15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Asuransi Syariah
1. Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa belanda, assurantie, yang dalam hukum belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari
peristilahan assurantie kemudian muncul istilah assuradeur bagi penanggung, dan geasuradeur bagi tertanggung.
15
Asuransi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya pertanggungan, perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu membayar
iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak
pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
16
Pengertian Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang
15
KH Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Syariat Islam, Menggagas Fiqh Sosial, Penerbit Mizan Bandung, 1994, hal. 205-206.
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
16
didasarkan atas
meninggal atau
hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.
17
Menurut KUHD 246, yaitu asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tidak tentu.
18
Sedangkan menurut Abdullah Amrin, Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian dengan cara
menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas
kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proporsional oleh semua pihak dalam gabungan itu.
19
2. Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi dalam bahasa Arab disebut at- ta’min, penanggung disebut
mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari kata amana memiliki arti memberi
perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.
20
Asuransi syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta asuransi mendonasikan atau menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang
17
Undang-undang No. 21992, pasal 1.
18
Kitab Undang-undang Hukum Dagang, pasal 246.
19
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah ditinjau dari Perbandingan dengan Asuransi Konvensional, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011 h. 45.
20
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah Life And General Konsep Dan Operasional Jakarta: Gema Insani Press, 2004,hal.28
17
akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Peranan perusahaan disini sebatas
pengelola operasional perusahaan serta investasi dari dana-dana yang diberikan kepada perusahaan.
21
Secara baku, definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2014 tentang
asuransi syariah yang berarti kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan
perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan
melindungi.
22
Dan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI tentang pedoman umum asuransi syariah,
memberi definisi tentang asuransi syariah yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orangpihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau Tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad perikatan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
23
Asuransi syariah merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non bank. Asuransi syariah juga memiliki kesamaan fungsi dengan
lembaga keuangan syariah non bank lainnya, yakni untuk memperoleh
21
Dian Astria,”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laba Studi PT Takaful Keluarga”, Skripsi S1 Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,
2009, hal. 24-25
22
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian.
23
Fatwa Dewan Syariah Nasional no.21DSN-MUIX2001 Tentang pedoman umum asuransi syariah.
18
keuntungan dari hasil investasi dana yang dikumpulkan dari peserta asuransi. cara pembagian keuntungan pengelolaan dana peserta asuransi
dilakukan dengan prinsip bagi hasil profit and loss sharing. Dalam hal ini perusahaan asuransi bertindak sebagai pihak pengelola dana yang
menerima pembayaran dari peserta asuransi untuk dikelola dan diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah bagi hasil. Sedangkan
peserta asuransi bertindak sebagai pemilik dana yang akan memperoleh manfaat jasa perlindungan, penjaminan dan bagi hasil dari perusahaan
asuransi.
24
Asuransi syariah dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko di antara sesama manusia sehingga di
antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung dan tertanggung. Dengan demikian, gagasan mengenai Asuransi Syariah berkaitan dengan
unsur saling menanggung risiko di antara para peserta asuransi, dimana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.
25
Sedangkan perusahaan Asuransi Syariah hanya bertindak sebagai fasilitator saling
menanggung antara para peserta asuransi.
26
Hal tersebutlah salah satu yang membedakan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi
Konvensional, dimana dalam asuransi konvensional perusahaan sebagai penanggung risiko peserta asuransi.
24
Hendi Suhendi, Deni K. Yusup, Asuransi Takaful dari Teoritis ke Praktis, Bandung: Mimbar Pustaka, 2005, hal.9
25
Rahmat Husein, Asuransi Takaful Selayang Pandang dalam Wawasan Islam dan Ekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta, 1997, hal. 234
26
Juhaya S. Praja, Asuransi Takaful, artikel dikeluarkan oleh PT Syarikat takaful Indonesia
19
Beberapa definisi asuransi di atas, baik dari segi bahasa maupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi syariah
peserta asuransi dengan peserta asuransi yang lainnya saling tolong menolong jika salah satu peserta mengalami musibah, sedangkan
perusahaan hanya sebagai pengelola keikutsertaannya antar peserta tersebut dengan mendapatkan ujrah dari pengelolaannya.
3. Pengertian Usaha Asuransi Umum Syariah
Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan
memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang pas karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
27
4. Pengertian Usaha Asuransi Jiwa Syariah
Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan
memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak
pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan danatau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
28
27
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
28
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
20
5. Landasan Hukum Asuransi Syariah
Dasar hukum asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah
dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam, yaitu Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda
dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum.
