1. Metode Jama’ Tidak Menyelesaikan Masalah
Jama’ sering disebut kompromi, sedangkan definisinya adalah mengkompromikan hadis-hadis yang bertentangan dengan beberapa ketentuan
sehingga dapat diamalkan kedua-duanya. dan metode ini mempunyai kaidah- kaidah umum, yaitu :
ﺎﻤﻬﻟﺎﻤهإ ﻦﻣ ﻰﻟوأ ﻦﻴ ﻴﻟﺪﻟا لﺎﻤ إ
22
“Memakai atau mengamalkan dua dalil lebih utama dari pada meng- anggur-kannya.”
Metode jama’ yang dilakukan oleh al-Shafi’i menurut al-Suyuti yaitu dengan beberapa langkah
23
: a.
Dengan memahami hadis-hadis yang kontroversial tersebut sesuai dengan kaidah us}ul fiqh karena diantara faktor penyebab timbulnya penilaian
suatu hadis dengan hadis yang lainnya adalah disebabkan pemahaman yang keliru, yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah us}ul fiqh . Dengan
kembali kepada pemahaman yang sesuai dengan kaidah us}ul fiqh, maka pemahaman yang keliru dapat diluruskan, dan pertentangan yang tampak
diantara hadis tersebut dapat dikompromikan.
24
22
Wahbah Zuhayli, Us}ul Al-Fiqh Al-Islami, ttp: Dar - al-Fikr, tt, 1178.
23
Edi Safri, Al-Imam Al-Shafi’i: Menyelesaikan Hadis-hadis Mukhtalif, 152.
24
Contoh jama’ memakai kaidah us}ul fiqh: Hadis Pertama
ﺎ ﺪﺣ ﺪﻴ َﺳ
ﻦﺑ ﻲﺑَأ
ﻢَﺮَﻣ ﺎ ﺪﺣ
ﺪ َ ﷲا
ﻦﺑ هَو
لﺎ ﻲ َﺮَ أ
ﺲ ﻮ ﻦﺑ
ﺪ ﺰَ ﻦَ
يﺮْهﺰﻟا ﻦ
ﻢﻟﺎَﺳ ﻦﺑ
ﺪ َ ﷲا
ﻦ ﻪﻴﺑأ
ﻲ ر ﷲا
ﻪ :
ﻦ ﻲ َﻟا
ﻰ ﺻ ﷲا
ﻪﻴ
b.
Apabila setiap hadis dipahami sesuai dengan konteksnya dan ada keterkaitan makna satu dengan yang lainnya, maka pertentangan yang
tampak akan dipertemukan dengan jalan mengkompromikan hadis-hadis tersebut.
25
c. Penyelesaian dengan pemahaman korelatif, yaitu pemahaman yang
mengkaji bersama hadis lain yang terkait.
26
Al-Bukhari, S}ah{ih{ al-Bukhari, vol. 2,540 “Dari ‘Abd Allah dari Nabi saw bersabdda: Hasil pertanian yang diairi dengan air hujan,
dengan mata air atau genangan sumber air alami lainya, zakatnya 10 persen dan yang diairi disiram menggunakan bantuan unta zakatnya lima persen.”
Hadis Kedua
ﺎ ﺪﺣ دﺪَﺴﻣ
ﺎ ﺪﺣ ﻰَﻴْ َ
ﺎ ﺪﺣ ﻚﻟﺎَﻣ
لﺎ ﻲ ﺪﺣ
ﺪﱠﻤَ ﻣ ﻦﺑ
ﺪ َ ﷲا
ﻦْﺑا ﺪ َ
ﻦﻤﺣﱠﺮﻟا ﻦﺑ
ﻲﺑأ ﺔَ َ َﺻ
ﻦ ﻪﻴﺑأ
ﻦ ﻲﺑأ
ﺪﻴ َﺳ يرْﺪ ﻟا
ﻲ ر ﷲا
ﻪ :
ﻦ ﻲ َﻟا
ﻰ ﺻ ﷲا
ﻪﻴ و
ﻢ ﺳ لﺎ
َﺲْﻴَﻟ ﺎَﻤْﻴﻓ
أ ْﻦﻣ
ﺔَﺴْﻤَ ﻖَﺳْوَأ
ﺔََﺪَﺻ
Al-Bukhari, S}ah}ih} al-Bukhari, vol. 2, 540. “Dari Abu Sa’id al-Khudri dari Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kewajiban zakat pada
hasil pertanian yang tidak mencapai lima wasq.” Hadis pertama menyatakan wajib zakat pertanian secara umum, baik hasilnya banyak atau sedikit,
sedangkan hadis kedua tidak ada wajib zakat pada hasil yang tidak mencapai lima wasq. Dengan kaidah ‘am dan khas{ maka ditemukan titik temu kesimpulan yaitu men-takhs}is}-
kan umum hadis pertama dengan hadis kedua artinya hasil pertanian yang wajib dikeluarkan zakatnya, apabila banyaknya mencapai lima wasq ke atas hadis pertama dan tidak wajib zakat jika hasil tidak
mencapai lima wasq hadis kedua. Lihat Edi Safri, Al-Imam Al-Shafi’i: Menyelesaikan Hadis- hadis Mukhtalif, 159.
25
Lihat contoh hadis buang hajat pada halaman 66-67. Hadis pertama menyatakan bahwa Nabi saw melarang umatnya untuk buang hajat dengan
posisi menghadap kiblat atau membelakangi kiblat. Sedangkan hadis yang kedua menjelaskan Nabi saw melakukan buang hajat dengan menghadap ke kiblat Bayt al-Maqdis.
Al-Shafi’i menyelesaikan hadis tentang buang hajat dengan pemahaman kontekstual, yaitu hadis pertama situasi dan kondisinya ketika masyarakat tinggal di padang luas dengan tempat tinggal
berupa barak-barak yang tidak tertutup, untuk buang hajat mereka pergi ke padang bebas, dengan posisi tersebut maka otomatis membelakangi atau menghadap orang yang sedang salat dengan aurat
terbuka. Maka Rasul menyuruh untuk berpaling ke arah lain. Hadis kedua tempat tinggal mereka di rumah yang memiliki tempat tertutup. Maka Rasul menghadap kearah Bayt al-Maqdis karena tidak
terlihat oleh orang lain, jadi hadis ini tidak bertentangan sesuai kondisi masing-masing masyarakat. Lihat Edi Safri, Al-Imam Al-Shafi’i: Menyelesaikan Hadis-hadis Mukhtalif, 160-170.
26
Edi Safri, Al-Imam Al-Shafi’i: Menyelesaikan Hadis-hadis Mukhtalif, 171.
d. Dengan cara mentakwilkan salah satunya kepada makna yang lebih sesuai
atau sejalan dengan makna hadis yang lainnya.
27
Hadis mukhtalif tentang redaksi azan ini, apabila dimasukkan ke dalam metode ini, tidak akan menemukan titik temu yang dapat menghasilkan jama’,
karena dilihat dari kaidah us}ul fiqh, tidak ada yang berlawanan dengan kaidah-kaidah tersebut, dari sudut konteks tidak terdapat pertentangan antara
larangan dan perintah, tidak ada pemahaman korelatif dengan hadis lain dan tidak terdapat kata-kata yang bisa ditakwilkan dalam hadis tersebut.
2. Nasikh Mansukh Bukan Solusi yang Tepat