Mamilih azan Abu Mahdhurah :mulai dari genealogi redksional azam sampai penyelesaian Ikhtilaf hadis azan

(1)

Skripsi D

Ole

Un

Diajukan Ke

eh

PRO

UNIV

ntuk Memenu

epada Fakult

Gelar Sarj

HA

NIM

OGRAM

FAKULT

VERSITA

SYARIF

14

uhi Persyara

tas Ushuludd

rjana Ushulu

atan Memper din

uddin (S.Ud.) roleh )

ASANUDD

M. 1060340

DIN

001203

STUDI TA

TAS USHU

AFSIR HA

AS ISLAM

ULUDDIN

ADIS

F HIDAYA

M NEGERI

N

JAKART

ATULLAH

I (UIN)

H

431 H/ 201

TA

0 M


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud.)

Oleh

HASANUDDIN

NIM. 106034001203

Di Bawah Bimbingan,

Rifqi Muhammad Fathi, MA

NIP: 19770120 200312 1003

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/ 2010 M


(3)

diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 7 September 2010.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada Program Studi Tafsir Hadis

Jakarta, 7 September 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota,

Dr. Bustamin, M.Si. NIP: 19630703 199803 1 003

Sekretaris Merangkap Anggota,

Rifqi Muhammad Fathi, M.A. NIP: 19770120 200312 1 003

Anggota I,

Dr. Bustamin, M.Si. NIP: 19630703 199803 1 003

Anggota II,

Hasanuddin Sinaga, M.A. NIP: 19701115 199703 1 002

Rifqi Muhammad Fathi, M.A. NIP: 19770120 200312 1 003


(4)

berkualitas s{ah{i>h{ adalah ma’mu>l bih (diamalkan), akan tetapi fuqaha>’ dalam pengamalannya cenderung melakukan perbandingan dengan berbagai sumber misalnya, dengan ijmak, kias, amalan penduduk Madinah, Mekkah dan lain-lain. Sehingga pengaplikasian hadis s}ah}i>h} terjadi perbedaan.

Redaksi azan yang telah diamalkan oleh berbagai kalangan masyarakat adalah empat kali takbir, dan dua kali untuk redaksi selanjutnya sampai La> ‘ila>ha illa> Alla>h satu kali, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari jalur sahabat ‘Abd Alla>h ibn Zayd, selain itu terdapat redaksi lain yang disebutkan didalamnya tarji>’ yaitu riwayat dari jalur Abu> Mah{dhu>rah yang berkualitas s}ah}i>h}, akan tetapi untuk hadis ini dalam pengamalannya kurang atau bahkan sama sekali tidak ada, dan juga azan yang dilakukan Bila>l diwaktu lain dengan dua kali dari mulai takbir hingga

La> ‘ila>ha illa> Alla>h satu kali, dari sinilah penulis menganggap diharuskannya penelitian lebih lanjut.

Penyelesaian hadis mukhtalif ini menggunakan metode versi al-Sha>fi’i> yang mana terdapat empat bagian, dikutip dari disertasi Edi Safri yang berjudul

Ima>m al-Sha>fi’i>; Menyelesaikan Hadis-hadis Mukhtalif. Yaitu pertama jama’

dengan peninjauan kaidah us}u>l, konteks hadis, korelatif dengan hadis lain yang terkait dan pentakwilan makna kata. Kedua na>sikh mansu>kh yang diketahui dari penjelasan dalil, sahabat dan waktu periwayatan hadis tersebut. Ketiga tarji>h{ dengan melihat segi sanad, matan, dalil, dan faktor eksternal. Terakhir metode al-Sha>fi’i> dalam menyelesaikan hadis-hadis muhktalif adalah penyelesaian terhadap hadis-hadis tanawwu’ al-‘Iba>dah, yang mana dalam penyelesaiannya al-Sha>fi’i> mensyaratkan bahwa hadis tersebut harus berkualitas s}ah}i>h}, membawa ajaran tata cara beribadah yang tidak membawa pertentangan walaupun terdapat perbedaan dan dalam menghadapi hadis tanawwu’ al-‘Iba>dah kembalikan kepada kaidah

us}u>l yaitu al-‘Asl fi> al-‘Iba>dah al-Tawqi>f, hukum asal ibadah adalah menunggu perintah. Maka kemudian penulis mendapatkan suatu kesimpulan dalam penyelesaian hadis mukhtalif ini bahwa hadis-hadis redaksional azan yang berbeda-beda tersebut termasuk kedalam hadis tanawwu’ al-‘Iba>dah yang dibolehkan untuk memilih-milih dalam mengamalkannya karena hal ini bertujuan untuk meringankan umat muslimin dalam beribadah. al-Sha>fi’i> lebih memilih redaksi azan Abu> Mah}dhu>rah karena mengandung tarji>’, sehingga mendapatkan ke-‘afd}aliyah-an azan dengan melakukan hal itu dan juga otomatis mengamalkan hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd.

ix   


(5)

serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini bisa sesuai waktunya, meski banyak kendala yang penulis hadapi, baik dari pribadi penulis yaitu sifat males, maupun dari orang lain. Tetapi itu semua tak menyurutkan api semangat penulis dalam merampungkan skripsi ini. Selawat serta salam semoga selalu tercurahkan keharibaan Baginda Alam Rasulullah Muhammad saw. beserta para keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Juga tak lupa puji syukur dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para tokoh utama dalam penyusunan skripsi ini, yaitu:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA. Dekan Fakultas Ushuluddin. 3. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Pengasuh Pesantren Darus-Sunnah. 4. Dr. Bustamin, M.Si. Ketua Jurusan Tafsir Hadis sekaligus penguji.

5. Rifqi Muhammad Fathi, MA. Sekjur Tafsir Hadis sekaligus pembimbing yang telah banyak membantu, membimbing dan mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.

6. Hasanuddin Sinaga, MA. Penguji kedua.

7. Pimpinan beserta staf Perpustakaan Utama, juga Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

ibunda Hj. Siti Djuairiyah, S.Pd.I.: atas kasih sayangmu lah penulis bisa seperti ini, berkat keridoanmu lah penulis dapatkan ketenangan dan penerang dalam menapaki hidup dan kuliah ini, dan dengan segala keikhlasanmu lah penulis bisa meraih ini semua. Maafkan lah anakmu ini yang belum mampu menjadi anak yang baik sampai saat ini. Untuk kakak penulis: Siti Fuadah, MA. dan bang Samsul Bahri, Lc. Untuk keluarga dirumah: mamang, bibi, Keponakan, sepupu. thank’s selalu buat kalian semua yang senantiasa mendukung. Untuk sahabat-sahabat UIN Jakarta di fakultas dan jurusan TH: enju (fauzi), ubed, muhib, curut amir, kholid ganteng, mega genit, riry, acan, mbah idris, agus dll. gak da kalian gak rame . . . Kawan-kawan di Darsun: hasan idung, umam, mahdi yang bantu nganter-nganter, aliwa, dan zidni yang udah nemenin maen and tanding PS di kamar, ngopi-ngopi di warkop dan nongkrong di KFC tatkala pikiran Mumet. Prof, naul, fina fadlun, ahla gola, uliez dll. Gus Dzia yang telah minjemin stick ps nya.

Untuk teman-teman Kha>dim al-Sunnah : cumir, ubed, ali syahbana, sa’idah my dear thanks for all. Para Alumni darsun: boz rikza, hisnu, boz alvian, kamal fuadi, edo, UJ dan istri, kang andi dan lainnya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua dan mencatatkannya sebagai amal yang pahalanya terus mengalir, juga semoga Allah swt meridoi dan menjadikan skripsi ini bermanfaat amin.


(7)

Akhirnya, penulis berharap semoga isi yang disampaikan ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca pada umumnya, dan khususnya kepada diri pribadi penulis sendiri.

Jakarta, 16 September 2010 Ttd,

Hasanuddin

Penulis


(8)

Berkeley.

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا - tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث th te dan ha

ج j je

ح h{ ha dengan titik bawah

خ kh ka dan ha

د d da

ذ dh de dan ha

ر r er

ز z zet

س s es

ش sh es dan ha

ص s} es dengan titik bawah

ض d{ de dengan titik bawah

ط t} te dengan titik bawah

ظ z} zet dengan titik bawah

ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

iv   


(9)

م m em

ن n en

و w we

ـه h ha

ء ‘ Apostrof

ي y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong).

Untuk vokal tunggal penulisannya adalah:

Tanda vokal Arab Tanda vokal Latin Keterangan ___

___ a Fath}ah}

______ i kasrah

u d}ammah

___ ___

Adapun vokal rangkap penulisannya adalah:

Tanda vokal Arab Tanda vokal Latin Keterangan

ي__َ__ Ay a dan ye

__َ__

و Aw a dan we

ى____ i> i dengan garis di atas

v   


(10)

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ a> a dengan garis di atas

ﻲــ i> i dengan garis di atas

ﻮـــ u> u dengan garis di atas Adapun ى yang terletak pada akhir kata juga menunjukkan huruf vokal panjang yang tertulis a>, contoh:

Penulisan Kata Arab

h}atta> ﻰﱠﺘﺣ

u>la ﻰﻟوا

Ta>’ Marbu>t}ah (ة)

a. Ketika ada kata benda (noun) dan kata sifat (adjective) diakhiri dengan huruf , ة atau didahului dengan kata sandang dan diikuti kata sifat (لا na’t), maka ة ditulis dengan huruf h, contoh:

Penulisan Kata Arab

s}ala>h ة ﺻ

al-Risa>lah al-bahi>yah ﺔﻴﻬ ﻟا ﺔﻟﺎﺳﺮﻟا

b. Ketika ada kata yang diakhiri dengan ة diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf

ة ditulis t, contoh:

Penulisan Kata Arab

Wiza>rat al-Tarbiyah ﺔﻴﺑﺮﺘﻟاةرازو Mir’a>t al-zama>n نﺎﻣﺰﻟاةﺁﺮﻣ

c. Ketika ada huruf yang berakhiran dengan ة berkedudukan sebagai kata keterangan, maka ة ditulis ًة (tan), contoh:

vi   


(11)

Shaddah atau tashdi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, namun dalam penulisan ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda shaddah itu, contoh:

Penulisan Kata

Arab

shawwa>l

لاّﻮَﺷ

s}awwara

رّﻮَﺻ

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dituliskan menjadi huruf l, baik diikuti oleh huruf shamshiyah

maupun qamariyah, contoh:

Penulisan Kata Arab

al-as}l ﺻﻻا

al-d{aru>rah ةروﺮﱠﻀﻟا

Penulisan ﻦﺑ dan ﻦﺑا

Penulisan Kata Arab

Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Abi> al- ﻴﺑﺮﻟاﻲﺑاﻦﺑﺪﻤ ﻣﻦﺑﺪﻤﺣا

vii   


(12)

viii   


(13)

ﺔَﻣﺎَﻴﻘْﻟا

َمْﻮَ

ﺎًﺎَْ َأ

سﺎﱠﻟا

لَﻮْﻃَأ

َنْﻮ ﱢذَﺆﻤْﻟَا

.

"Orang yang paling panjang lehernya pada Hari Kiamat

adalah para muazin.

"

(HR. Muslim)

Dari Abu> Sa'id al-Khudri>

Rad}iyalla>hu ‘anhu

, dia berkata,

Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,

َﻻَو

ﺲْإ

َﻻَو

ﱞﻦﺟ

نﱢذَﺆﻤْﻟا

تْﻮَﺻ

ىَﺪَﻣ

َﻤْﺴَ

َﻻ

ﺔَﻣﺎَﻴﻘْﻟا

َمْﻮَ

ﻪَﻟ

َﺪﻬَﺷ

ﱠﻻإ

،ءْﻲَﺷ

.

