H : b
2
H = 0, artinya disiplin kerja secara parsial tidak berpengaruh terhadap
prestasi kerja pegawai Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.
1
: b
2
3. Pengaruh variabel iklim organisasi terhadap prestasi kerja pegawai Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.
≠ 0, artinya disiplin kerja secara parsial berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.
H : b
3
H = 0, artinya iklim organisasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap
prestasi kerja pegawai Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.
1
: b
3
Nilai t ≠ 0, artinya iklim organisasi secara parsial berpengaruh terhadap
prestasi kerja pegawai Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan.
hitung
akan dibandingkan dengan t
tabel
1. Jika t
dan kriteria pengambilan keputusannya adalah:
hitung
t
tabel
maka H 2.
Jika t diterima dan H
1
ditolak untuk α = 5
hitung
t
tabel
maka H ditolak dan H
1
diterima untuk α = 5
3.9. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik perlu dilakukan untuk memastikan bahwa alat uji statistik regresi linier berganda dapat digunakan atau tidak. Adapun syarat asumsi
klasik yang harus dipenuhi pada model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:
3.9.1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat dalam model regresi variabel bebas dan variabel terikat memiliki data yang berdistribusi normal atau tidak
Sugiyono, 2006. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov KS, jika angka signifikansi yang ditunjukkan dalam tabel lebih kecil dari alpha
Universitas Sumatera Utara
5, maka dikatakan tidak memenuhi asumsi normalitas sedangkan sebaliknya jika angka signifikansi di dalam tabel lebih besar dari alpha 5 maka data sudah
memenuhi asumsi normalitas Ghozali, 2005. Cara lain yang sering digunakan adalah dengan melihat tampilan grafik
histogram yang memberikan pola distribusi normal karena meyebar secara merata
ke kiri dan ke kanan. Atau dapat juga kita lihat dari grafik Normal P-P plot. Jika
grafik normal plot menunjukkan bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal maka dapat
disimpulkan bahwa model garis regresi memenuhi asumsi normalitas.
3.9.2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas independen.
Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah multikolinieritas. Dalam model regresi yang baik, seharusnya tidak terjadi multikolinieritas. Ada tidaknya
masalah multikolinieritas di dalam model regresi, dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor VIF dan nilai Tolerance. Menurut Santoso 2002, pedoman
suatu model regresi yang bebas multikolinieritas adalah yang mempunyai nilai VIF kurang dari angka 10 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1.
3.9.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi itu terjadi perbedaan varians dari residual satu pengamatan dengan
pengamatan lainnya. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
Universitas Sumatera Utara
heteroskedastisitas yang dapat dilakukan dengan melihat grafik plot dan uji glejser.
Menurut Santoso 2002, untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat gejala yang dapat dilihat pada
Scatterplot yang dihasilkan oleh program SPSS dengan dasar pengambilan keputusan. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit maka terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji glejser dapat dilihat jika variabel independen signifikan dibawah 5
secara statistik maka diindikasikan terjadinya heteroskedastisitas dan apabila probabilitas signifikannya diatas tingkat kepercayaan 5 maka model regresi
tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas Ghozali, 2005.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Medan
Pengelolaan sampah sudah dimulai sejak pemerintahan Hindia Belanda, setelah Indonesia merdeka, pengelolaan sampah kota atau penanganan kebersihan
dilaksanakan oleh Dinas Pekerja Umum Kotamadya Daerah Tingkat II Medan yang merupakan salah satu bagian unit kerja berbentuk Seksi hingga pada tahun
1975. Oleh karena penanganan kebersihan semakin meluas dan personil semakin banyak, maka untuk lebih mengintensifkan pelayanan kebersihan dibentuk satu
Dinas lagi yaitu Dinas Kebersihan, Keindahan dan Pertamanan DKKP. Pada tahun 1978, dinas ini dibagi menjadi 3 tiga dinas yaitu:
1. Dinas Pertamanan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan 2. Dinas Peralatan dan Perbengkelan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan
3. Dinas Kebersihan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Dinas Kebersihan ini hanya beroperasi sampai pada tahun 1988 karena
berdasarkan studi yang dilaksanakan selama periode Proyek MUDP-I Medan Urban Development Project maka dinas ini diusulkan untuk diganti menjadi
sebuah Perusahaan Daerah. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1988 maka terhitung sejak tanggal 21 Maret 1988 secara resmi terbentuklah Perusahaan
Daerah Kebersihan Bestari Kotamadya Daerah Tingkat II Medan. Adapun beberapa alasan dalam pembentukanperubahan ini yaitu:
Universitas Sumatera Utara