Tinjauan Kajian Terdahulu Sistematika Penulisan

Penulisan ini juga bermanfaat bagi berbagai pihak terkait yaitu meliputi masyarakat luas, perusahaan pemberi pekerjaan, perusahaan penyedia jasa pekerja dan buruhpekerja yang bersangkutan agar lebih memahami prinsip pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerjaburuh dan dapat melaksanakannya sesuai dengan ketentuan. 3 Bagi Pemerintah Dapat menjadi masukan kepada pemerintah untuk agar dapat membuat kebijakan yang lebih tegas dan jelas dalam melindungi hak-hak pekerja outsourcing di Indonesia.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam studi pendahuluan ini penulis mencoba mereview skripsi yang membahas sistem alih daya outsourcing, yaitu sebagai beriukut : Judul Skripsi : “Perlindungan Buruh Outsourcing Menurut UU Ketenagakerjaan dan Hukum Islam” Penulis : Gilang Henris Pratama Program Studi : Perbandingan Mahzab Hukum Fakultas : Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun : 2011 Skripsi tersebut di atas secara garis besar membahas perbedaan perlindungan buruh outsourcing menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan Hukum Islam dan belum mengulas putusan Mahkamah Konstitusi No.27PUU-IX2011 secara detil khususnya prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerjaburuh dan penerapan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerjaburuh. Sedangkan, penulis disini akan mengulas secara detil mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja outsourcing pasca putusan MK No.27PUU-IX2011.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Teori “Prima Facie” menguraikan bahwa, pembenaran terhadap pembebasan para kaum buruh dari pengaturan kerja waktu tertentu dapat dilakukan, karena pengaturan kerja waktu tertentu merugikan kaum buruh baik sebelum hingga setelah melaksanakan tugas. Pengaturan kerja waktu tertentu yang melahirkan pelanggaran hukum bukan dikarenakan kesalahan atau kesengajaan buruh. 13 Teori “Bargaining” menguraikan bahwa tingkat upah dipasar tenaga kerja ditentukan oleh kekuatan ekonomi yang berlawanan dari pekerja dan majikan. Upah yang ada merupakan hasil persetujuan kedua belah pihak. Jika pekerja meningkatkan ekonominya dengan cara bertindak bersama-sama 13 Abdullah Sulaiman, “Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja di Indonesia : Pra dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga Kerja”, Dalam Studium General Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2 Mei 2003 Ciputat : 2013, h.2. melalui serikat pekerjanya sebagai bargaining agent, maka mereka dapat meningkatkan upah mereka. 14

2. Kerangka Konseptual

Pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi pekerjaburuh outsourcing menuntut adanya kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan perlindungan pekerjaburuh dan outsourcing di Indonesia. Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menyebutkan adanya jaminan perlindungan bagi pekerjaburuh yaitu : 1 Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2 Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945 “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” Perlindungan hukum pada pekerja juga dinyatakan pada Pasal 4 huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “tujuan pembangun ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan”. Selanjutnya pasal-pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan terdapat pada Bab X dalam Pasal 67-101. 14 Justine T Sirait, Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan SDM Dalam Organisasi,Jakarta :Grasindo, 2004, h.231. Jaminan perlindungan tersebut diperkuat lagi semenjak lahirnya Putusan MK No.27PUU-IX2011, dalam putusan ini menyebutkan dua model outsourcing. Pertama, dengan menyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT, tetapi berbentuk PKWTT. Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing. Prinsip pengalihan perlindungan atau Transfer of Undertaking Protection of Employment sebelumnya adalah prinsip yang diterapkan pada suatu perusahaan yang diambil alih oleh perusahaan lain, sehingga hak-hak pekerjaburuh tetap terjamin. 15 Outsourcing adalah “Pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan danatau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcing baik pribadi, perusahaan, divisi atau pun sebuah unit dalam perusahaan”. 16 Ketentuan mengenai outsourcing diatur dalam pasal 64 Undang- Undang Ketenagakerjaan yaitu, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerjaburuh yang dibuat secara tertulis Kemudian tata aturan pelaksanaannya diatur dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012. 15 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27PUU-IX2011, h. 44. 16 Komang Priambada dan Agus Eka Maharata, Outsourcing versus Serikat Pekerja An Introduction to Outsourcing, Jakarta : Alihdaya Publishing, 2008, h. 12.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian yurisdis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. 17

2. Pendekatan Masalah

Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan konsep conceptual approach. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan- aturan yang membahas mengenai prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerjaburuh. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep- konsep perlindungan hukum bagi pekerjaburuh. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979, h. 18. yakni masyarakat melalui penelitian. 18 Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. 19 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah yang berhubungan dengan outsourcing dan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerjaburuh. b. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum dalam bentuk online juga termasuk. 20 Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku yang berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan. c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus bahasa dan website resmi dalam internet.

4. Teknik Pengolahan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan. Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, Jakarta : UI Press, 2008 , h. 12. 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana, 2005 , h. 141. 20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h.155. dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah diklasifikasi menurut sumber dan hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, disajikan dalam penulisan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan dengan dianalisis yang nantinya menghasilkan sebuah kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 Untuk mempermudah penyusunan, penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab dan setiap bab terdiri dari sub bab, dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan dan Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan Umum tentang Pengaturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan pada jenis pekerjaan outsourcing di Indonesia, yang terdiri dari tiga sub bab yaitu : Pengertian Outsourcing, Sejarah Hukum Ketenagakerjaan yang Mengatur Outsourcing di Indonesia, dan Pengaturan Outsourcing di Indonesia. BAB III : Menyajikan pembahasan mengenai Perlindungan Hukum dan Hak-hak Pekerja Outsourcing, yang terdiri dari empat sub bab yaitu : Perlindungan Bagi Pekerja Outsourcing, Tujuan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing, Hak-hak Bagi Pekerja dan Peran Pemerintah dalam Melindungi Hak-hak Pekerja Outsourcing. BAB IV : Menyajikan pembahasan mengenai Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstutsi No.27PUU-IX2011, yang terdiri dari tiga sub bab yaitu : Analisis Putusan MK No.27PUU-IX2011, Perlindungan Pekerja Outsourcing Pasca Putusan MK No.27PUU-IX2011 Dengan Menerapkan Prinsip Pengalihan Perlidungan dan Penerapan Prinsip Pengalihan Perlindungan Pekerja Outsourcing di Indonesia. BAB V : Kesimpulan dan saran merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan yang ditarik dari uraian penelitian dan bertalian erat dengan pokok masalah dan saran yang disampaikan penulis dari penelitian yang sudah dilakukan. 16

BAB II PENGATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN JENIS

PEKERJAAN OUTSOURCING DI INDONESIA

A. Pengertian Outsourcing

Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain outside provider, di mana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerja sama. 1 Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Penyerahan kegiatan ini dapat meliputi bagian produksi, beserta tenaga kerjanya, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan. Penyerahan kegiatan ini kepada pihak lain merupakan hasil dari keputusan internal perusahaan yang bertujuan meningkatkan kinerja agar dapat terus kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global. Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyediapengerah tenaga kerja. 1 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, Jakarta : Pohon Cahaya, 2013, h. 17.