"Tidak ada jin, manusia dan sesuatu yang mendengar gaung

suara muazin kecuali dia bersaksi untuknya pada Hari Kiamat.

"

(HR. Al-Bukha>ri>)

xiii   


(14)

PEMBIMBING……….…………..

PERSETUJUAN TIM

PENGUJI……….………

PEDOMAN

TRANSLITERASI...

ABSTRAK……….…………..

KATA

PENGANTAR………...

DAFTAR

ISI………..

iii iv ix x xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah………

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………...

D. Kajian Pustaka………

E. Metodologi Penelitian………

F. Sistematika Penulisan………

BAB II IKHTILAF HADIS AZAN ; ANTARA HISTORISITAS DAN

1

11

13

14

17

19

xiv   


(15)

Zayd………

2. Pengajaran Rasulullah saw……… …………...

………...

mpat Muazin Legendaris..………..

………..

zin yang

Qariz}, Mawla> ‘Ammar ibn

, Muazin yang

B. D daksi Azan………..

…..

bagi

a. Takbir Dua Kali………...

b. Tarji>’………...

.

c. E

1) Bila>l, Muazin

Pertama…………

2) ‘Abd Alla>h Ibn ‘Ummi Maktu>m, Mua

Buta…

3) Sa’ad

al-Yasi>r………

4) Abu> Mah}dhu>rah

Kontroversial………...

ispensasi dan Motivasi dalam Re

1. S{allu> fi> Riha>likum; Rukhs}ah bagi

Muslimin………

2. H{ayya ‘ala> Khayr al-‘Amal, Motivasi

29

30

31

33

34

36

37

38

39

40

43

45

46

47

49

xv   


(16)

BAB

A. Makna Kata dan Pengaruhnya terhadap Interpretasi Hadis……..

………

i Muh{addithi>n dan

..

.…………..

1. Pengantar Pemakaman………

2. Jimat Bepergian Jauh………..

3. Azan, Kalimat Pertama di Telinga Bayi……….

III AKAR IKHTILAF HADIS AZAN DAN IMPLIKASINYA

1. Al-Ru’ya> ; Legitimasi Azan melalui

Mimpi………...

2. Lafaz ‘Allama, Kekhususan bagi Abu>

Mah{dhu>rah.…………

3. Alqa> Sinonim

Kata‘Allama………

B. Azan dalam Orientas

Fuqaha>’………..

1. Sikap Muh{addithi>n terhadap Hadis

Azan……….

2. Hadis Azan Perspektif

Fuqaha>’………

58

59

59

62

64

66

67

71

72

75

78

80

87

88

xvi   


(17)

xvii   

f ; Hadis-hadis Kontradiktif……….

al-elesaikan Masalah………..

; Sebuah Pertimbangan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………

B. Kritik dan Saran……….

A. Al-Shafi’i> Meniadakan Ikhtilaf Hadis.……….

1. Ikhtila

2. Ikhtilaf ; Hadis-hadis Tanawwu’

‘Iba>dah……...………..

B. Metode Tanawwu’ Sebagai Tawaran

al-Sha>fi’i>..……….

1. Metode Jama’ Tidak Meny

2. Na>sikh Mansu>kh Bukan Solusi yang

Tepat...……….

3. Berbeda dengan Keputusan Mujtahid Mut}laq, Tarji>h}

Gagal

4. Tanawwu’ al-‘Iba>dah

‘Afd{aliyah….


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Da’wah al-Ta>mmah, begitulah Rasulullah saw menamakan sebuah

seruan azan yang diserukan untuk memberitahukan bahwa waktu salat fardu telah tiba. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidhi> dalam

sunan-nya:

َ ﺪﺣ

َﱠﻤ

َﺳ

ﻦﺑ

ْﻬ

َ

ﻦﺑ

َﻜﺴ

َﻟا

َْﺪ

دا

َﺮﺑإ

و

ي

ه

َ

ﻦﺑ

ﻢﻴ

ْﻘ

َﻟﺎ

بﻮ

َﺪﺣ

َ

َ

ﻦﺑ

ََﻴ

ﻟا

شﺎ

ْﻤ

َﺪﺣ

َ

َْﻴ

ﺑأ

ﻦﺑ

َﺣ

ْﻤ

َﺰ

َﺪﺣ

ة

َ

ﱠﻤ

ﻤﻟا

ﻦﺑ

َﻜ

ﺑﺎﺟ

رﺪ

ﻦﺑ

ﷲا

لﺎ

:

لﻮﺳر

لﺎ

و

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﷲا

َﻣ

ﻢ ﺳ

ْﻦ

َلﺎ

َﻦﻴ

َ

ﻤﺴ

ﻟا

َﺪ

ﱠﻟا

ءا

ﱠﻢ

َر

ﺬه

ب

ﱠﺪﻟا

َﻮ

ﱠﺘﻟا

ة

َﻣﺎ

َ ﻟاو

ةﺎ

َﻘﻟا

ﺋﺎ

َﻤ

تﺁ

َ

ًﺪﻤ

َﻮﻟا

ا

َﻟاو

ﺔ ﻴ

َو

ﺔ ﻴ

ﻪ ﺑا

َﻣ

َﻘ

ًﻣﺎ

َﻣ

ْﻤ

ْﻮ

ًد

ﱠﻟا

ا

َو

ي

َ

ﺪﺘ

َﺣ

َﻟ

َ ﻟا

ﺔ ﺎ

َ

مﻮ

.

1

“Dari Ja>bir ibn ‘Abd Alla>h berkata: Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang mengucapkan,Wahai Tuhanku yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan sembahyang yang akan didirikan ini, berikanlah dengan limpahan kurnia-Mu kepada Muhammad kedudukan yang paling tinggi dalam surga dan keutamaan serta limpahkanlah kepadanya tempat yang terpuji yang Engkau telah janjikan,” ketika mendengar azan, kecuali dihalalkan syafaat baginya pada hari kiamat.”

Azan yang menjadi sebuah suatu kewajiban atau ukuran orang untuk berjamaah. Ketika Rasulullah saw memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa salat berjamaah itu lebih utama dari pada salat sendiri, dengan dua puluh

      

1

Al-Tirmidhi>, Muh}ammad ibn ‘I>sa>, Sunan al-Tirmidhi>, vol. 1, (Bayru>t : Da>r al-Fikr, 2003). 413.


(19)

lima kali lipat2, Kemudian di lain waktu Rasulullah saw mendapatkan berita bahwa ada orang yang tidak melakukan salat berjamaah, maka Rasulullah saw menyuruh orang-orang untuk membakar rumahnya3, di lain waktu juga sahabat Ibn ‘Ummi Maktu>m4 bertanya kepada Rasulullah saw, karena dirinya merasa sudah tidak kuat lagi untuk mengikuti salat berjamaah di mesjid, dengan ungkapan: “Aku telah tua, aku buta, rumahku jauh, dan tidak ada orang yang menemaniku. Apakah ada bagiku keringanan, ya Rasulullah? Kemudian Rasulullah saw kembali bertanya: “Apakah kamu mendengar azan?, Kemudian

      

2

Dalam hadis Al-Tirmidhi> bab fad}l s}ala>t al-Jam>a’ah, ada dua hadis yang menyatakan keutamaan berjamaah, pertama:

ﺪﻴ ﺳ

بﺎﻬﺷ

ﻦﺑا

ﻚﻟﺎﻣ

ﺎ ﺪﺣ

ﻦ ﻣ

ﺎ ﺪﺣ

يرﺎ ﻷا

ﻰﺳﻮﻣ

ﻦﺑ

ﻖ ﺳإ

ﺎ ﺪﺣ

ﻦﺑ

ةﺮ ﺮه

ﻲﺑأ

ﻴﺴﻤﻟا

:

ﺔ ﺎﻤﺠﻟا

ﻲﻓ

ﺟﺮﻟا

ة ﺻ

نإ

لﺎ

ﻢ ﺳ

و

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﷲا

لﻮﺳر

نأ

اءﺰﺟ

ﻦ ﺮ و

ﺔﺴﻤ ﺑ

ﺪﺣو

ﻪ ﺻ

ﺪ ﺰ

.

Dari Abu> Hurayrah Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya salat seseorang yang berjamaah ditambahkan 25 kali lipat dari pada salat yang sendiri.

Al-Tirmidhi>, Sunan al-Tirmidhi>, vol. 1, 421. dan hadis yang ke-2 adalah keutamaan salat berjamaah dengan dua puluh tujuh kali lipat:

لﺎ

ﺮﻤ

ﻦﺑا

ﻓﺎ

ﺮﻤ

ﻦﺑ

ﷲا

ﺪﻴ

ةﺪ

ﺎ ﺪﺣ

دﺎ ه

ﺎ ﺪﺣ

:

ﷲا

لﻮﺳر

لﺎ

ﻢ ﺳ

و

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﺔﺟرد

ﻦ ﺮ و

ﺴﺑ

ﺪﺣو

ﺟﺮﻟا

ة ﺻ

ﺔ ﺎﻤﺠﻟا

ة ﺻ

.

Dari ibn ‘Umar berkata: Rasulullah saw bersabda, “salat berjamaah lebih utama dari pada salat sendiri dengan 27 derajat.

Al-Tirmidhi>, Sunan al-Tirmidhi>, vol. 1, 420.

3

Lihat hadis :

دﺎ ه

ﺎ ﺪﺣ

ةﺮ ﺮه

ﻲﺑأ

ﻢﺻﻷا

ﻦﺑ

ﺪ ﺰ

نﺎ ﺮﺑ

ﻦﺑ

ﺮ ﺟ

ﻴآو

ﺎ ﺪﺣ

:

ﻲ ﻟا

مﺎﻘﺘﻓ

ة

ﻟﺎﺑ

ﺮﻣﺁ

ﻄ ﻟا

مﺰﺣ

اﻮ ﻤﺠ

نأ

ﻲﺘﻴﺘﻓ

ﺮﻣﺁ

نأ

ﻤﻤه

ﺪﻘﻟ

لﺎ

ﻢ ﺳ

و

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ة

ﻟا

نوﺪﻬ

ماﻮ أ

قﺮﺣأ

.

Dari Abu> Hurayrah, Nabi saw bersabda,”Aku telah menyuruh para pemudaku untuk mengumpulkan kayu bakar kemudian menyuruh untuk mendirikan salat dan membakar sekelompok orang yang tidak mengikuti salat berjamaah.

Al-Tirmidhi>, Sunan al-Tirmidhi>, vol. 1, 422.

4

Nama aslinya adalah ‘Amr ibn Za>idah, dikatakan juga Namanya adalah ‘Abd Alla>h. Beliau adalah sahabat tuna netra yang diangkat menjadi muazin oleh Nabi saw, wafat pada masa akhir khalifah ‘Umar ibn Khat}t}a>b. Konon yang disebutkan dalam al-Quran surat ‘Abasa adalah Ibn ‘Ummi Maktu>m. Al-Mizzi>, Tahdhi>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, vol 22, (Bayru>t : Mu’asasat al-Risa>lah, tt), 26.


(20)

aku berkata: “ya”. Rasulullah saw pun bersabda: “Tidak ada bagimu keringanan”5.

Hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya seruan azan ketika seseorang yang dari fisiknya sudah tidak mampu untuk berjamaah tetapi ketika ia mendengar seruan azan, maka itulah ukuran ia wajib melakukan salat berjamaah. Begitulah azan sebagai perantara untuk menghukumi seseorang apakah ia dianjurkan berjamaah atau tidak.

