S{allu fi Rih{alikum; Rukhs}ah bagi Muslimin

sampai ia wafat dan begitu juga dengan keturunannya yang diwarisinya tata cara azan juga menetap di Mekkah dan redaksi azan Bilal dipakai oleh dua muazin Nabi saw yaitu Ibn ‘Ummi Maktum dan Sa’ad al-Qariz} dengan data- data yang telah disebutkan di atas.

B. Dispensasi dan Motivasi dalam Redaksi Azan

Redaksi azan sebenarnya bersifat kondisional, dalam artian bahwa ketika berada dalam suatu kondisi berbeda dapat berubah-ubah atau terdapat penambahan dan pengurangan redaksi, misalnya Nabi saw menyuruh muazin dengan menambahkan kalimat S{allu fi Rih{alikum dan juga pada zaman sahabat, tepatnya ‘Ali ibn Abu T{alib terdapat penambahan kalimat H{ayya ‘Ala Khayr al-‘Amal. Menurut Miftahul Asror penambahan S{allu fi Rih{alikum termasuk amalan-amalan yang diajarkan oleh Rasulullah saw dikarenakan didasari oleh hadis, 40 yang selanjutnya akan dibahas.

1. S{allu fi Rih{alikum; Rukhs}ah bagi Muslimin

Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari jalur Nafi’ dan Ibn ‘Umar: َ ﺪﺣ ﻣ ﺎ َﺪﺴ َ أ لﺎ د َﺮ َ َ ﺎ َﻴ ﻦ ﻰ ﺪﻴ ﷲا ﻦﺑ َﻤ َﺪﺣ لﺎ ﺮ َ ﻲ ﻓﺎ لﺎ : َأﱠذ َن ﻦﺑا َﻤ ﻓ ﺮ َﻟ ﻲ ﺔ ﻴ َﺑ رﺎ ةد ﺑ َﻀ ْﺠ نﺎ َﺻ لﺎ ﻢ ﻓ اﻮ ر ﻲ َﺣ ﻢﻜﻟﺎ َﻓ َﺮ ﺄ َلﻮﺳر نأ ﺎ ﷲا َنﺎآ ﻢ ﺳ و ﻪﻴ ﷲا ﻰ ﺻ َْﺄ ﻣ ﺮ ًذﺆﻣ ﺎ َﺆ ﱢذ ن 40 Miftahul Asror, The Power of Azan, 47 Dari Nafi’ berkata: Ibn ‘Umar azan pada suatu malam yang dingin di daerah Dhajnan gunung yang dingin sekitar Mekkah kemudian ia mengucapkan kalimat S{allu fi Rih{alikum, dan ia memberitahu para sahabat bahwa Rasulullah saw -lah yang menyuruhnya untuk azan dengan kalimat tersebut dengan ketentuan keadaan cuaca pada saat itu sedang dingin atau hujan lebat di dalam perjalanan. Makna kalimat S{allu fi Rih{alikum adalah menurut Al- Nawawi dalam Sharh{ S{ah{ih{ Muslim bahwa maknanya adalah sama dengan tempat tinggal, kamar atau tempat singgah. Karena ini berkaitan dengan perjalanan maka diartikan sebagai tenda atau kemah yang sering dipakai musafir untuk bermalam ketika ia sedang di perjalanan. 42 Selanjutnya al-Nawawi menyebutkan hadis lain yang menjelaskan letak kalimat tersebut ketika diucapkan oleh muazin serta alasan terdapat kalimat tersebut dalam redaksi azan, hadis yang diriwayatkan oleh al- Bukhari dari jalur sahabat Ibn ‘Abbas, bahwasanya Ibn ‘Abbas berkata kepada muazin pada suatu hari tepatnya hari jumat, dimana pada waktu itu para sahabat akan melakukan salat jumat yang saat itu hujan lebat: “Apabila kamu telah mengucapkan kalimat syahadat dalam azan maka jangan diteruskan dengan kalimat H}ayya ‘Ala al-S}alah tapi katakanlah S{allu fi Buyutikum, seakan-akan orang-orang mengingkarinya, kemudian Ibn 41 Lihat Al-Bukhari, S{ah{ih{ al-Bukhari,vol. 1, 227., Muslim, S{ah{ih{ Muslim, vol. 2, 147., Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, vol. 1, 441., Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i, vol. 2, 446., Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, vol. 1, 302. 42 Al-Nawawi, Sharh{ S{ah{ih{ Muslim, vol. 5, Bayrut : Dar al-Taqwa, tt, 178-179. ‘Abbas berkata apakah kalian terkejut dengan hal ini? Orang yang lebih baik Rasulullah saw dari padaku telah melakukan hal ini untuk meringankan salat kalian. 