrut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t, 355-358. 13 Lihat Abu al-Farj ‘Abd al-Rah{man ibn ‘Ali ibn Muh}ammad ibn al-Jawzi, Manaqib ‘Amir al-Mu’minin ‘Umar ibn al-Khat}t}ab, Bayrut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987, 92-93. karena kondisi yang berbeda pula antara masa Nabi dengan masa sahabat. Sehingga pemahaman hadis secara kontekstual telah ada pada masa sahabat. Selanjutnya, perkembangan pemahaman terhadap hadis juga mengalami hal yang sama, terdapat dua kelompok yaitu ada kelompok tekstual yang berarti memahami hadis dengan tidak keluar dari makna teks, Ibn H{azm adalah salah satu diantara ulama yang dikenal tekstual dilihat dari kecenderungannya yang kuat pada pemahaman yang tersurat dalam lafaz dan nas, sehingga pendapat- pendapatnya terlihat tekstualis dan ada juga kelompok kontekstual yang berarti memahami hadis dengan melihat kesesuaian teks hadis dengan situasi dan kondisi masa hidupnya 14 . Al-Shafii salah satu dari ulama yang dikenal dengan karyanya Ikhtilaf al-H{adith yang mulai mengkontribusikan teori penyelesaian hadis yang berbeda dari segi lafaznya teks hadis yang dalam ilmu hadis disebut hadis mukhtalif 15 dengan menggunakan pemahaman kontekstual atas hadis Nabi. Pemahaman kontekstual yang dilakukan al-Shafii terhadap hadis Nabi saw ditinjau dari fakta teks yang membuktikan adanya hadis-hadis yang secara lahir terlihat bertentangan. Bagi al-Shafi’i hadis-hadis yang mengandung makna yang kontradiksi mukhtalif itu sulit diterima. Oleh karena itu, di 14 Siti Fuadah, Semantik Kontekstual dan Hadits Mukhtalif Al-Riwayah , Tesis: UIN Jakarta, 2010, 30. 15 Hadis mukhtalif menurut bahasa adalah hadis-hadis yang pemaknaannya berbeda-beda, sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diterima yang bertentangan dengan hadis lain yang semisalnya dan memungkinkan untuk mengkompromikannya. Lihat. Mah{mud T{ah{an, Must{}alah{ al-H}adith, Bayrut: Dar al-Fikr, tt, 46. samping beberapa cara penyelesain lain seperti nasikh mansukh dan tarjih, al-Shafii menyelesaikannya dengan metode kompromi yang bisa dikategorikan sebagai pemahaman kontekstual 16 . Sejarah perkembangan azan dari mulai masa nabi saw sampai sekarang; baik pelaksanaannya maupun redaksi azan masih diperhitungkan dengan tradisi, kondisi dan kaum mayoritas yang ada. Karena masing-masing kalangan mempunyai dalil dan pemahaman yang dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaannya. Hadis yang membahas tentang redaksi azan ini, terdapat beberapa riwayat 17 diantaranya yaitu yang diriwayatkan oleh Abu Mah{dhurah 18 sebagai Muazin Nabi saw, dalam hal ini Abu Mah}dhurah meriwayatkan hadis tentang redaksi azan dengan dua kali takbir dan empat kali syahadat 19 , yang dua pertama dengan suara rendah dan yang keduanya dengan suara lantang : ﻦْﺑ قﺎَ ْﺳإَو ﺪﺣاَﻮْﻟا ﺪَْ ﻦْﺑ ﻚﻟﺎَﻣ ﻰ َﻤْﺴﻤْﻟا َنﺎﱠﺴَ ﻮﺑَأ ﻰ َﱠﺪَﺣ مﺎَ ه ﻦْﺑ ذﺎَ ﻣ ﺎََﺮَْ َأ قﺎَ ْﺳإ َلﺎََو ذﺎَ ﻣ ﺎََﱠﺪَﺣ َنﺎﱠﺴَ ﻮﺑَأ َلﺎَ َﻢﻴهاَﺮْﺑإ 16 Pemahaman yang dilakukan al-Shafi’i sangat bertumpu pada sabab al-wurud al- h{adith. Sebagai contoh dalam hadis yang berisi bahwa Rasulullah melarang meminang seseorang yang telah dipinang oleh orang lain. Tetapi Rasulullah pernah pula meminang sendiri Fat}imah bint Qays untuk ‘Usamah ibn Zayd, yang sebelumnya telah dipinang oleh Mu’awiyah dan Abu Jah{m. Menurut al-Shafii setelah dilihat asbab al-wurud-nya, ternyata hadis ini tidak bertentangan karena dinyatakan Nabi dalam kasus-kasus yang berbeda. Lihat al-Shafii, Ikhtilaf al-H{adith, Bayrut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986, 113. 17 Hadis yang penulis sajikan adalah hadis yang terlihat kontradiksi mukhtalif. 