Begitu juga tatkala Rasulullah saw menyuruh Bila>l ibn Rabbah6 untuk azan yang pertama di Madinah pada tahun pertama hijriah. Azan yang selama ini menjadi simbol seruan Islam mempunyai keistimewaan tersendiri dengan kalimat-kalimat yang terkandung di dalamnya, jika dibandingkan dengan agama-agama lain yang memakai lonceng atau terompet.7

Rasulullah saw mengajarkan kepada para sahabatnya untuk mengambil hukum atau menghukumi sesuatu dengan dasar al-Quran dan hadis yang menjadi

      

5

Lihat hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Ma>jah:

ﺔ ﻴﺷ

ﻲﺑأ

ﻦﺑ

ﺮﻜﺑ

ﻮﺑأ

ﺎ ﺪﺣ

.

ﻦﺑا

ﻦ زر

ﻲﺑأ

ﻢﺻﺎ

ةﺪﺋاز

ﺔﻣﺎﺳأ

ﻮﺑأ

ﺎ ﺪﺣ

لﺎ

مﻮﺘﻜﻣ

مأ

:

ﻢ ﺳ

و

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﻲ ﻟ

راﺪﻟا

ﺳﺎﺷ

ﺮﻴ آ

ﻲ إ

.

ﻲ ﻣو

ﺪﺋﺎ

ﻲﻟ

ﺲﻴﻟو

.

لﺎ

؟

ر

ﻦﻣ

ﺪﺠ

ﻬﻓ

)

؟

ءاﺪ ﻟا

ﻤﺴ

ه

(

.

لﺎ

)

ر

ﻚﻟ

ﺪﺟأ

ﺎﻣ

(

Dari ibn ‘Ummi Maktu>m berkata: Aku berkata kepada Nabi saw bahwa Aku seorang yang tua, bertempat tinggal jauh dan tidak ada bagiku orang yang membantuku, apakah aku mendapatkan keringanan? Kemudian Nabi saw bertanya: Apakah engkau mendengar azan? Kemudian dijawab ya. Maka Nabi saw bersabda: tidak ada bagimu keringanan.

Muh}ammad ibn Yazi>d, Sunan Ibn Ma>jah, vol 1, (Kairo: Da>r al-Hadi>th, 1998), 260.

6

Nama lengkapnya adalah Bila>l ibn Rabbah Qurshi> Taymi>, dikatakan juga ‘Abd al-Rah{ma>n, Abu> ‘Abd al-Kari>m, Muazin rasulullah saw, Wafat di Syam pada 20 H atau 18 H. Lihat Al-Mizzi>, Tahdhi>b al-Kama>l fi> Asma>’al-Rija>l, vol. 4, 288.

7


(21)

Peninggalan Rasulullah saw setelah wafat, selain itu Rasulullah saw pun membenarkan ijtihad apabila sesuatu itu tidak ada di dalam al-Quran dan hadis.8

Al-Quran dan hadis adalah dua sumber agama Islam yang harus dibaca dan dipahami berdasarkan konteks yang terdiri dari budaya, sosial, dan masa awal dimana keduanya dihasilkan untuk menemukan relevansinya dengan konteks kekinian9. Oleh karena itu, pembacaan konteks menjadi perantara yang tepat untuk memahami pesan-pesan yang terdapat di dalam teks, kemudian diterapkan dalam konteks kekinian.

Hal ini menimbulkan ikhtilaf di kalangan para ulama dalam memahami hadis, karena pengkodifikasiannya yang dilakukan jauh sepeninggal Rasulullah saw10. Ada yang memahaminya secara tekstual dan ada pula yang kontekstual.

      

8

Lihat hadis riwayat Abu> Da>wud: berisikan Cara mengambil Hukum ketika Mu’a>dh diutus ke Yaman oleh Nabi saw.

….

ﻪﱠﻟا

َلﻮﺳَر

ﱠنَأ

ََﺟ

ﻦْﺑ

ذﺎَ ﻣ

ْﻦَ

-ﻰ ﺻ

ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

-ﻰَﻟإ

اًذﺎَ ﻣ

َ َ َْ

ْنَأ

َداَرَأ

ﺎﱠﻤَﻟ

ءﺎَﻀَ

َﻚَﻟ

َضَﺮَ

اَذإ

ﻰﻀْﻘَ

َ ْﻴَآ

َلﺎَ

ﻦَﻤَﻴْﻟا

.

ﻪﱠﻟا

بﺎَﺘﻜﺑ

ﻰﻀَْأ

َلﺎَ

.

َلﺎَ

ﻪﱠﻟا

بﺎَﺘآ

ﻰﻓ

ْﺪﺠَ

ْﻢَﻟ

ْنﺈَﻓ

.

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

ﺔﱠﺴ َﻓ

َلﺎَ

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

.

ﺎَ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

ﺔﱠﺳ

ﻰﻓ

ْﺪﺠَ

ْﻢَﻟ

ْنﺈَﻓ

َل

-ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﻢ ﺳو

-ﻪﱠﻟا

بﺎَﺘآ

ﻰﻓ

َﻻَو

.

ﻮﻟﺁ

َﻻَو

ﻰ ْأَر

ﺪﻬَﺘْﺟَأ

َلﺎَ

.

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

َبَﺮَﻀَﻓ

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

-ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

َلﻮﺳَر

َﻖﱠﻓَو

ىﺬﱠﻟا

ﻪﱠﻟ

ﺪْﻤَ ْﻟا

َلﺎََو

َرْﺪَﺻ

ﻪﱠﻟا

َلﻮﺳَر

ﻰ ْﺮ

ﺎَﻤﻟ

.

Dari Mu’a>dh ibn Jabal bahwa Rasulullah saw ketika hendak mengutus Mu’a>dh ke Yaman berkata,”bagaimana engkau menghakimi sesuatu? Mu’a>dh menjawab: aku akan menghakimi dengan Kita>b Alla>h, apabila tidak ditemukan, maka dengan sunnah Rasulullah saw, apabila tidak ditemukan juga maka aku akan berijtihad dengan akalku. Kemudian Rasulullah menepuk dada Mu’a>dh sambil berkata Segala puji bagi Allah yang memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah terhadap sesuatu yang diridoi Rasulullah.

Abu Da>wud Al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud,vol. 3, (Bayru>t : Da>r al-Fikr, 2003), 330.

9

Yu>suf al-Qard{a>wi>, Kayfa Nata'amal Ma'a al-Sunnah Al-Nabawiyah, (Kairo: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t), 3.

10

Dalam sejarahnya orang yang pertama kali yang mempunyai ide untuk menulis hadis adalah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Azi>z, beliau menyuruh Ibn Shiha>b al-Zuhri> untuk mengumpulkan


(22)

Perbedaan pendapat ini sudah terjadi sejak zaman Nabi11, sedangkan pada zaman Sahabat banyak kebijakan-kebijakan para sahabat yang pada prakteknya berbeda dengan ketetapan Nabi saw. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan oleh Khalifah Abu> Bakr yang telah membuat keputusan untuk memerangi kaum murtad dan para pembangkang yang enggan membayar zakat12. Dalam pemerintahannya, ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b telah membuat kebijakan untuk tidak membagikan harta rampasan perang pada para sahabat, tetapi dibiarkan pada pemiliknya dan hasilnya diserahkan pada Bayt al-Ma>l. Peristiwa yang sama juga terjadi pada masa kepemimpinan ‘Uthma>n, ketika memutuskan untuk melaksanakan azan dua kali pada salat Jumat yang berbeda dengan apa yang terjadi pada masa Nabi, yakni hanya satu kali azan13.

Berdasarkan contoh ketetapan-ketetapan sahabat di atas, ketika para sahabat memahami ketetapan Nabi secara tekstual bisa jadi keputusan para sahabat akan selalu sama dengan ketetapan Nabi yang dibuat dalam kurun waktu dan tempat yang berbeda. Ketika ketetapan Nabi tersebut dipahami secara kontekstual, maka keputusan para sahabat pada prakteknya akan terlihat berbeda,

       hadis dan menuliskannya. Lihat MM Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (ttp: Pustaka Firdaus, 2006), 106-107.

11

Sebagaimana yang terjadi pada kasus salat Asar di perkampungan Bani> Qurayd{ah. lihat Muh{ammad al-Ghaza>li>, Al-Sunnah al-Nabawiyyah Bayna Ahl Fiqh wa Ahl H{adi>th, (Kairo: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t), 9.

12

Ibn Kathi>r, al-Bida>yah wa al-Niha>yah, vol. 3, (Bayru>t: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t), 315-317. lihat juga Muh{ammad Yu>suf al-Kandahlawi>, Haya>t al-S{aha>bah, vol. 1, (Bayru>t: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t), 355-358.

13

Lihat Abu> al-Farj ‘Abd al-Rah{ma>n ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn al-Jawzi>, Mana>qib


(23)

karena kondisi yang berbeda pula antara masa Nabi dengan masa sahabat. Sehingga pemahaman hadis secara kontekstual telah ada pada masa sahabat.

Selanjutnya, perkembangan pemahaman terhadap hadis juga mengalami hal yang sama, terdapat dua kelompok yaitu ada kelompok tekstual yang berarti memahami hadis dengan tidak keluar dari makna teks, Ibn H{azm adalah salah satu diantara ulama yang dikenal tekstual dilihat dari kecenderungannya yang kuat pada pemahaman yang tersurat dalam lafaz dan nas, sehingga pendapat-pendapatnya terlihat tekstualis dan ada juga kelompok kontekstual yang berarti memahami hadis dengan melihat kesesuaian teks hadis dengan situasi dan kondisi masa hidupnya14. Al-Sha>fi'i> salah satu dari ulama yang dikenal dengan karyanya Ikhtila>f al-H{adi>th yang mulai mengkontribusikan teori penyelesaian hadis yang berbeda dari segi lafaznya (teks hadis) yang dalam ilmu hadis disebut hadis mukhtalif15 dengan menggunakan pemahaman kontekstual atas hadis Nabi.

Pemahaman kontekstual yang dilakukan al-Sha>fi'i> terhadap hadis Nabi saw ditinjau dari fakta teks yang membuktikan adanya hadis-hadis yang secara lahir terlihat bertentangan. Bagi al-Sha>fi’i> hadis-hadis yang mengandung makna yang kontradiksi (mukhtalif) itu sulit diterima. Oleh karena itu, di

      

14

Siti Fuadah, Semantik Kontekstual danHadits Mukhtalif Al-Riwayah , (Tesis: UIN Jakarta, 2010), 30.

15

Hadis mukhtalif menurut bahasa adalah hadis-hadis yang pemaknaannya berbeda-beda, sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diterima yang bertentangan dengan hadis lain yang semisalnya dan memungkinkan untuk mengkompromikannya. Lihat. Mah{mu>d T{ah{a>n,


(24)

samping beberapa cara penyelesain lain seperti na>sikh mansu>kh dan tarji>h, al-Sha>fi'i> menyelesaikannya dengan metode kompromi yang bisa dikategorikan sebagai pemahaman kontekstual16.

