1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang pertanggungan risiko merupakan sebuah institusi modern hasil temuan dari dunia
Barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat perpecahan reinaissance. Institusi ini bersama dengan lembaga keuangan bank menjadi motor penggerak
ekonomi pada era modern dan berlanjut pada masa sekarang kini.
1
Industri asuransi di Indonesia mengalami perkembangan yang baik seiring dengan kesadaran masyarakat tentang pentingnya berasuransi. Selain asuransi
konvensional, kini hadir asuransi syariah yang sistem dan operasionalnya tentu berbeda dengan asuransi konvensional pada umumnya. Menurut Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN-MUI memformulasikannya demikian: “Asuransi Syariah Ta’min, Takaful, atau Tadhamun adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset danatau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad perikatan yang
sesuai dengan syariah ”.
2
1
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 55.
2
Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Tangerang: Kholam Publishing, 2006, h. 41.
2
Pertumbuhan Industri Asuransi Syariah setiap tahunnya mengalami peningkatan salah satu faktornya yaitu semakin sadarnya masyarakat Indonesia
akan konsep yang mengutamakan prinsip-prinsip islam karena lebih menjanjikan keamanan dan lebih terbuka pengelolaan dana kontribusipremi yang dibayarkan.
Konsep ta’awun atau sharing of risk pengelola perusahaan asuransi syariah
bukan sebagai penanggung tetapi berfungsi sebagai pemegang amanah, sedangkan nasabah sebagai peserta memberikan dana kepesertaandonasi yang dikenal
dengan nama dana kontribusi. Dana kontribusi itu diniatkan untuk kegiatan tolong menolong sesama peserta bila terjadi musibah. Pengelola hanya sebagai
pengumpul dana atau poolig of fund.
3
Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
4
Akad yang digunakan antara peserta dengan pengelola dalam asuransi syariah adalah akad wakalah bil ujrah.
5
Perusahaan asuransi syariah mengenakan biaya pada setiap kontribusi yang diterima, yaitu biaya-biaya yang dikenakan kepada peserta untuk biaya
administrasi operasional.
6
. Dana tabaruu’ yang terhimpun dari para peserta akan
diinvestasikan pada bidang-bidang investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Hasil investasi yang diperoleh akan dibagihasilkan sesuai dengan nisbah yang
3
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011, hal. 161.
4
Fatwa DSN No:21DSN-MUIX2001
5
Novi Puspitasari “Model Proporsi Tabarru’ dan Ujrah Pada Bisnis Asuransi Umum Syariah di Indonesia
” Jurnal: Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1 Juni 2012
6
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah. Halal Maslahat Solo: Tiga Serangkai, 2007, hal. 35.
3
telah ditentukan.
7
Kemudian ketika terjadi klaim, perusahaan tidak mengeluarkan dana apa pun dari kas perusahaan karena penggantian klaim diambil dari dana
tabungan peserta tabarru’.
8
Dana tabarru’ terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah
kontribusi yang dibayarkan oleh peserta asuransi dan hasil investasi, sedangkan apabila klaim yang dibayarkan kepada peserta lebih sedikit dari jumlah dana
tabarru’ maka menghasilkan surplus underwriting. Pembagian surplus underwriting telah diatur dalam fatwa DSN no. 53 tahun 2006.
Surplus Underwriting yang didapat oleh perusahaan setiap tahunnya akan besar jika beban klaim lebih sedikit dari kontribusi yang dibayarkan peserta.
Seperti Unit Syariah PT Tugu Pratama Indonesia pada tahun 2014 mengalami Surplus Underwriting sebesar ± Rp 3.966.000.000,
9
kemudian Unit Syariah PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 pada tahun 2014 mengalami Surplus
Underwriting sebesar ± Rp 5.237.560.000
10
dan PT Asuransi Ramayana tbk dan Entitas Anak pada tahun 2014 mengalami Surplus Underwriting sebesar ± Rp
960.072.405.
11
Kemudian apakah perusahaan dalam pembagian surplus underwriting sudah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam fatwa DSN no 53 tahun 2006?
dan Bagaimana perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan?
7
Ibid, hal. 34.
8
Ah. Azharuddin Lathif, Kompilasi Bahan Kuliah Hukum Perjanjian Asuransi Syariah Jakarta: FSH, 2012, hal. 40.
9
Laporan Keuangan Unit Syariah PT Tugu Pratama Indonesia tahun 2014
10
Laporan Keuangan Unit Syariah PT Bumiputera Muda 1967 tahun 2014
11
Laporan keuangan PT Asuransi Ramayana tbk dan Entitas Anak tahun 2014
4
Melihat dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh dalam skripsi yang berjudu:
“RELEVANSI PERLAKUAN SURPLUS UNDERWRITING TERHADAP FATWA DSN NO. 53 TAHUN 2006 PADA PT ASURANSI TUGU
PRATAMA INDONESIA UNIT SYARIAH ”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah