Moh. Fadlil Alwi Moh. Yunus Budi Santoso

7. Bukti P-7 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 8. Bukti P-8 : Fotokopi beberapa surat pengalaman Pemohon. Selain itu, Pemohon pada persidangan tanggal 6 Juli 2011, telah mengajukan 2 dua orang Saksi yang bernama Moh. Fadlil Alwi dan Moh. Yunus Budi Santoso yang menerangkan sebagai berikut:

1. Moh. Fadlil Alwi

• Bahwa pekerjaan saksi sebagai pembaca meteran yang dilakukan secara terus-menerus, dilakukan dalam waktu tertentu dan berkesinambungan; • Bahwa saksi mantan pegawai PLN sebagai mengelola pembaca meter dan belum pernah menjadi karyawan outsourcing; • Bahwa pegawai pembaca meteran dulunya memakai sistim kontrak dengan batas tertentu dari koperasi yang kemudian dilimpahkan ke pemborong lain.

2. Moh. Yunus Budi Santoso

• Bahwa saksi sebagai karyawan outsourcing; • Bahwa saksi pada tahun 2000 pekerjaannya sebagai pembaca meteran di bawah koperasi PLN; • Bahwa saksi dari tahun 2004 sampai tahun 2007 bekerja sebagai tenaga kontrak pembaca meteran dan sudah tiga kali pindah ke perusahaan lain dengan cara direkrut dan tanpa SK dengan gaji tetap, karena terjadi konflik, dinonaktifkan dengan tidak jelas dan tidak ada penjelasan dari manajemen; • Bahwa saksi dari tahun 2007 sampai tahun 2009 telah pindah pekerjaan ke perusahaan lainnya dengan gaji turun; • Bahwa UMR di Bangkalan Madura Rp. 850.000,-bulan; • Bahwa saksi mendapat gaji total Rp 1.300.000,00,- sedangkan gaji anggota lainnya bervariasi ada yang mendapatkan Rp. 625.000,- sampai dengan Rp. 975.000,- tergantung volume pekerjaannya; • Bahwa saksi pada tahun 2004-2007 bekerja di PT. Data Energi Infomedia, tahun 2007-2009 bekerja di PT. Bukit Alam Barisani dan yang terakhir bekerja di PT. Berkah Abadi dengan gaji turun alasannya karena perusahaan tersebut mempunyai manajemen sendiri; • Bahwa kalau bekerja melebihi tiga tahun akan jadi karyawan tetap. [2 .3 ] Menimbang bahwa pada persidangan tanggal 6 Juli 2011 telah didengar opening statement Pemerintah yang menerangkan sebagai berikut: Berkaitan dengan kedudukan hukum legal standing Pemohon, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya, apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing, atau tidak atas berlakunya Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu, dalam hal ini Putusan Nomor 006PUU-III2005 dan Putusan Nomor 11PUU-V2007. Bahwa peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah mengatur dan mempunyai banyak dimensi serta keterkaitan, dimana keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah bekerja, tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, yang umum dikenal dengan outsourcing, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 serta Pasal 64 Undang- Undang Ketenagakerjaan adalah dalam rangka memberikan kesempatan bagi seluruh warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 27 ayat 2 UUD 1945, juga dalam rangka memberikan perlakuan yang adil dan layak bagi semua warga negara dalam hubungan kerja guna mendapatkan imbalan yang setimpal dengan pekerjaan yang dilaksanakannya. Sehingga dengan diterapkannya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT, dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau outsourcing adalah bagi pekerja outsourcing akan menggunakan seluruh kemampuannya dalam bekerja. Dengan adanya outsourcing, maka mereka akan mendapatkan suatu keterampilan yang belum mereka miliki sebelumnya. Dan jika telah memiliki kemampuan tersebut, maka pekerja akan menambah kemampuan mereka dengan bekerja di outsourcing. Pekerjaan tersebut akan menjadi lebih bermanfaat, jika pekerjanya mampu menangkap ilmu yang mereka dapat dari perusahaan penerima. Kemudian, mereka mengembangkan keterampilan tersebut untuk menambah daya saing dalam meraih lapangan pekerjaan. Sebelum mendapatkan pekerjaan tetap, dengan adanya outsourcing akan membantu tenaga kerja yang belum bekerja untuk disalurkan kepada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dari perusahaan outsourcing tersebut. Selain hal tersebut, Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan yang sudah mengatur jenis dan sifat pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu, serta segala aturan-aturan dalam menerapkan sebuah pekerjaan untuk waktu tertentu, dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Terhadap anggapan Pemohon yang menyatakan Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah menimbulkan kerugian hak danatau kewenangan konstitusional Pemohon menurut Pemerintah adalah tidak benar. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Majelis Mahkamah Konstitusi yang mengadili dapat memberikan putusan sebagai berikut: 1. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 3. Menyatakan ketentuan Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat 2, Pasal 28D ayat 2, dan Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. [2 .4 ]