Sejarah perkembangan azan dari mulai masa nabi saw sampai sekarang; baik pelaksanaannya maupun redaksi azan masih diperhitungkan dengan tradisi, kondisi dan kaum mayoritas yang ada. Karena masing-masing kalangan mempunyai dalil dan pemahaman yang dijadikan sebagai landasan dalam pelaksanaannya. Hadis yang membahas tentang redaksi azan ini, terdapat beberapa riwayat17 diantaranya yaitu yang diriwayatkan oleh Abu> Mah{dhu>rah18 sebagai Muazin Nabi saw, dalam hal ini Abu> Mah}dhu>rah meriwayatkan hadis tentang redaksi azan dengan dua kali takbir dan empat kali syahadat19, yang dua pertama dengan suara rendah dan yang keduanya dengan suara lantang :

ﻦْﺑ

قﺎَ ْﺳإَو

ﺪﺣاَﻮْﻟا

ﺪَْ

ﻦْﺑ

ﻚﻟﺎَﻣ

ﻰ َﻤْﺴﻤْﻟا

َنﺎﱠﺴَ

ﻮﺑَأ

ﻰ َﱠﺪَﺣ

مﺎَ ه

ﻦْﺑ

ذﺎَ ﻣ

ﺎََﺮَْ َأ

قﺎَ ْﺳإ

َلﺎََو

ذﺎَ ﻣ

ﺎََﱠﺪَﺣ

َنﺎﱠﺴَ

ﻮﺑَأ

َلﺎَ

َﻢﻴهاَﺮْﺑإ

      

16

Pemahaman yang dilakukan al-Sha>fi’i> sangat bertumpu pada sabab wuru>d

al-h{adi>th. Sebagai contoh dalam hadis yang berisi bahwa Rasulullah melarang meminang seseorang

yang telah dipinang oleh orang lain. Tetapi Rasulullah pernah pula meminang sendiri Fa>t}imah bint Qays untuk ‘Usa>mah ibn Zayd, yang sebelumnya telah dipinang oleh Mu’a>wiyah dan Abu> Jah{m. Menurut al-Sha>fi'i> setelah dilihat asba>b al-wuru>d-nya, ternyata hadis ini tidak bertentangan karena dinyatakan Nabi dalam kasus-kasus yang berbeda. Lihat al-Sha>fi'i>, Ikhtila>f al-H{adi>th, (Bayru>t: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, 1986), 113.

17

Hadis yang penulis sajikan adalah hadis yang terlihat kontradiksi (mukhtalif).

18

Nama lengkapnya adalah Abu> Mah{dhu>rah al-Qurshi> al-Jamh{i> al-Makki>, muazin nabi saw. Lihat. Al-Mizzi>, Tahdhî>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, vol. 34. 256.

19

Syahadat disini dalam arti membaca lafaz:

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ


(25)

Dari Abu> Mah{dhu>rah bahwa Nabi saw telah mengajarkannya azan:

Alla>hu Akbar dua kali, syahadat dua kali kemudian mengulangnya,

h{ayya ‘ala> al-S{ala>h dua kali, h{ayya ‘ala> al-Fala>h{ dua kali. Ishaq menambahkan Alla>hu Akbar dua kali, la> ilaha illa> Alla>h.

dalam ulama mazhab pengulangan syahadat yang dilakukan oleh Abu> Mah{dhu>rah ini disebut dengan tarji>’.21

Sedangkan ‘Abd Alla>h ibn Zayd22 meriwayatkan hadis tentang sejarah asal azan dengan redaksi empat kali takbir dan dua kali syahadat dalam pelaksanaan azannya:

      

20

Muslim, Abu> al-H{usayn ibn al-H{ajja>j al-Naysa>bu>ri>, S{ah{i>h} Muslim, vol. 2, (Kairo: Da>r Ibn al-Haytha>m, 2003), 3. Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Abu> Da>wud dengan redaksi:

لﻮﻘَ

:

ﻪﱠﻟا

إ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

لﻮﻘَ

ﱠﻢ

َﻚَْﻮَﺻ

ﺎَﻬﺑ

َﻓْﺮَ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﱠﻻ

ا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﺎَﻬﺑ

ْ َ

ﻪﱠ

ﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ةَدﺎَﻬﱠ ﻟﺎﺑ

َﻚَْﻮَﺻ

َﻓْﺮَ

ﱠﻢ

َﻚَْﻮَﺻ

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

ﱠﻰَﺣ

حَ َْﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ﱠﻟا

مْﻮﱠﻟا

َﻦﻣ

ﺮْﻴَ

ةَ ﱠ ﻟا

مْﻮﱠﻟا

َﻦﻣ

ﺮْﻴَ

ةَ ﱠ ﻟا

َ ْ

ْ ﻟا

َةَ َﺻ

َنﺎَآ

ْنﺈَﻓ

حَ َْﻟا

ﻰََ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ﺮَْآَأ

Dalam hadis Abu> Da>wud ini yang berbeda hanya ucapan takbirnya saja yaitu empat kali. Lihat Abu> Da>wud Al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud, vol. 1, 189.

21

Lihat ‘Abd al-Rah}ma>n al-Ja>ziri>, al-Fiqh ‘Ala> Madha>hib al-‘Arba’ah, vol. 1, (Kairo: Da>r al-H{adi>th, tth), 455.

22

Nama lengkapnya adalah ‘Abd Alla>h ibn Zayd ibn ‘Abd Rabbah ibn Tha’labah. Lihat Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tahdhi>b al-Tahdhi>b,vol. 5, (Bayru>t: Da>r al-Fikr, 1995), 224.


(26)

....

ﻪﱠﻟا

لﻮﻘَ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ﱠﻰَﺣ

حَ َْﻟا

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

حَ َْﻟا

ﻰََ

23

.

Dalam riwayat lain Rasulullah saw menyuruh Bila>l untuk menggenapkan redaksi azan dan mengganjilkan ikamah:

ﻦْﺑ

ﻰَﻴْ َ

ﺎََﱠﺪَﺣَو

ح

ﺪَْز

ﻦْﺑ

دﺎﱠﻤَﺣ

ﺎََﱠﺪَﺣ

مﺎَ ه

ﻦْﺑ

ََ

ﺎََﱠﺪَﺣ

َﺔَﺑَ

ﻰﺑَأ

ْﻦَ

ءاﱠﺬَ ْﻟا

ﺪﻟﺎَ

ْﻦَ

ﺎً ﻴﻤَﺟ

َﺔﱠﻴَ

ﻦْﺑا

ﻴ ﺎَﻤْﺳإ

ﺎََﺮَْ َأ

ﻰَﻴْ َ

لَ ﺑ

َﺮﻣأ

َلﺎَ

ﺲََأ

ْﻦَ

َناَذَﻷا

َ َْ َ

ْنَأ

َو

َﺔَﻣﺎَﻹا

َﺮ ﻮ

24

Dari Anas berkata Bila>l diperintahkan untuk menggenapkan azan dan mengganjilkan ikamah.

Hadis yang diriwayatkan Muslim ini, mengartikan bahwasanya redaksi dalam azan dibaca dua kali-dua kali, berbeda dengan hadis sebelumnya yang menyatakan takbir dibaca empat kali (Hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd) dan syahadat empat kali (hadis Abu> Mah}dhu>rah) dan dua kali (Hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd). Tetapi dalam pelaksanaannya mayoritas muslimin memakai riwayat Sahabat ‘Abd Alla>h ibn Zayd yang memakai empat kali takbir dan dua kali syahadat.

Perbedaan inilah yang dijadikan dasar penulis, antara redaksi yang diriwayatkan oleh Abu> Mah}dhu>rah dengan ‘Abd Alla>h ibn Zayd dan Anas ibn Ma>lik. Adanya perbedaan riwayat tersebut dan dua riwayat diantaranya ada di dalam S{ah{i>h{ Muslim yang menjadi kitab s{ah{i>h{ kedua setelah

      

23

Lihat Abu> Da>wud Al-Sijista>ni>, Sunan Abi> Da>wud, vol. 1, 187.

24


(27)

S{ah{i>h{ al-Bukha>ri>25, maka menurut pemahaman penulis perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan riwayat tentang redaksi azan ini. Kemudian mendorong penulis untuk lebih memfokuskan untuk membahas tentang penyelesaian dalam perbedaan riwayat tersebut dengan teori yang telah ada dalam ilmu Ikhtila>f al-H{adi>th sebagaimana yang dilakukan oleh al-Sha>fi’i> dalam menghadapi hadis-hadis yang kontradiksi. Sehingga pada akhirnya penulis memilih judul skripsi “Memilih Azan Abu> Mah{dhu>rah (Mulai dari Genealogi Redaksional Azan sampai Penyelesaian Ikhtilaf Hadis Azan) ”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

       

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dan untuk memperjelas alur penelitian ini, maka penulis perlu mengidentifikasi beberapa masalah berikut untuk kemudian diteliti lebih lanjut:

a. Bagaimana Sejarah asal azan sampai terjadi perbedaan dalam redaksinya

b. Bagaimana kualitas hadis-hadis yang membahas tentang redaksi azan c. Jika hadis-hadis tersebut S{ah{i>h{, Mengapa terjadi perbedaan dalam

periwayatan hadis tentang redaksi azan

 

25

Lihat Ibn S{ala>h, Ima>m Abu> ‘Amr ‘Uthma>n ibn ‘Abd Rah}ma>n al-Shahrazu>ri>, Muqaddimah Ibn al-S{ala>h, (Bayru>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, 2006), 28.


(28)

d. Apa yang menyebabkan satu hadis dengan hadis lain bertentangan dalam hal ini adalah hadis-hadis tentang redaksi azan

e. Bagaimana Ulama Hadis menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut.

f. Bagaimana fuqaha>’ menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut g. Bagaimana dengan praktek penduduk Madinah dan Mekkah dalam

menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut.

h. Bagaimana dengan generasi setelah sahabat yaitu tabi’i>n dalam pengaplikasian hadis redaksi azan ini.

i. Siapa saja yang meriwayatkan hadis tentang redaksi azan j. Apakah hukumnya tarji>’ dalam azan

k. Mengapa mayoritas muslim memakai redaksi azan yang diriwayatkan oleh ‘Abd Alla>h ibn Zayd

l. Lalu bagaimana dengan hadis riwayat Abu> Mah{dhu>rah dan Anas ibn Ma>lik, apakah diamalkan atau ditinggalkan

m. Bagaimana al-Sha>fi’i> dengan teori Ikhtila>f al-H{adi>th-nya menyelesaikan perbedaan ini

n. Bagaimana Ibn Qutaybah menyelesaikan perbedaan ini

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perhatian penelitian ini akan dipusatkan kepada poin a, d, e, f, k, dan m yaitu bagaimana sejarah asal azan


(29)

sampai terjadi perbedaan dalam redaksinya, apa yang menyebabkan satu hadis dengan hadis lainnya bertentangan dalam hal ini adalah hadis-hadis tentang redaksi azan, bagaimana ulama hadis menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut, bagaimana fuqaha>’ menyikapi hadis-hadis yang bertentangan tersebut, mengapa mayoritas muslim memakai redaksi azan yang diriwayatkan oleh ‘Abd Alla>h ibn Zayd, dan bagaimana al-Sha>fi’i> menyelesaikan perbedaan ini dengan teori Ikhtila>f al-H{adi>th-nya.

Pembatasan pada enam poin ini dipilih penulis karena penulis mempunyai data pertama bahwa hadis-hadis tersebut s}ah{i>h{ baik yang diriwayatkan oleh Muslim maupun Abu> Da>wud.

Adapun dalam penelitian ini penulis hanya meneliti hadis-hadis tentang redaksi azan yang ada dalam kutub al-Sittah, dan menggunakan metode ilmu Ikhtila>f al-H{adi>th versi al-Sha>fi’i> yang penulis kutip dari Disertasi Edi Safri yang berjudul “Al-Ima>m al-Sha>fi’i> : Metode Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif ” tahun 1990 M Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Perumusan Masalah

Adapun penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut:


(30)

1. Bagaimana sejarah disyariatkannya azan sampai terdapat perbedaan redaksinya?

2. Apa akar perbedaan yang menyebabkan redaksi azan menjadi berdebatan para ulama?

3. Bagaimana penyelesaian perbedaan riwayat tentang redaksi azan tersebut?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penyelesaian Hadis-hadis mukhtalif tentang redaksi azan menurut para muh{addithi>n, fuqaha>’ dan dengan penerapan ilmu Ikhtila>f Al-H{adi>th versi al-Sha>fi’i>.