43 Dalam hal ini ada dua yang dapat dipahami pertama pengucapan kalimat S{allu fi Rih{alikum atau fi Buyutikum itu setelah syahadat dengan menggantikan kalimat H{ayya ‘Ala al-S{alah, dengan alasan apabila muazin mengucapkan kalimat H{ayya ‘Ala al-S{alah, maka orang-orang akan datang untuk melakukan salat berjamaah, sedangkan keadaan cuaca pada saat itu hujan lebat, maka kekhawatiran Nabi saw akan memberatkan kepada para sahabat dalam melakukan salat berjamaah bersamanya. Miftahul Asror juga mengatakan Nabi saw melakukan hal itu adalah sebagai rukhs}ah untuk para sahabat karena ada uzur 44 untuk melakukan salat berjamaah 45 . Kemudian Miftahul Asror membagi penyebutan kalimat s}allu fi rih{alikum itu terdapat dalam tiga versi, sebagai berikut: 43 Al-Nawawi, Sharh{ S{ah{ih{ Muslim, vol. 5, 178. 44 Menurut Miftahul Asror udzur tersebut adalah yang menghalangi orang untuk keluar melakukan salat berjamaah seperti cuaca dingin, angin kencang dan hujan lebat sebagai mana hadis yang menyebutkan kalimat s}allu fi rih{al. lihat Miftahul Asror, The Power of Azan, 51. 45 Miftahul Asror, The Power of Azan, 48. 1. Sebagaimana pada hadis sebelumnya, s}allu fi rih{alikum atau fi buyutikum posisinya yaitu menggantikan kalimat h}ayya ‘ala al- S{alah. 2. Kalimat yang disebutkan muazin adalah s}allu fi rih{al, ini terletak setelah kalimat h}ayya ‘ala al-S{alah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari jalur sahabat Ibn ‘Abbas: َﺣ َ ﺪ ﻣ ﺎ َﺪﺴ َ ﺪﺣ لﺎ د ﺎ ﺣ ﱠﻤ َأ ﻦ دﺎ َو بﻮ َ ﺪ َ ﻟا ﻤ َﺻ ﺪﻴ ﺣﺎ ﺰﻟا َ دﺎ َ و ي ﺻﺎ َﻷا ﻢ ْﺣ ﻦﺑ ﷲا ﺪ ﻦ لﻮ َ ﻟا رﺎ َ لﺎ ث َﻄ ََ ﺎ ﻦﺑا سﺎ ﻓ مﻮ ﻲ ر َﻓ غد َﱠﻤ َﺑ ﺎ َ ذﺆﻤﻟا ن َﺣ ﱠﻲ ﱠ ﻟا ﻰ َﻓ ة َﺮﻣﺄ نأ َ دﺎ َي َة ﻟا ﻓ ﺮﻟا ﻲ َﺣ لﺎ َﻓ َﺮﻈ َﻘﻟا ْﻮ َﺑ م َﻀ ﺑ ﻰﻟإ ﻢﻬ َ ﻓ لﺎﻘﻓ َﻣ اﺬه ﻰ ه ﻦ َﻮ َ ﺮﻴ إو ﻪ ﻣ ﱠَﻬ َ ﺎ ْﺰ َﻣ ﺔ 46 Dari ‘Abd Allah ibn al-H{arith berkata ibn ‘Abbas berpidato kepada kami suatu hari yang dingin cuacanya, tatkala muazin sampai pada kalimat H}ayya ‘Ala al-S}alah, ia menyuruhnya agar menyerukan al-S{alah fi al-Rih{al, seakan-akan orang-orang mengingkarinya, kemudian Ibn ‘Abbas berkata Orang yang lebih baik Rasulullah saw dari padaku telah melakukan hal ini untuk meringankan salat kalian. 3. Kalimat yang disebutkan muazin adalah s}allu fi rih{alikum sama seperti poin pertama akan tetapi karena hal ini didasari oleh hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari jalur Nafi’ dan Ibn ‘Umar, maka dalam pelaksanaannya yaitu setelah muazin selesai azan, barulah kalimat ini diucapkan. 46 Lihat al-Bukhari, S{ah{ih{ al-Bukhari, vol. 1, 223., Al-Nasa’i, Sunan Al-Nasa’i, vol. 2, 343. Miftahul Asror menjelasakan bahwa peletakkan kalimat s}allu fi rih{alikum baik setelah azan, maupun setelah kalimat h{ayya ‘ala al- S{alah, berguna untuk orang yang tidak mampu memenuhi seruan-Nya untuk salat berjamaah. Begitu juga kalimat h{ayya ‘ala al-S{alah dengan tanpa adanya penggantian kalimat, berguna untuk orang yang memenuhi panggilan-Nya. 47

2. H{ayya ‘Ala Khayr al-‘Amal, Motivasi bagi Syi’ah