18 Nama lengkapnya adalah Abu Mah{dhurah al-Qurshi al-Jamh{i al-Makki, muazin nabi saw. Lihat. Al-Mizzi, Tahdhîb al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, vol. 34. 256. 19 Syahadat disini dalam arti membaca lafaz: ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ Dari Abu Mah{dhurah bahwa Nabi saw telah mengajarkannya azan: Allahu Akbar dua kali, syahadat dua kali kemudian mengulangnya, h{ayya ‘ala al-S{alah dua kali, h{ayya ‘ala al-Falah{ dua kali. Ishaq menambahkan Allahu Akbar dua kali, la ilaha illa Allah. dalam ulama mazhab pengulangan syahadat yang dilakukan oleh Abu Mah{dhurah ini disebut dengan tarji’. 21 Sedangkan ‘Abd Allah ibn Zayd 22 meriwayatkan hadis tentang sejarah asal azan dengan redaksi empat kali takbir dan dua kali syahadat dalam pelaksanaan azannya: 20 Muslim, Abu al-H{usayn ibn al-H{ajjaj al-Naysaburi, S{ah{ih} Muslim, vol. 2, Kairo: Dar Ibn al-Haytham, 2003, 3. Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dengan redaksi: لﻮﻘَ : ﻪﱠﻟا إ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ لﻮﻘَ ﱠﻢ َﻚَْﻮَﺻ ﺎَﻬﺑ َﻓْﺮَ ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﱠﻻ ا لﻮﺳَر اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا ﻟ ﺎَﻬﺑ ْ َ ﻪﱠ ﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ةَدﺎَﻬﱠ ﻟﺎﺑ َﻚَْﻮَﺻ َﻓْﺮَ ﱠﻢ َﻚَْﻮَﺻ اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪ ةَ ﱠ ﻟا ﻰََ ﱠﻰَﺣ ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر ﱠﻰَﺣ حَ َْﻟا ﻰََ ﱠﻰَﺣ ةَ ﱠ ﻟا ﻰََ ﱠﻰَﺣ ﱠﻟا مْﻮﱠﻟا َﻦﻣ ﺮْﻴَ ةَ ﱠ ﻟا مْﻮﱠﻟا َﻦﻣ ﺮْﻴَ ةَ ﱠ ﻟا َ ْ ْ ﻟا َةَ َﺻ َنﺎَآ ْنﺈَﻓ حَ َْﻟا ﻰََ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﻪ ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ﺮَْآَأ Dalam hadis Abu Dawud ini yang berbeda hanya ucapan takbirnya saja yaitu empat kali. Lihat Abu Dawud Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, vol. 1, 189. 21 Lihat ‘Abd al-Rah}man al-Jaziri, al-Fiqh ‘Ala Madhahib al-‘Arba’ah, vol. 1, Kairo: Dar al-H{adith, tth, 455. 22 Nama lengkapnya adalah ‘Abd Allah ibn Zayd ibn ‘Abd Rabbah ibn Tha’labah. Lihat Ibn H{ajar al-‘Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib,vol. 5, Bayrut: Dar al-Fikr, 1995, 224. .... ﻪﱠﻟا لﻮﻘَ ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر اًﺪﱠﻤَ ﻣ ﱠنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ْنَأ ﺪَﻬْﺷَأ ﻪﱠﻟا ﻪﱠﻟا لﻮﺳَر ﻰََ ﱠﻰَﺣ ةَ ﱠ ﻟا ﻰََ ﱠﻰَﺣ ةَ ﱠ ﻟا ﻰََ ﱠﻰَﺣ ﱠﻰَﺣ حَ َْﻟا ﻪﱠﻟا ﱠﻻإ َﻪَﻟإ َﻻ ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا ﺮَْآَأ ﻪﱠﻟا حَ َْﻟا ﻰََ 23 . Dalam riwayat lain Rasulullah saw menyuruh Bilal untuk menggenapkan redaksi azan dan mengganjilkan ikamah: ﻦْﺑ ﻰَﻴْ َ ﺎََﱠﺪَﺣَو ح ﺪَْز ﻦْﺑ دﺎﱠﻤَﺣ ﺎََﱠﺪَﺣ مﺎَ ه ﻦْﺑ ََ ﺎََﱠﺪَﺣ َﺔَﺑَ ﻰﺑَأ ْﻦَ ءاﱠﺬَ ْﻟا ﺪﻟﺎَ ْﻦَ ﺎً ﻴﻤَﺟ َﺔﱠﻴَ ﻦْﺑا ﻴ ﺎَﻤْﺳإ ﺎََﺮَْ َأ ﻰَﻴْ َ لَ ﺑ َﺮﻣأ َلﺎَ ﺲََأ ْﻦَ َناَذَﻷا َ َْ َ ْنَأ َو َﺔَﻣﺎَﻹا َﺮ ﻮ 24 Dari Anas berkata Bilal diperintahkan untuk menggenapkan azan dan mengganjilkan ikamah. Hadis yang diriwayatkan Muslim ini, mengartikan bahwasanya redaksi dalam azan dibaca dua kali-dua kali, berbeda dengan hadis sebelumnya yang menyatakan takbir dibaca empat kali Hadis ‘Abd Allah ibn Zayd dan syahadat empat kali hadis Abu Mah}dhurah dan dua kali Hadis ‘Abd Allah ibn Zayd. Tetapi dalam pelaksanaannya mayoritas muslimin memakai riwayat Sahabat ‘Abd Allah ibn Zayd yang memakai empat kali takbir dan dua kali syahadat. Perbedaan inilah yang dijadikan dasar penulis, antara redaksi yang diriwayatkan oleh Abu Mah}dhurah dengan ‘Abd Allah ibn Zayd dan Anas ibn Malik. Adanya perbedaan riwayat tersebut dan dua riwayat diantaranya ada di dalam S{ah{ih{ Muslim yang menjadi kitab s{ah{ih{ kedua setelah 23 Lihat Abu Dawud Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, vol. 1, 187. 