2. Untuk mengetahui Sikap fuqaha>’ dalam pengaplikasian redaksi azan dari periwayatan yang bertentangan tersebut.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah;

1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan Informasi dan menambahkan pengetahuan dalam khazanah Islam intelektual khususnya dalam bidang hadis yang diterapkan sehari-hari sebagai pedoman hidup umat Islam setelah al-Quran dan di dalam penerapan ilmu Ikhtila>f al-H{adi>th. 2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 pada program studi Tafsir-Hadis di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(31)

Penelitian tentang azan ini pada dasarnya sudah pernah dilakukan oleh Hasani Ahmad Syamsuri dalam bentuk skripsi yang berjudul “Hadis Tentang Azan Ditinjau dari Segi Sejarah; Kajian Masalah Azan Subuh dan Jumat” tahun 2005 di Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Namun penelitian ini masih sangatlah kurang –menurut penulis-, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti; Pertama, Hadis yang diungkapkan hanyalah tentang sejarah azan yang berasal dari mimpi sahabat dan aplikasinya pada waktu salat jumat dan subuh. Padahal ada hadis yang menurut penulis harus diteliti mengenai sejarah azan juga yaitu dari pengajaran Rasulullah saw dan dengan redaksi yang berbeda dengan yang berasal dari mimpi. Kedua, penelitian tersebut walaupun tidak mengkritik sanad dan matan hadis tetapi sedikit sekali komentar ulama tentang hadis yang dipakai selama ini dalam pelaksanaan azan Jumat dan Subuh. Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi sandaran atau dalil sebagai dasar pelaksanaannya.

Kemudian dalam skripsi yang berjudul “Takhrij Hadis Azan di Telinga Bayi yang Baru Lahir” yang disusun oleh Abdul Hafiz, tahun 2006. Tetapi penulis disini menilai bahwa kajian ini lebih ke arah sanad dan matan hadis, dan cenderung hanya membahas hadis yang berkaitan dengan azan di telingan bayi yang baru lahir, terlebih yang dibahas adalah aplikasi azan, bukan mengkritisi redaksi azan, padahal bagi penulis redaksi azan ini dari sumber periwayatannya


(32)

terdapat perbedaan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut sebelum pengaplikasiannya.

Selanjutnya, penelitian ini juga telah dibahas oleh Ida Fitriah dalam Skripsinya yang berjudul “Metodologi Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif; Studi Perbandingan Antara Metode Ima>m Sha>fi’i> dan Ibn Qutaybah”, pada tahun 2003, tetapi penulis merasa penelitian ini cenderung membahas teori-teori ilmu Ikhtila>f Al-H{adi>th, dan perbandingannya antara al-Shafi’i> dengan Ibn Qutaybah, walaupun terdapat contoh-contoh hadis yang bertentangan tetapi penulis menilai penelitian ini terlalu fokus terhadap metodenya bukan kepada hadis-hadis yang bertentangan atau terhadap penerapan metodenya.

Selain itu, penulis juga akan meneliti beberapa buku tentang masalah azan seperti Fad{l al-Adha>n wa al-‘Ima>mah,26 di dalam kitab ini disebutkan tentang pengertian azan, redaksi azan, hukum azan, keutamaan Muazin, dan hal-hal yang berkaitan dengan Imam. Menurut penulis, kitab tersebut kurang lengkap dengan tidak menyebutkan sejarah azan dan beberapa riwayat yang menyebutkan tentang peredaksian azan dan buku The Power of Azan; Kedahsyatan Cahaya Spiritual Azan. Buku ini apabila ditinjau dari isinya menurut penulis sudah lengkap, dengan memaparkan sejarah azan sampai dengan doa setelah azan sekaligus penghayatan kalimat-kalimat yang ada dalam azan, tetapi disini penulis

      

26

Shaykh Sa’i>d ibn ‘Ali> ibn Wahf Al-Qah{t{a>ni>, Fad{l al-Adha>n wa al-Ima>mah, (ttp :www.islamhouse.com, 2009).


(33)

tidak menemukan pemaparan yang jelas tentang hadis-hadis redaksi azan yang bertentang dari segi lafaz, walaupun disebutkan bahwa hadis Abu> Mah{dhu>rah datang belakangan dibanding dengan hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd27. Hal ini bagi penulis perlu untuk lebih dijelaskan paling tidak ada bab khusus yang membahas tentang penyelesaian hadis-hadis tersebut dengan menggunakan teori Ikhtila>f al-H{adi>th tentunya.

Adapun dalam membedakan pembahasan ini dengan beberapa pustaka di atas adalah bahwa penelitian ini berusaha mengkaji ulang hadis-hadis tentang azan dalam ruang lingkup sejarah dan redaksi yang kemudian menyajikannya dalam bentuk kesimpulan yang berisi tentang hasil dari perbedaan riwayat yang timbul melalui aplikasi ilmu Ikhtila>f al-H{adi>th versi al-Sha>fi’i> dan penelitian ini juga akan menyajikan komentar beberapa ulama dari hadis ataupun

fuqaha>’ untuk menjadi penguat hasil penelitian ini. Hal inilah yang menurut penulis belum pernah dibahas dalam penelitian khususnya dalam skripsi Jurusan Tafsir Hadis. Dengan penelitian ini diharapkan hadis-hadis yang berbeda dalam bentuk matan yaitu redaksi azan ini dapat dipahami dalam situasi dan kondisi yang berbeda, sehingga tidak terjadi perbedaan antara yang mengamalkan hadis yang satu dengan hadis yang lainnya khususnya tentang peredaksian azan.

E. Metodologi Penelitian

      

27

Lihat Miftahul Asror, The Power of Azan;Kedahsyatan Cahaya Spiritual Azan, (Yogyakarta : Madania, 2010), 28.


(34)

Penulis menggunakan metodologi penelitian yang dianggap lebih komprehensif dan mudah dipahami, antara lain:

1. Metode Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atas kitab-kitab matan hadis yang ada, kemudian Kitab-kitab yang terkait dengan azan dan semua aspek yang ada disekitarnya dan juga penulis akan melakukan wawancara terhadap beberapa ulama atau tokoh masyarakat dalam aplikasi azan di Indonesia. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang telah dihasilkan dari kepustakaan dan wawancara, dan meneliti data-data tersebut, menimbangnya, membandingkannya, dan kemudian penulis menawarkan solusinya sebagai sebuah bentuk tanggapan atas masalah dengan aplikasi teori yang ada.

2. Metode Pembahasan

Adapun dalam metode pembahasan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif terhadap hadis-hadis nabi yang terkait dengan azan dari segi sejarah dan redaksi. Kemudian penulis akan mensistematisasikannya dengan menggunakan metode yang telah disebutkan dalam pembatasan masalah, yaitu ilmu Ikhtila>f al-H{adi>th versi al-Sha>fi’i> yang penulis kutip dari Disertasi Edi Safri yang berjudul “Al-Ima>m al-Sha>fi’i> : Metode Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif tahun


(35)

1990 M Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun teori yang disajikan al-Sha>fi’i>28 yaitu:

a. Hadis yang tampaknya bertentangan dapat dikompromikan satu dengan yang lainya. Sehingga kandungan makna masing-masing dapat diketahui titik temunya, dengan demikian hadis-hadis tersebut dapat diamalkan semuanya.

b. Apabila tidak dapat dikompromikan, maka cara selanjutnya adalah dengan na>sikh dan mansu>kh

c. Kemudian apabila masih tidak bisa juga maka dengan cara tarji>h,

yakni dengan cara mengkaji dan membandingkan hadis-hadis yang tampak bertentangan tersebut, manakah diantara keduanya yang lebih kuat atau yang lebih tinggi nilai kehujahannya.

d. Penyelesaian yang terakhir adalah penyelesaian hadis-hadis yang termasuk ke dalam kategori tanawu’ al-‘Iba>dah.

3. Metode Penulisan

Sedangkan mengenai metode atau teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Chicago and Turabian Style, University of California Berkeley.

F. Sistematika Penulisan

      

28

Edi Safri, Al-Ima>m al-Sha>fi’i>: Metode Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif, (Disertasi: UIN Jakarta, 1990), 152-204.


(36)

Sistematika penulisan dari penelitian ini disusun secara bab perbab guna memudahkan pemahaman terkait dengan bahasan yang dikaji. Bab pertama yakni bab pendahuluan, penulis perlu membahas latar belakang masalah dari kajian ini, kemudian identifikasi, pembatasan dan rumusan masalah, manfaat dari pembahasan, kajian pustaka, kemudian metode penelitian dan juga sistematika penulisan dari penelitian ini.

Bab dua, penulis mencoba menjelaskan tentang sejarah azan dari sumber yang berbeda yaitu dari mimpi sahabat dan pengajaran Rasulullah saw, hal ini untuk mengetahui apakah dari sumber tersebut asal mulanya perbedaan riwayat atau dari perkembangan zaman yang berbeda kondisi dan situasinya sehingga terjadi perbedaan riwayat, maka kemudian dijelaskan perkembangan redaksi azan dengan sejalannya waktu yang terjadi dalam beberapa kondisi dan juga yang terjadi di Indonesia ini dalam pengaplikasiannya.

Setelah mendapatkan data-data tersebut, maka penulis dalam bab tiga ini, membahas tentang akar ikhtilaf dari makna-makna yang terkandung dalam hadis-hadis tersebut dan perdebatan para ulama dalam menanggapi akar ikhtilaf tersebut dan pengaplikasiannya, hal ini berfungsi untuk mengetahui cara dalam memahami suatu hadis yang akan dibahas penyelesaiannya dalam bab selanjutnya.


(37)

Selanjutnya, dalam bab empat, penulis menyelesaikan perbedaan tersebut dengan teori Ikhtila>f al-H{adi>th versi al-Sha>fi’i>, mulai dari dari pemahaman al-Sha>fi’i> terhadap hadis mukhtalif, yang berguna untuk mengaplikasikan teorinya kepada hadis-hadis azan tersebut, apakah masuk dalam kategori penyelesaian kompromi (jama’), na>sikh mansu>kh, tarji>h{, atau hadis tanawu’ al-‘Iba>dah.

Setelah penelitian tersebut selesai dan mencapai kesimpulan maka penulis memberikan saran untuk peneliti selanjutnya, agar terdapat penambahan, kritik, dan kesempurnaan dalam penelitian selanjutnya, yang penulis sajikan dalam bab lima.


(38)

A. Cikal Bakal Azan

Azan dalam arti bahasa adalah pemberitahuan1, dan menurut istilah adalah pemberitahuan waktu salat fardu telah tiba dengan lafaz-lafaz yang ditentukan.2 Menurut sejarah, azan disyariatkan ketika Nabi melakukan hijrah ke Madinah dengan alasan untuk memberitahukan kepada umat muslimin bahwa waktu salat telah tiba dengan perantara mimpi ‘Abd Alla>h ibn Zayd.3 Tetapi dalam penelitian penulis terdapat dua sumber yang menyatakan redaksi azan yang berbeda, sehingga memberikan kesimpulan adanya sumber azan selain dari mimpi ‘Abd Alla>h ibn Zayd yaitu dari pengajaran Rasulullah saw kepada Bila>l dan Abu> Mah}dhu>rah. Dua sumber azan ini baik yang berupa mimpi ataupun pengajaran akan dibahas sebagai berikut:

1. Mimpi ‘Abd Alla>h ibn Zayd

Ibn H{ajar berkata dalam Fath{ Ba>ri> Sharh{ S{ah{i>h{ al-Bukha>ri> bahwa kronologis asal usul azan adalah dari mimpi sahabat yaitu

1

Dalam al-Quran, Allah swt berfirman:

……..

“Dan (inilah) suatu pemberitahuan daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar…. “(QS. Al-Tawbah:3).

Dari ayat di atas, lafaz azan diartikan secara bahasa sebagai suatu pemberitahuan. Lihat,Tim Penerjemah, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, tt), 277.

