Persiapan Inokulum Persiapan Susu Skim Rekonstitusi Inokulasi kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. Pengeringan Semprot Analisis Jumlah Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. BAM, 2001

23 mendapatkan data ketahanan empat isolat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. setelah pengeringan semprot. Empat isolat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. hasil penelitian pendahuluan disegarkan dengan mengikuti prosedur tahapan persiapan inokulum. Sementara itu dilakukan juga rekonstitusi susu skim bubuk dengan mengikuti prosedur tahapan persiapan susu skim rekonstitusi. Selanjutnya susu skim hasil persiapan susu skim rekonstitusi diinokulasi kontaminasi dengan isolat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dan divorteks agar tercampur secara merata. Setelah itu, suspensi tersebut dikeringkan dengan pengering semprot pada suhu pengeringan hasil pemilihan pada penelitian pendahuluan. Susu bubuk yang dihasilkan kemudian dianalisis jumlah Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.–nya dengan mengikuti prosedur pada tahapan analisis Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada penelitian utama.

a. Persiapan Inokulum

Persiapan inokulum yang dilakukan pada tahapan ini sama seperti yang dilakukan pada tahapan penelitian pendahuluan.

b. Persiapan Susu Skim Rekonstitusi

Persiapan susu skim rekonsitusi yang dilakukan pada tahapan ini sama seperti yang dilakukan pada tahapan penelitian pendahuluan.

c. Inokulasi kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.

Sebanyak empat isolat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dengan kontentrasi 10 7 – 10 8 CFU hasil persiapan inokulum masing–masing dipupukan ke dalam susu skim rekonstitusi hasil persiapan susu rekonstitusi secara aseptik. Setelah itu susu skim rekonstitusi yang telah diinokulasi divorteks selama 5 menit. Selanjutnya suspensi tersebut siap untuk dikeringkan dengan pengering semprot.

d. Pengeringan Semprot

Tahapan pengeringan pada penelitian ini merupakan unit proses yang akan dievaluasi pengaruhnya terhadap tingkat inaktivasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.. Susu skim hasil persiapan susu rekonstitusi yang telah diinokulasi dengan Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dikeringkan dengan pengering semprot. Suhu pengeringan yang digunakan adalah tiga suhu pengeringan terpilih berdasarkan hasil penelitian pendahuluan.

e. Analisis Jumlah Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. BAM, 2001

Sebanyak 10 gram susu bubuk hasil pengeringan semprot dilarutkan kedalam 90 ml air destilata steril dan diaduk hingga homogen. Setelah itu sebanyak 1 ml suspensi tersebut dipipet dan dimasukan ke dalam cawan petri steril kemudian ditambahkan media kromogenik agar 24 DFI. Setelah itu hasil pencawanan diinkubasi pada suhu 35 C selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan penghitungan koloni tipikal yang tumbuh, yaitu koloni bakteri yang berwarna hijau kebiruan. Koloni bakteri dihitung dengan rumus Standard Plate Count yang telah dijelaskan sebelumnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Penentuan Suhu Pengeringan

Gambar 6. menampilkan susu skim rekonstitusi bubuk hasil pengeringan semprot pada percobaan suhu inlet pengering 160°C, 170°C, 180°C, 190°C, dan 200°C dengan suhu outlet pengering dijaga konstan sebesar 82°C yang dibandingkan dengan susu susu skimbubuk awal. Berdasarkan hasil pengeringan susu skim rekonstitusi pada kelima suhu inlet pengering tersebut, diperoleh susu skim rekonstitusi bubuk dengan penampakan yang relatif sama. Warna susu skim rekonstitusi bubuk pada percobaan suhu inlet pengering 160°C, 170°C, 180°C dan warna susu skim bubuk awal satu sama lain tidak dapat dibedakan dengan jelas secara visual. Perbedaan warna susu skim rekonstitusi bubuk mulai dapat diamati dengan jelas pada susu skim rekonstitusi bubuk hasil pengeringan dengan percobaan suhu inlet pengering sebesar 190°C dan 200°C, yaitu warna susu skim rekonstitusi bubuk yang dihasilkan relatif lebih cokelat dan jumlah susu bubuk yang diperoleh pun berturut–turut semakin kecil. Menurut Wiratakusumah et al. 1992, warna produk yang lebih cokelat pada suhu pengeringan yang lebih tinggi disebabkan oleh reaksi pencokelatan non–enzimatis yang lebih cepat terjadi. Jumlah susu skim bubuk yang semakin rendah pada percobaan suhu inlet pengering 190°C dan 200°C disebabkan oleh terbentuknya partikel susu bubuk yang terlalu besar pada saat pengeringan berlangsung sehingga tidak terbawa oleh aliran udara pembawa dan terkumpul di dasar chamber pengering. Selain itu pada pengeringan susu skim rekonstitusi dengan suhu inlet pengering 190°C dan 200°C juga dihasilkan partikel susu bubuk yang sebagian besar masih dalam Gambar 6. Penampakan susu skim rekonstitusi bubuk pada percobaan lima suhu inlet pengering dan susu skim bubuk awal.