29
1. Al-Qur’an
Ayat Al- Qur’an tidak menyebutkan secara tegas istilah asuransi
seperti “al-ta’min” ataupun “at-takaful”. Namun terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan memiliki nilai-
nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi. diantara ayat-ayat Al- Qur’an tesebut antara lain:
1 Perintah Allah mempersiapkan hari esok Q.S. Al-Hasyr 59: 18
ۚ ه ۟ا قّ ۖ دغل ْتمدق ام سْفن ْر نتْل ه ۟ا قّ ۟ا نماء نيذل ا يأٓي ّ لمْعّ امب ۢريبخ ه ّإ
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok akhirat; dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha megetahui apa yang kamu
kerjakan. “
29
AM. Hasan Ali, MA, Asuransi dalam Persepektif Hukum Islam Suatu Teori Analisis Historis Teoritis dan Praktik Jakarta: Kencana, 2004, hal. 104
21
2 Perintah Allah saling tolong menolong Q.S. Al-Maidah 5: 2
ن اعّ ال ۖ ْقتل ربْل لع ۟ا ن اعّ ْدعْل مْثإْل لع ۟ا
ۚ ّ ه ّإ ۖ ه ۟ا قّ
اقعْل ديدد
Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ”
3 Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah Q.S.
Al-Quraisy 106: 4
ۭفْ خ ْنم م نماء ج نم م معْطأ ٓ ذل
Artinya : “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. ”
2. Sunnah Rasul
Dalam praktek asuransi syariah baik yang bersifat mutual maupun bukan, pada prinsipnya para peserta bertujuan untuk saling
bertanggung jawab. Hal ini dapat kita lihat dalam hadits Nabi berikut.
30
“Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dibawah
tanggung jawab kamu.” HR Bukhari dan Muslim
30
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah Life And General Konsep Dan Operasional Jakarta: Gema Insani Press, 2004, H.88-90
22
Kemudian hadist Nabi yang memerintahkan untuk saling melindungi sebagai berikut
“Sesungguhnya orang yang beriman ialah barang siapa yang memberikan keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa
manusia.” HR Ibnu Majah
3. Pendapat Ulama yang Mengharamkan Asuransi
Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta premi tersebut adalah
iltizam ma lam yalzam mewajibkan sesuatu yang tidak lazimwajib. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram
karena mengandung riba, beliau melihat riba terebut dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai
bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
31
Dan masih banyak lagi ulama yang mengatakan bahwa asuransi tidak dibolehkan.
4.
Pendapat Ulama yang Membolehkan Asuransi Syariah
Syaikh Abdur Rohman Isa adalah salah seorang Guru Besar Universitas Al-Azhar. Dengan tegas ia menyatakan bahwa asuransi
merupakan praktek muamalah gaya baru yang belum dijumpai imam- imam terdahulu, dengan demikian juga para sahabat Nabi. Pekerjaan
ini menghasilkan kemaslahatan ekonomi yang banyak. Ulama telah menetapkan bahwa kepentingan umum yang selaras dengan hukum
31
Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Zikrul Hakim: Jakarta 2008 hal. 100
23
syara’ patut diamalkan. Oleh karena asuransi menyangkut kepentingan umum, maka halal menurut syara’.
32
Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa Guru Besar Universitas Kairo. Mengatakan bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya merupakan
koperasi yang menguntungkan masyarakat. Sepanjang dilakukan bersih dari riba, maka asuransi hukumnya boleh. Dengan pengertian,
apabila nasabah masih hidup menurut jangka waktu yang ditentukan dalam polis, maka dia meminta pembayaran kembali hanya sebesar
premi yang pernah dibayarkan, tanpa ada tambahan. Tetapi manakala sang nasabah meninggal sebelum batas akhir penyetoran premi, maka
ahli warisnya berhak menerima nilai asuransi, sesuai yang tercantum dalam polis, dan ini halal menurut syara’.
33
Syaikh Muhammad Ahmad, MA, LLB, Sarjana dan pakar ekonomi Pakistan. Memperbolehkan asuransi jiwa dan asuransi lainnya dengan
alasan sebagai berikut, 1 persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakal kepada Allah, 2 di dalam asuransi tidak ada pihak yang
dirugikan dan merugikan, 3 tujuan asuransi adalah kerja sama dan tolong-menolong.