2

‘Ali> ibn Muh{ammad Al-Jurja>ni>, Ta'rifa>t, (Bayru>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, t.t), 16.

3

Pernyataan ini akan dibahas dalam pembahasan selanjutnya berikut sumber referensinya.


(39)

‘Abd Alla>h ibn Zayd, baik dari segi redaksi dan pelaksanaannya4. Sehingga dapat dipahami bahwa awal azan terjadi setelah Nabi saw berhijrah ke Madinah pada pertama tahun hijriah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jama>’ah5 dari sahabat ‘Abd Alla>h ibn Zayd (dengan redaksi Abu>> Da>wud6) berikut ini :

َبﻮ َأ

ﻦْﺑ

دﺎَزَو

ﻰ ﱠﺘ ْﻟا

ﻰَﺳﻮﻣ

ﻦْﺑ

دﺎﱠَ

ﺎََﱠﺪَﺣ

-دﺎﱠَ

ﺪَﺣَو

ﻢََأ

-ﺮْ ﺑ

ﻰﺑَأ

ْﻦَ

ﻢْﻴَ ه

ﺎََﱠﺪَﺣ

َﻻﺎَ

-ﺮْ ﺑ

ﻮﺑَأ

ﺎََﺮَْ َأ

دﺎَز

َلﺎَ

-ْﻦَ

ﻪَﻟ

ﺔَﻣﻮﻤ

ْﻦَ

ﺲََأ

ﻦْﺑ

ﺮْﻴَﻤ

ﻰﺑَأ

ﻰ ﱠﻟا

ﱠﻢَﺘْها

َلﺎَ

رﺎَ َْﻷا

َﻦﻣ

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ْا

ﻪَﻟ

َ ﻴﻘَﻓ

ﺎَﻬَﻟ

َسﺎﱠﻟا

َﻤْﺠَ

َ ْﻴَآ

ةَ ﱠ ﻟ

ﻪْﺠْ

ْﻢََﻓ

ﺎًﻀْ َﺑ

ْﻢﻬﻀْ َﺑ

َنَذﺁ

ﺎَهْوَأَر

اَذﺈَﻓ

ةَ ﱠ ﻟا

رﻮﻀﺣ

َﺪْ

ًﺔَاَر

ﻘْﻟا

ﻪَﻟ

َﺮآﺬَﻓ

َلﺎَ

َﻚﻟَذ

ْ

-َرﻮ ﱠ ﻟا

ﻰ ْ َ

-ْﻢََﻓ

دﻮﻬَﻴْﻟا

َرﻮ َﺷ

دﺎَز

َلﺎََو

َلﺎََو

َﻚﻟَذ

ﻪْﺠْ

»

دﻮﻬَﻴْﻟا

ﺮْﻣَأ

ْﻦﻣ

َﻮه

«

.

َلﺎَﻘَﻓ

سﻮ ﺎﱠﻟا

ﻪَﻟ

َﺮآﺬَﻓ

َلﺎَ

»

ىَرﺎَ ﱠﻟا

ﺮْﻣَأ

ْﻦﻣ

َﻮه

«

.

ﺪَْ

ﻦْﺑ

ﺪَْز

ﻦْﺑ

ﻪﱠﻟا

ﺪَْ

َفَﺮَ ْﺎَﻓ

ﻪﱢﺑَر

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

ﱢﻢَﻬﻟ

ﱞﻢَﺘْﻬﻣ

َﻮهَو

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

-ﻰﻓ

َناَذَﻷا

َىرﺄَﻓ

ﻪﻣﺎََﻣ

-َلﺎَ

-ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

ﻰََ

اَﺪَ َﻓ

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

-َﺮَْ َﺄَﻓ

ََأ

ْذإ

َنﺎَﻈْﻘََو

ﻢﺋﺎَ

َﻦْﻴََﻟ

ﻰﱢإ

ﻪﱠﻟا

َلﻮﺳَر

ﺎَ

ﻪَﻟ

َلﺎَﻘَﻓ

ﻰ اَرَﺄَﻓ

تﺁ

ﻰ ﺎ

َناَذَﻷا

.

بﺎﱠﻄَ ْﻟا

ﻦْﺑ

ﺮَﻤ

َنﺎَآَو

َلﺎَ

-ﻪ

ﷲا

ﻰ ر

-َ ْ-َ

ﺁَر

ْﺪَ

ﺎًﻣْﻮَ

َﻦ ﺮْ

ﻪَﻤَﺘَﻜَﻓ

َﻚﻟَذ

-َلﺎَ

-ﱠﻰ ﱠﻟا

َﺮَْ َأ

ﱠﻢ

-ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﻢ ﺳو

-ﻪَﻟ

َلﺎَﻘَﻓ

»

ﻰ َﺮ ْ

ْنَأ

َﻚَ ََﻣ

ﺎَﻣ

«

.

ََﺳ

َلﺎَﻘَﻓ

ﻦْﺑ

ﻪﱠﻟا

ﺪَْ

ﻰ َﻘ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

َلﺎَﻘَﻓ

ْﻴَﻴْ َﺘْﺳﺎَﻓ

ﺪَْز

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

»

ْﻢ

لَ ﺑ

ﺎَ

ﻪَْ ْﻓﺎَﻓ

ﺪَْز

ﻦْﺑ

ﻪﱠﻟا

ﺪَْ

ﻪﺑ

َكﺮﻣْﺄَ

ﺎَﻣ

ْﺮﻈْﺎَﻓ

«

.

لَ ﺑ

َنﱠذَﺄَﻓ

َلﺎَ

.

َلﺎَ

ْﻴَﻤ

ﻮﺑَأ

ﻰ َﺮَْ َﺄَﻓ

ﺮْ ﺑ

ﻮﺑَأ

ﺪَْز

َﻦْﺑ

ﻪﱠﻟا

َﺪَْ

ﱠنَأ

ﻢ ْﺰَ

َرﺎَ َْﻷا

ﱠنَأ

4

Ibn H}ajar al-'Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, vol. 2, (Beyru>t : Da>r al-Taqwa> li al-Tura>th, tt), 95.

5

Sebagaimana dalam ilmu hadis kata “diriwayatkan oleh jama>’ah” yaitu artinya hadis ini diriwayatkan oleh para Ima>m al-Sittah (Bukha>ri>, Muslim, Abu>> Da>wud, Tirmidhi>, al-Nasa>’i> dan Ibn Ma>jah)

6

Penulis memilih redaksi Abu>> Da>wud dikarenakan lebih lengkap dari yang lainnya dalam menceritakan kronologis pensyariatan azan dari mimpi sahabat ‘Abd Alla>h ibn Zayd.


(40)

Dari para sahabat Ansor berkata Nabi saw memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang-orang untuk melakukan salat, kemudian ada yang memberi saran tancapkan bendera ketika waktu salat tiba, apabila mereka melihat ini, maka sebagian akan memberitahukan sebagian lagi, tetapi tidak ada jawaban. Kemudian disebutkan juga terompet yang terbuat tanduk binatang menurut Ziyad terompet milik orang-orang yahudi, juga tidak ada tanggapan dan berkata itu adalah adat orang-orang yahudi. Disebutkan juga lonceng dan berkata itu adalah adat orang-orang nasrani. Kemudian ‘Abd Alla>h ibn Zayd pulang dan ia juga memikirkan apa yang Rasulullah saw pikirkan, maka ia bermimpi azan, dan besok pagi ia melaporkannya kepada Nabi saw, wahai Rasulullah saw aku antara tidur dan bangun (setengah sadar) datang seseorang kepada ku dan aku melihat azan. ‘Umar ibn Khat}t}a>b ra. Bermimpi juga akan tetapi ia sembunyikan selama 20 hari kemudian ia pun memberitahukannya kepada Nabi saw, Nabi berkata, apa yang menghalangimu untuk memberitahuku. Kemudian ia menjawab aku malu karena ‘Abd Alla>h ibn Zayd telah mendahuluiku, kemudian Rasulullah saw berkata Wahai Bila>l berdirilah dan perhatikan apa yang diperintahkan ‘Abd Alla>h ibn Zayd dan lakukanlah. Kemudian Bila>l azan. Kaum ansor menyangka apabila ‘Abd Alla>h ibn Zayd tidak sakit ketika itu, maka Rasulullah saw menjadikannya seorang muazin.

Hadis ini tidak mengungkapkan bagaimana redaksi azan pertama yang dimimpikan oleh ‘Abd Alla>h ibn Zayd, akan tetapi disini dijelaskan pula bahwa ketika Bila>l diperintahkan untuk azan oleh Nabi saw, kondisi ‘Abd Alla>h ibn Zayd sedang sakit. Menurut kaum Ansor apabila ‘Abd Alla>h ibn Zayd tidak dalam keadaan sakit waktu itu maka ia akan dijadikan muazin oleh Nabi saw. Penulis disini akan menyajikan juga riwayat yang menyebutkan redaksi azan yang disebutkan ‘Abd Alla>h ibn Zayd kepada

7

Al-Sijista>ni>, Abu>> Da>wud, Sunan Abi>> Da>wud, vol. 1, (Bayru>t : Da>r al-Fikr, 2003), 186.


(41)

Rasulullah saw, sehingga nantinya akan saling melengkapi satu riwayat dengan riwayat yang lain. Sebagai berikut:

ْﻦَ

ﻰﺑَأ

ﺎََﱠﺪَﺣ

بﻮﻘْ َ

ﺎََﱠﺪَﺣ

ﻰﺳﻮﻄﻟا

رﻮ َْﻣ

ﻦْﺑ

ﺪﱠﻤَ ﻣ

ﺎََﱠﺪَﺣ

ْﻦَ

ﻰﻤْﻴﱠﺘﻟا

ثرﺎَ ْﻟا

ﻦْﺑ

َﻢﻴهاَﺮْﺑإ

ﻦْﺑ

ﺪﱠﻤَ ﻣ

ﻰ َﱠﺪَﺣ

َقﺎَ ْﺳإ

ﻦْﺑ

ﺪﱠﻤَ ﻣ

َلﺎَ

ﻪﱢﺑَر

ﺪَْ

ﻦْﺑ

ﺪَْز

ﻦْﺑ

ﻪﱠﻟا

ﺪَْ

ﻦْﺑ

ﺪﱠﻤَ ﻣ

ﻦْﺑ

ﻪﱠﻟا

ﺪَْ

ﻰﺑَأ

ﻰ َﱠﺪَﺣ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

َﺮَﻣَأ

ﺎﱠﻤَﻟ

َلﺎَ

ﺪَْز

-ﻢ ﺳو

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

-َﻤْ

سﻮ ﺎﱠﻟﺎﺑ

ﻤْ َ

ﺟَر

ﻢﺋﺎَ

ﺎََأَو

ﻰﺑ

َفﺎَﻃ

ةَ ﱠ ﻟا

ْﻤَﺠﻟ

سﺎﱠ ﻟ

ﻪﺑ

َبَﺮْﻀﻴﻟ

ﻟا

َﺪَْ

ﺎَ

ْﻘَﻓ

ﺪَ

ﻰﻓ

ﺎًﺳﻮ ﺎَ

ْﻘَﻓ

ﻪﺑ

َْ َ

ﺎَﻣَو

َلﺎَ

َسﻮ ﺎﱠﻟا

ﻴ ََأ

ﻪﱠ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰَﻟإ

ﻪﺑ

ﻮ ْﺪَ

.

ﻪَﻟ

ْﻘَﻓ

َﻚﻟَذ

ْﻦﻣ

ﺮْﻴَ

َﻮه

ﺎَﻣ

ﻰََ

َﻚﻟدَأ

َ َﻓَأ

َلﺎَ

ﻰََﺑ

.

