2. Hadis Azan Perspektif Fuqaha’
Ruang lingkup azan dalam mazhab syafii terutama dalam masalah tarji’, ditetapkan sebagai sifat azan redaksi azan, tetapi dalam
pengaplikasiannya dihukumi sunnah, apabila tidak menggunakan tarji’ baik sengaja maupun tidak, maka sah azannya dan tidak mendapatkan
keutamaan azan. Kemudian terdapat beberapa perbedaan tentang penempatan tarji’, sebagai berikut
30
: a. Bagi kelompok khurasan, tarji’ dimasukkan ke dalam rukun azan,
dan tidak sah azan seseorang apabila meninggalkannya karena selain banyak riwayat yang membenarkannya terdapat hikmah tersendiri yaitu
ketika seorang muazin mengucapkannya dengan pelan-pelan, maka akan terasa penghayatan makna dan ikhlas dalam hati.
b. Apabila seseorang melakukan tarji’ dalam azan, maka ia diharuskan men-tathniyah-kan
31
ikamahnya. Kemudian dalam mazhab Ulama secara umum tentang redaksi azan
yaitu penduduk hijaz dan Malik men-tathniyah-kan takbir dan menggunakan tarji’, sedangkan Abu H}anifah dan Sufyan al-Thawri
tidak memakai tarji’ dan men-tarbi’-kan takbir, dengan dalil hadis ‘Abd Allah ibn Zayd. Mazhab syafii memilih dalil hadis Abu Mah{dhurah
30
Al-Nawawi, Abu Zakariya Muh{yiddin, al-Majmu’ Sharh{ Muhadhdhab,vol. 3 Bayrut: tpn, tt, 91-93.
31
Mengucapkan redaksi ikamah sebanyak dua kali dua kali.
dengan alasan hadis Abu Mah{dhurah ini datangnya belakangan dari pada hadis ‘Abd Allah ibn Zayd, di dalamnya terdapat penambahan yaitu
tarji’ yang Nabi ajarkan dan hadis ini diaplikasikan oleh penduduk Mekkah dan Madinah. Kalangan mazhab hanafi mengamalkan hadis ‘Abd
Allah ibn Zayd.
32
Penulis dapat menyimpulkan dari penjelasan di atas bahwa Muh{addithin dalam menyikapi hadis azan ini yang terdapat perbedaan
redaksi, tetapi semua berkualitas s}ah{ih}, maka mengamalkan kedua- duanya. Adapun fuqaha’ lebih pilih-pilih dalam mengamalkan kedua hadis
ini dengan membandingkan terlebih dahulu sisi sanad, matannya dan amal penduduk Madinah dan Mekkah.
32
Al-Nawawi, al-Majmu’ Sharh{ Muhadhdhab, vol. 3, 95.
BAB IV PERBEDAAN REDAKSI AZAN SEBATAS IKHTILAF
TANAWWU’ A.
Al-Shafi’i Menyelesaikan Ikhtilaf Hadis
Ikhtilaf Al-H{adith atau Mukhtalaf al-H{adith menurut para ulama adalah ilmu yang membahas dua hadis yang saling bertentangan maknanya secara
lahir, kemudian dikompromikan atau diunggulkan salah satunya.
1
Al-Shafi’i telah lebih dulu mendefnisikan ilmu tersebut walaupun tidak secara eksplisit dalam
Ikhtilaf al-H{adith, yaitu:
َﻓ َذﺈ
َ ا َ
َ َﺣ
ﺪ ﻪ
َﻣ َﻟ ةﺮ
َأ ﺰﺠ ﻢ ْن
َ ْﻄ
َﺮ أ ﻪﺣ
َْﺮ ﺑ ى
َ لﺎ
َأَﺑ ًﺪ
إ ا ﱠﻟ
ﺑ ﺎ َﻤ
َ ﺎ ﺪ
َ ل ﻰ
َ ﺴ
ﻪ َأْو
َ ﻓ
ﻪﻴ
“Apabila ada sebuah hadis yang kuat, maka tidak boleh membuang hadis itu dengan hadis yang lain karena ada satu hal yang menunjukan untuk
menghapusnya atau terdapat kesalahan kepadanya.
2
Nas}ir al-Sunnah Pembela Sunah, begitulah julukan warga kota Mekkah terhadap al-Shafi’i yang mempunyai banyak peran dalam membela hadis Nabi,
dari mulai menjadikan hadis ‘ah{ad sebagai dalil dalam agama Islam selama hadis itu s}ah{ih{ sampai menyelesaikan hadis-hadis yang kontroversial.
3
Al-Shafi’i mengarang
al-Risalah dan al-‘Umm, keduanya adalah kitab yang pertama membahas ilmu hadis dan us}ul fiqh . Selain itu dalam al-‘Umm
1
Al-Suyut}i, Tadrib al-Rawi, Kairo: Dar al-H{adith, tt, 467.
2
Muh{ammad ibn ‘Idris al-Shafi’i, Ikhtilaf al-H{adith, Bayrut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 1986, 24.
3
Al-Shafi’i, al-Risalah, 6. 64