34
32
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General. Hal. 71
33
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General. Hal. 72
34
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General. Hal. 75
24
Asuransi syaiah dalam operasionalnya diatur oleh regulasi dalam bentuk keputusan menteri keuangan KMK. Kerangka acuan asuransi
syariah dalam operasionalnya antara lain.
35
: a.
Fatwa DSN-MUI No. 21DSN-MUIIX2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Operasional Asuransi Syariah.
b. Fatwa DSN-MUI No. 51DSN-MUIIII2006 tentang Akad
Mudharabah Musytarakah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah. c.
Fatwa DSN-MUI No. 52DSN-MUIIII2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
d. Fatwa DSN-MUI No. 53DSN-MUIIV2006 tentang Akad
Tabarru pada Asuransi dan Reasuransi Syariah. e.
Peraturan Mentri Keuangan PMK Nomor 18PMK.0102010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi
Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. f.
Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426KMK.062003 tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan
Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi. g.
Peraturan Mentri Keuangan PMK Nomor 11PMK.0102011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. h.
Keputusan direktur jendral lembaga keuangan nomor kep.4499LK2000 tentang Jenis, Penilaian Dan Pembatasan
35
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di Indonesia Jakarta: Kencana, 2006., cet.3 hal 142-143.
25
Investasi Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi Dengan System Syariah.
6. Mekanisme Operasional Dana Asuransi Syariah
Kedudukan perusahaan Asuransi Syariah dalam transaksi Asuransi Syariah, adalah sebagai mudharib pemegang amanah. Asuransi syariah
menginvestasikan dana tabarru’ yang terkumpul dari kontribusi peserta,
kepada instrument investasi yang dibenarkan oleh syara’. Dalam
mengelola dana peserta yang terkumpul pada kumpulan dana tabarru’,
mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
36
Dana kontribusi peserta ketika masuk ke perusahaan asuransi syariah terbagi menjadi dua bagian dana
tabarru’ dan ujrah. Kegiatan operasional perusahaan asuransi syariah dibiayai dari hasil perolehan ujrah
atas seberapa besar ujrah yang diperoleh perusahaan untuk menutup seluruh biaya operasional yang telah dikeluarkan dalam kurun wantu
tertentu.
37
. Dana tabaruu’ yang terhimpun dari para peserta akan
diinvestasikan pada bidang-bidang investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Hasil investasi yang diperoleh akan dibagihasikan sesuai dengan
nisbah yang telah ditentukan.
38
Kemudian ketika terjadi klaim, perusahaan
36
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah Life And General Konsep Dan Operasional Jakarta: Gema Insani Press, 2004, H.249
37
Sugeng Soedibjo Rachmafitriati “Penetapan Target Premi Asuransi Jiwa Syariah Untuk Mencapai Titik Impas dengan Pendekatan Medel Profit Testing” Jurnal: Bisnis
Birokrasi, Ilmu Administrasi dan Organisasi, Mei –Agustus 2009 hal. 33
38
Sugeng Soedibjo Rachmafitriati “Penetapan Target Premi Asuransi Jiwa Syariah Untuk Mencapai Titik Impas dengan Pendekatan Medel Profit Testing” hal. 34.
26
tidak mengeluarkan dana apa pun dari kas perusahaan karena penggantian klaim diambil dari dana tabungan peserta
tabarru’.
39
Perusahaan asuransi syariah memiliki biaya-biaya opersional yang disebut sebagai “beban asuransi”. Beban yang ada pada perusahaan
asuransi kerugian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Beban klaim yang terdiri dari : klaim bruto, klaim reasuransi, estimasi kenaikan penurunan kalam retensi sendiri.
b. Beban komisi, adalah pengeluaran untuk membayar komisi
perantara baik itu agen ataupun broker asuransi. c.
Beban usaha adalah pengeluaran perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
d. Beban lain-lain adalah keseluruhan beban yang digunakan
untuk mengelola usaha diluar beban klaim, beban komisi, dan beban usaha.
Kumpulan dana tabarru’ dan hasil investasi dikurangi dengan
beban asuransi jika masih tersisa dalam jangka waktu yang ditentukan maka sudah sepatutnya perusahaan mengalami surplus underwriting.
B. Fatwa Dewan Syariah Nasional