لﻮﻘَ

َلﺎَﻘَﻓ

َلﺎَ

َأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﺮَْآ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪﱠﻤَ ﻣ

َْﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

حَ َْﻟا

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

حَ

ﱠﻢ

َلﺎَ

ﻪﱠﻟا

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

َةَ ﱠ ﻟا

َ ْﻤََأ

اَذإ

لﻮﻘََو

َلﺎَ

ﱠﻢ

ﺪﻴ َﺑ

َﺮْﻴَ

ﻰﱢَ

َﺮَ ْﺄَﺘْﺳا

ﱠﻤَ ﻣ

ﱠنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ْنَأ

ﺪَﻬْﺷَأ

ﺮَْآَأ

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

اًﺪ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

ةَ ﱠ ﻟا

َﻣﺎَ

ْﺪَ

ةَ ﱠ ﻟا

َﻣﺎَ

ْﺪَ

حَ َْﻟا

ﻰََ

ﱠﻰَﺣ

ةَ ﱠ ﻟا

ﻪﱠﻟا

َلﻮﺳَر

ْﻴََأ

ْ َْﺻَأ

ﺎﱠﻤََﻓ

ﻪﱠﻟا

ﱠﻻإ

َﻪَﻟإ

َﻻ

ﺮَْآَأ

ﻪﱠﻟا

-ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﻢ ﺳو

-ﻪ ْﺮَْ َﺄَﻓ

َلﺎَﻘَﻓ

َْأَر

ﺎَﻤﺑ

»

َ َﻣ

ْﻢﻘَﻓ

ﻪﱠﻟا

َءﺎَﺷ

ْنإ

ﱞﻖَﺣ

ﺎَْؤﺮَﻟ

ﺎَﻬﱠإ

َﻚْﻣ

ﺎًْﻮَﺻ

ىَﺪَْأ

ﻪﱠﺈَﻓ

ﻪﺑ

ْنﱢذَﺆﻴَْﻓ

َ َْأَر

ﺎَﻣ

ﻪْﻴََ

ﻖْﻟَﺄَﻓ

لَ ﺑ

«

.

ْﻤﻘَﻓ

ﻪﺑ

نﱢذَﺆ َو

ﻪْﻴََ

ﻪﻴﻘْﻟأ

َْ َﺠَﻓ

لَ ﺑ

َ َﻣ

-َلﺎَ

-َﻓ

ﻦْﺑ

ﺮَﻤ

َﻚﻟَذ

َ ﻤَﺴ

ﺎَ

ﱢﻖَ ْﻟﺎﺑ

َﻚََ َﺑ

ىﺬﱠﻟاَو

لﻮﻘََو

َءاَدر

ﺮﺠَ

َجَﺮَ َﻓ

ﻪﺘْﻴَﺑ

ﻰﻓ

َﻮهَو

بﺎﱠﻄَ ْﻟا

ىَأَر

ﺎَﻣ

َ ْﻣ

َْأَر

ْﺪَﻘَﻟ

ﻪﱠﻟا

َلﻮﺳَر

.

ﻪﱠﻟا

لﻮﺳَر

َلﺎَﻘَﻓ

-ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﻢ ﺳو

»

ﺪْﻤَ ْﻟا

ﻪﱠ َﻓ

«

.

8

Dari ‘Abd Alla>h ibn Zayd berkata: “Tatkala rasulullah saw telah mengambil keputusan hendak memukul lonceng, aku bermimpi rasanya ada yang mengelilingiku. Dia adalah seorang laki-laki yang membawa sebuah lonceng. Kemudian aku bertanya kepadanya: wahai hamba Allah, apakah engkau mau menjual lonceng itu? Apa yang kau perbuat

8


(42)

orang untuk melakukan salat (berjamaah) dengan lonceng itu. Laki-laki itu bertanya kembali: maukah kau aku tunjukan sesuatu yang lebih baik dari pada itu? Aku menjawab: tentu. Laki-laki itu pun berkata: ucapkanlah takbir empat kali, syahadat dua kali sampai selesai, kemudian ia mundur sedikit lalu berkata: apabila engkau hendak mendirikan salat maka ucapkanlah: takbir dua kali, syahadat satu kali samapi selesai (kalimat ikamah). Setelah subuh tiba aku mengadukannya kepada Rasulullah saw, Rasulullah saw pun bersabda: itu adalah mimpi yang benar, berdirilah bersama Bila>l, ajarkanlah ia apa yang kau lihat dan azanlah karena ia mempunyai suara yang lebih baik darimu. Kemudian azanlah Bila>l, ‘Umar ibn Khat}t}a>b mendengarnya ketika ia berada di rumah, maka pergilah ia kepada Nabi saw dan berkata aku bermimpi seperti itu juga. Rasulullah saw bersabda: Segala puji bagi Allah.”

Menurut al-Muba>rakfu>ri> hadis ini dengan riwayat ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar terjadi pada dua tempat yang berbeda, sehingga pada waktu ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar menyuruh seseorang untuk memberitahukan bahwa waktu salat telah tiba itu hanya sebatas pemberitahuan bukan azan, walaupun pada waktu itu Rasulullah saw menyuruh Bila>l untuk melakukan pemberitahuan itu9. Hadis ini terjadi setelah hadis ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar, kemudian barulah Bila>l azan dengan redaksi yang dimimpikan oleh ‘Abd Alla>h ibn Zayd atas perintah Rasulullah saw dan saat itulah disyariatkannya azan.10

9

Bunyi hadisnya adalah sebagai berikut:

نأ

ﻓﺎ

ﻲ ﺮ أ

لﺎ

ﺮﺟ

ﻦﺑا

ﺎ ﺮ أ

لﺎ

قازﺮﻟا

ﺎ ﺪﺣ

لﺎ

ن ﻴ

ﻦﺑ

دﻮﻤ ﻣ

ﺎ ﺪﺣ

ﺎﻬﻟ

ىدﺎ

ﺲﻴﻟ

ة

ﻟا

نﻮ ﻴ ﺘﻴﻓ

نﻮ ﻤﺘﺠ

ﺔ ﺪﻤﻟا

اﻮﻣﺪ

ﻦﻴﺣ

نﻮﻤ ﺴﻤﻟا

نﺎآ

لﻮﻘ

نﺎآ

ﺮﻤ

ﻦﺑا

ﻚﻟذ

ﻲﻓ

ﺎﻣﻮ

اﻮﻤ ﻜﺘﻓ

ﺎ ﻮﺑ

ﻢﻬﻀ ﺑ

لﺎ و

ىرﺎ ﻟا

سﻮ ﺎ

ﺎﺳﻮ ﺎ

اوﺬ ا

ﻢﻬﻀ ﺑ

لﺎﻘ

ﻢ ﺳ

و

ﻪﻴ

ﷲا

ﻰ ﺻ

ﷲا

لﻮﺳر

لﺎﻘﻓ

ة

ﻟﺎﺑ

يدﺎ

ﺟر

نﻮ

ﻻوأ

ﺮﻤ

لﺎﻘﻓ

دﻮﻬﻴﻟا

نﺮ

)

ة

ﻟﺎﺑ

دﺎ ﻓ

ل ﺑ

(

Lihat al-Bukha>ri>, S}ah{i>h{ al-Bukha>ri>, vol. 1, 219.

10

Muh}ammad 'Abd al-Rah{ma>n l-Muba>rakfu>ri>, Tuh}fat al-Ah}wa>dhi> bi Sharh}


(43)

Ibn H{ajar juga menyebutkan ada sebagian ahli tafsir yang menafsirkan ayat ke-58 surat al-Ma>’idah/511 dan ayat ke-9 surat al-Jumu’ah/6212 sebagai isyarat awal pensyariatan azan di Madinah, karena diriwayatkan dari sahabat Ibn ‘Abba>s bahwa “Pensyariatan azan turun bersamaan dengan ayat ke-9 surat al-Jumu’ah”

Ibn H}ajar menyebutkan juga pernyataan-pernyataan yang berbeda dalam mengungkapkan awal terjadinya azan, di antaranya adalah:

1. Bahwa Abu> Bakr juga bermimpi seperti ‘Abd Alla>h ibn Zayd tentang azan sebagaiamana dalam al-‘Awsat} karya al-T{abra>ni>, juga di dalam

al-Wasi>t} karya al-Ghaza>li> menyebutkan ketika bermimpi, Abu> Bakr melihat sekelompok laki-laki sekitar 10 orang. Hal ini dibantah oleh Ibn S}ala>h} dan al-Nawa>wi>, karena yang diakui oleh para ulama adalah hanya mimpi ‘Abd Alla>h ibn Zayd dan ‘Umar.13

11

Bunyi Ayatnnya yaitu:

“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”.

Lihat Tim Penerjemah, Al-Quran dan Terjemahnya, 170.

12

Bunyi ayatnya yaitu:

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Lihat Tim Penerjemah, Al-Quran dan Terjemahnya, 933.

13


(44)

melakukan azan untuk salat adalah Malaikat Jibril di langit dunia.14

3. Terdapat hadis-hadis yang menyatakan bahwa azan disyariatkannya di Mekkah sebelum Nabi saw hijrah yaitu riwayat al-T{abra>ni> dari jalur Sa>lim Ibn ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar dari ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar berkata : ketika Nabi saw diisrakan, Allah mewahyukan azan kepadanya kemudian Nabi saw kembali ke bumi dan mengajarkannya kepada Bila>l, tetapi hadis ini d}a’i>f karena ada rawi yang matru>k yaitu T{alh{ah Ibn Zayd.15

4. Al-At}ra>f menyebutkan juga riwayat al-Da>ruqut}ni> dari sahabat Anas Ibn Ma>lik bahwa Malaikat Jibril menyuruh Rasulullah saw untuk azan ketika diwajibkannya salat. Akan tetapi sanad hadis ini juga d}ai>f.16

5. Kemudian riwayat Ibn Mardawiyah dari sahabat ‘A>’ishah ra bahwa malaikat jibril yang pertama azan, ketika Nabi diisrakan.17

6. Riwayat al-Bazza>r dan lainnya dari sahabat ‘Ali> berkata bahwa ketika Allah mengajarkan azan kepada Nabi saw dengan mengucapkan takbir18. Ternyata hadis ini dinilai d}a’i>f al-‘Isna>d dikarenakan ada perawi yang

matru>k yaitu Ziya>d Ibn al-Mundhi>r Abu> al-Jaru>d.19

Hadis-hadis yang menyatakan azan disyariatkan di Mekkah sebelum Nabi saw hijrah, hampir semuanya bermasalah ditinjau dari segi sanad,

14

Al-'Asqala>ni>, Fath{ al-Ba>ri>, vol. 2, 95.

15

Al-'Asqala>ni>, Fath{ al-Ba>ri>, vol. 2, 95.

16

Al-'Asqala>ni>, Fath{ al-Ba>ri>, vol. 2, 95.

17

Al-'Asqala>ni>, Fath{ al-Ba>ri>, vol. 2, 95.

18

Membacakan kalimat Alla>hu ‘akbar sebanyak dua kali

19


(45)

sehingga dapat disimpulkan azan disyariatkan di Madinah setelah Nabi saw hijrah tepatnya tahun pertama hijrah20. Dikuatkan juga oleh Ibn Mundhir berkata: bahwasanya Nabi saw telah melakukan salat dengan tanpa azan dari sejak diwajibkannya salat yaitu di Mekkah tepatnya waktu Nabi saw diisrakan sampai beliau hijrah ke Madinah dan sampai terjadinya musyawarah sebagaimana yang terdapat pada hadis ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar21 dan hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd.

Pendapat ini didukung oleh perkataan Miftahul Asror dalam The

Power of Azan; Kedahsyatan Cahaya Spiritual Azan, kewajiban salat lima

waktu terjadi sebelum disyariatkannya azan yaitu pada waktu isra mikraj dan Nabi belum melakukan hijrah, keadaan kaum muslimin masih memungkinkan untuk mengetahui waktu salat dan melakukan salat berjamaah, tetapi setelah hijrah dilakukan jumlah kaum muslimin bertambah dengan ruang lingkup yang cukup luas di penjuru kota Madinah, sehingga diperlukannya tanda untuk memberitahukan waktu salat telah tiba, dan dari situlah azan disyariatkan22.

2. Pengajaran Rasulullah saw

20

Al-'Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri>, vol. 2, 96.

21

Pada hadis ‘Abd Alla>h Ibn ‘Umar yang diriwayatkan oleh al-Bukha>ri>, al-Tirmidhi>, dll. Lihat footnote yang ke 9, al-Bukha>ri>, S}ah{i>h{ al-Bukha>ri>, vol. 1, 219. Dan Ibn H}ajar mengartikan bahwa lafaz yang dipakai Bila>l pada saat itu adalah ﺔﻌﻣﺎﺟةﻼﺼﻟا(al-S}ala>h Ja>mi’ah), bukan redaksi azan karena hadis ini sebelum terjadinya mimpi ‘Abd Alla>h ibn Zayd yang menyebutkan sifat azan (redaksi azan). Lihat al-Muba>rakfu>ri>, Tuh}fat al-Ah{wa>dhi> bi Sharh{

Ja>mi' al-Tirmidhi>, vol. 1, 421.

22


(1)

DAFTAR PUSTAKA

'Asqala>ni>, Ibn H}ajar Fath} Ba>ri>, Bayru>t : Da>r Taqwa> li al-Tura>th, tt.

---, Tahdhi>b al-Tahdhi>b, Bayru>t: Da>r al-Fikr, 1995 Asror, Miftahul, The Power of Azan, Yogyakarta : Madania, 2010

al-‘Ayni>, Badr al-di>n, ‘Umdat al-Qa>ri’> Sharh{ S{ah{i>h{ al-Bukha>ri>, Bayru>t: tpn, tt.

Azami, MM, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, ttp: Pustaka Firdaus, 2006. Baidan, Nashruddin, Perkembangan Tafsir al-Quran di Indonesia, Solo: Tiga

Serangkai, 2003.

al-Bassa>m, ‘Abd Alla>h ibn ‘Abd al-Rah{ma>n, Tawd{i>h al-Ah{ka>m min Bulu>gh al-Mara>m, Mekkah : Maktabat al-‘Asadi>, tt.

al-Bayhaqi>, Abu> Bakr Ah{mad ibn al-H{usayn ibn ‘Ali>, al-Sunan al-Kubra>, Hindi>: Majlis Da>’irat al-Ma’a>rif al-Niz{a>miyah al-Ka>’inah, tt.

Boullata, Issa J., al-Quran yang Menakjubkan, Tangerang : Lentera Hati, 2008. Faturahman, Ikhtisar Musht}alah} al-H{adi>th, PT. Al-Ma’arif: Bandung, 1987. Fuadah, Siti, Semantik Kontekstual dan Hadis Mukhtalif Al-Riwayah , Tesis: UIN

Jakarta, 2010.

al-Ghaza>li>, Muh{ammad, Al-Sunnah al-Nabawiyah bayna Ahl Fiqh wa Ahl H{adi>th, Kairo: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t.


(2)

90   

Ibn al-Jawzi>, Abu> al-Farj ‘Abd al-Rah{ma>n ibn ‘Ali> ibn Muh}ammad, Mana>qib Ami>r Mu’mini>n ‘Umar ibn Khat}t}a>b, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, 1987 .

Ibn Kathi>r, al-Bida>yah wa al-Niha>yah, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t. Ibn Ma>jah, Muh}ammad ibn Yazi>d, Sunan Ibn Ma>jah, Kairo: Da>r al-Hadi>th,

1998

89

Ibn Manz{u>r, Muh{ammad ibn Makram al-Afriqi>, Lisa>n al-‘Ara>b, Bayru>t : Da>r S{a>dir, tt.

Ibn al-S{ala>h, Abu> ‘Amr ‘Usma>n ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Shahrazu>ri>, Muqaddimah Ibn al-S{ala>h, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, 2006. Ibn Taymiyah, Taqy Di>n Abu> ‘Abba>s Ah{mad ibn ‘Abd H{ali>m

al-H{ara>ni>, Majmu>’ al-Fata>wa>, Bayru>t: Da>r al-‘Ara>biyah, tt.

al-Ja>ziri>,‘Abd al-Rah{}ma>n, al-Fiqh ‘Ala> Madha>hib al-‘Arba’ah, Kairo: Da>r al-H{adi>th, tth.

al-Jurja>ni>, ‘Ali> ibn Muh{ammad, Ta'rifa>t, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyah, tt.

Kandahlawi>, Muh{ammad Yu>suf, Haya>t S{aha>bah, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t.

Mizzi>, Yu>suf ibn Zaki> ‘Abd Rah}ma>n Abu> H{ajja>j, Tahdhi>b al-Kama>l fi> Asma>’ al-Rija>l, Bayru>t : Mu’asasat al-Risa>lah, tt.

al-Muba>rakfu>ri>, Muh}ammad 'Abd al-Rah{ma>n, Tuh}fat al-Ah}wa>dhi> bi Sharh} Ja>mi' al-Tirmidhi>, Kairo: Da>r al-H}adi>th,1421 H/ 2001 M.

Mughniyah, Muh{{ammad Jawa>d, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 1999. Mustafa, Ali Yaqub, Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam, Jakarta :

Pustaka Firdaus, 1999.


(3)

Nasa>’i>, Abu>> ‘Abd Rah{ma>n, Sunan Al-Nasa>’i>, Bayru>t : Da>r al-Fikr, 1989.

al-Nawa>wi>, Abu> Zakariya> Muh{yiddi>n, al-Majmu>’ Sharh{ Muhadhdhab, Bayru>t: tpn, tt.

---, Sharh{ S{ah{i>h{ Muslim, Bayru>t : Da>>r al-Taqwa>, tt.

al-Naysa>bu>ri>, Muslim, Abu> al-H{usayn ibn al-H{ajja>j, S{ah{i>h} Muslim, Kairo: Da>r Ibn al-Haytha>m, 2003.

Qah{t{a>ni>, Shaykh Sa’i>d ibn ‘Ali> ibn Wahf, Fadl Adha>n wa al-Ima>mah, www.islamhouse.com, 2009.

al-Qard{a>wi>, Yu>suf, Kayfa Nata'amal ma'a al-Sunnah Al-Nabawiyah, Kairo: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, t.t

al-Qa>simi>, Muh{ammad Jama>l al-Di>n, Qawa>’id al-Tah{di>th, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah, tt.

Sa>biq, Sayid, Fiqh al-Sunnah, Bayru>t: Da>r al-Fikr, 1971.

Safri, Edi, Al-Ima>m al-Sha>fi’i>: Metode Penyelesaian Hadis-hadis Mukhtalif, Disertasi: UIN Jakarta, 1990.

Sha>fi’i>, Muh{ammad ibn ‘Idri>s, Ikhtila>f H{adi>th, Bayru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1986.

---, al-Risa>lah, Bayru>t : Da>r al-Fikr, t.t. ---, Al-‘Umm, Bayru>t: Da>r al-Fikr, tt.

Shams, Muh}ammad al-H{aq al-‘Az{i>m ‘A>ba>di>, ‘Awn al-Ma’bu>d Sharh} Sunan Abi> Da>wud, Bayru>t: Da>r al-H}adi>th, 1422 H / 2001 M.

Shinqit}i>, Muh{ammad ibn Muh{ammad Mukhta>r, Sharh{ Za>d al-Mustaqni’, ttp: Al-Shibkat al-‘Isla>miyah, tt.


(4)

92   

al-Sijista>ni>, Abu>> Da>wud, Sunan Abi>> Da>wud, Bayru>t : Da>r al-Fikr, 2003.

al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n, Tadri>b al-Ra>wi>, Kairo: Da>r al-H{adi>th, tt. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma’a>ni

al-H{adi>th Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994.

T{ah{a>n, Mah{mu>d, Mus}t}alah} al-H}adi>th, Bayru>t: Da>r al-Fikr, tt. Tim Penerjemah, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, tt.

al-Tirmidhi>, Muh}ammad ibn ‘i>>sa>, Sunan al-Tirmidhi>, Bayru>t : Da>r al-Fikr, 2003.

Zaki>, Muh}ammad Muh{ammad Khad{ar, Mu’jam Kalima>t Al-Qur’a>n al-Kari>m, www.almiskat.com: ttp, tt.

Zuhayli>, Wahbah, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>, ttp: Da>r al-Fikr, tt

Pustaka Online


(5)

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, maka kesimpulan utama dari skripsi ini bahwa sebagian hadis s}ah{i>h{ akan tampak bertentangan dengan hadis s}ah}i>h{ lainnya, apabila dilihat dari segi lafaz, akan tetapi pada dasarnya tidak akan bertentangan selama hadis itu mengungkap tentang peribadahan dan dilihat dari berbagai sudut pandang seperti dari kaidah-kaidah us}u>l fiqh, pemahaman konteks, asba>b al-Wuru>d, kajian makna kata dan lain-lain.

Hadis-hadis tentang redaksi azan yang kontroversial diriwayatkan oleh al-Bukha>ri> dari jalur sahabat ‘Abd Alla>h ibn Zayd, Anas ibn Ma>lik dan Muslim dari jalur sahabat Abu> Mah}dhu>rah, penulis menyelesaikannya dengan metode

Ikhtila>f al-H{adi>th versi al-Sha>fi’i>, yaitu dengan Jama’, nasakh dan

tarji>h{, dan tanawwu’ al-‘Iba>dah. Dari semua metode tersebut, yang dapat dilakukan adalah penyelesaian dengan tanawwu’ al-‘Iba>dah.

Ikhtilaf dalam hadis-hadis azan tersebut adalah ikhtila>f tanawwu’ yang mengarah kepada kebolehan (Ikhtila>f min Jihhat al-Muba>h{). Sedangkan apabila dikaitkan dengan redaksi azan sekarang, itu karena faktor sosial dan budaya yang sampai kepada masyarakat dengan azan menggunakan redaksi ‘Abd Alla>h ibn Zayd.


(6)

88

Sejarah azan sendiri, tidak hanya lewat legitimasi mimpi sahabat ‘Abd Alla>h ibn Zayd, tetapi terdapat ijtihad Nabi saw dalam pensyariatannya.

B.Saran

Beberapa hadis s}ah}i>h} akan terlihat selalu bertentangan apabila dilihat dari lafaz hadis itu sendiri. Maka dalam memahami suatu hadis tidak hanya sebatas teks hadis saja, tetapi konteks, aspek periwayatan dan lain-lain harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara satu hadis dengan hadis yang lain.

Kesimpulan ini bukanlah akhir dari penelitian tentang hadis-hadis kontroversial azan. Karena penulis mengharapkan ada peneliti yang memberikan argumen yang lebih kuat lagi sehingga terbukti tepat bahwa realita hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd - lah yang lebih diamalkan, terlebih apabila menggunakan metode- metode lainnya yang penulis tidak dapat melakukannya karena faktor sumber referensi dan pemahaman pengetahuan penulis tentang hal ini.

Dan penulis menyarankan agar mentakhrij hadis-hadis yang berhubungan dengan redaksi azan ini selain dari s}ah}i>h}ayn untuk pendukung, karena ada sebagian ulama yang menyatakan hadis Abu> Mah{dhu>rah itu berstatus sha>dh dan hadis ‘Abd Alla>h ibn Zayd itu mutawatir.