Kerangka Teori Kerangka Konseptual

perlindungan bagi pekerjaburuh dan penerapan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerjaburuh. Sedangkan, penulis disini akan mengulas secara detil mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja outsourcing pasca putusan MK No.27PUU-IX2011.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Teori “Prima Facie” menguraikan bahwa, pembenaran terhadap pembebasan para kaum buruh dari pengaturan kerja waktu tertentu dapat dilakukan, karena pengaturan kerja waktu tertentu merugikan kaum buruh baik sebelum hingga setelah melaksanakan tugas. Pengaturan kerja waktu tertentu yang melahirkan pelanggaran hukum bukan dikarenakan kesalahan atau kesengajaan buruh. 13 Teori “Bargaining” menguraikan bahwa tingkat upah dipasar tenaga kerja ditentukan oleh kekuatan ekonomi yang berlawanan dari pekerja dan majikan. Upah yang ada merupakan hasil persetujuan kedua belah pihak. Jika pekerja meningkatkan ekonominya dengan cara bertindak bersama-sama 13 Abdullah Sulaiman, “Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja di Indonesia : Pra dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga Kerja”, Dalam Studium General Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2 Mei 2003 Ciputat : 2013, h.2. melalui serikat pekerjanya sebagai bargaining agent, maka mereka dapat meningkatkan upah mereka. 14

2. Kerangka Konseptual

Pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi pekerjaburuh outsourcing menuntut adanya kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan perlindungan pekerjaburuh dan outsourcing di Indonesia. Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menyebutkan adanya jaminan perlindungan bagi pekerjaburuh yaitu : 1 Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945, yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2 Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945 “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” Perlindungan hukum pada pekerja juga dinyatakan pada Pasal 4 huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “tujuan pembangun ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan”. Selanjutnya pasal-pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan terdapat pada Bab X dalam Pasal 67-101. 14 Justine T Sirait, Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan SDM Dalam Organisasi,Jakarta :Grasindo, 2004, h.231. Jaminan perlindungan tersebut diperkuat lagi semenjak lahirnya Putusan MK No.27PUU-IX2011, dalam putusan ini menyebutkan dua model outsourcing. Pertama, dengan menyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT, tetapi berbentuk PKWTT. Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing. Prinsip pengalihan perlindungan atau Transfer of Undertaking Protection of Employment sebelumnya adalah prinsip yang diterapkan pada suatu perusahaan yang diambil alih oleh perusahaan lain, sehingga hak-hak pekerjaburuh tetap terjamin. 15 Outsourcing adalah “Pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan danatau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcing baik pribadi, perusahaan, divisi atau pun sebuah unit dalam perusahaan”. 16 Ketentuan mengenai outsourcing diatur dalam pasal 64 Undang- Undang Ketenagakerjaan yaitu, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerjaburuh yang dibuat secara tertulis Kemudian tata aturan pelaksanaannya diatur dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012. 15 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27PUU-IX2011, h. 44. 16 Komang Priambada dan Agus Eka Maharata, Outsourcing versus Serikat Pekerja An Introduction to Outsourcing, Jakarta : Alihdaya Publishing, 2008, h. 12.

G. Metode Penelitian