24 Muslim, S{ah{ih{ Muslim, vol. 2, 3. S{ah{ih{ al-Bukhari 25 , maka menurut pemahaman penulis perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan riwayat tentang redaksi azan ini. Kemudian mendorong penulis untuk lebih memfokuskan untuk membahas tentang penyelesaian dalam perbedaan riwayat tersebut dengan teori yang telah ada dalam ilmu Ikhtilaf al-H{adith sebagaimana yang dilakukan oleh al- Shafi’i dalam menghadapi hadis-hadis yang kontradiksi. Sehingga pada akhirnya penulis memilih judul skripsi “Memilih Azan Abu Mah{dhurah Mulai dari Genealogi Redaksional Azan sampai Penyelesaian Ikhtilaf Hadis Azan ”. B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dan untuk memperjelas alur penelitian ini, maka penulis perlu mengidentifikasi beberapa masalah berikut untuk kemudian diteliti lebih lanjut: a. Bagaimana Sejarah asal azan sampai terjadi perbedaan dalam redaksinya b. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang membahas tentang redaksi azan c. Jika hadis-hadis tersebut S{ah{ih{, Mengapa terjadi perbedaan dalam periwayatan hadis tentang redaksi azan 25 Lihat Ibn al-S{alah, al-Imam Abu ‘Amr ‘Uthman ibn ‘Abd al-Rah}man al- Shahrazuri, Muqaddimah Ibn al-S{alah, Bayrut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, 2006, 28. d. Apa yang menyebabkan satu hadis dengan hadis lain bertentangan dalam hal ini adalah hadis-hadis tentang redaksi azan e. Bagaimana Ulama Hadis menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut. f. Bagaimana fuqaha’ menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut g. Bagaimana dengan praktek penduduk Madinah dan Mekkah dalam menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut. h. Bagaimana dengan generasi setelah sahabat yaitu tabi’in dalam pengaplikasian hadis redaksi azan ini. i. Siapa saja yang meriwayatkan hadis tentang redaksi azan j. Apakah hukumnya tarji’ dalam azan k. Mengapa mayoritas muslim memakai redaksi azan yang diriwayatkan oleh ‘Abd Allah ibn Zayd l. Lalu bagaimana dengan hadis riwayat Abu Mah{dhurah dan Anas ibn Malik, apakah diamalkan atau ditinggalkan m. Bagaimana al-Shafi’i dengan teori Ikhtilaf al-H{adith-nya menyelesaikan perbedaan ini n. Bagaimana Ibn Qutaybah menyelesaikan perbedaan ini

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perhatian penelitian ini akan dipusatkan kepada poin a, d, e, f, k, dan m yaitu bagaimana sejarah asal azan sampai terjadi perbedaan dalam redaksinya, apa yang menyebabkan satu hadis dengan hadis lainnya bertentangan dalam hal ini adalah hadis-hadis tentang redaksi azan, bagaimana ulama hadis menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut, bagaimana fuqaha’ menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut, mengapa mayoritas muslim memakai redaksi azan yang diriwayatkan oleh ‘Abd Allah ibn Zayd, dan bagaimana al-Shafi’i menyelesaikan perbedaan ini dengan teori Ikhtilaf al-H{adith-nya. Pembatasan pada enam poin ini dipilih penulis karena penulis mempunyai data pertama bahwa hadis-hadis tersebut s}ah{ih{ baik yang diriwayatkan oleh Muslim maupun Abu Dawud. Adapun dalam penelitian ini penulis hanya meneliti hadis-hadis tentang redaksi azan yang ada dalam kutub al-Sittah, dan menggunakan metode ilmu Ikhtilaf al-H{adith versi al-Shafi’i yang penulis kutip dari Disertasi Edi Safri yang berjudul “Al-Imam al-Shafi’i : Metode Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif ” tahun 1990 M Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Perumusan Masalah

Adapun penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah disyariatkannya azan sampai terdapat perbedaan redaksinya? 2. Apa akar perbedaan yang menyebabkan redaksi azan menjadi berdebatan para ulama? 3. Bagaimana penyelesaian perbedaan riwayat tentang redaksi azan tersebut?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian