Karakteristik Produk Hasil Pengeringan Semprot Pengaruh Pengeringan Semprot terhadap Inaktivasi Mikroba

6 Karakteristik produk yang dihasilkan oleh metode pengeringan semprot dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik produk pada metode pengeringan semprot antara lain adalah proses preheating, prekonsentrasi, pembentukan droplet dalam atomizer, serta suhu pengeringan yang terdiri dari temperatur masukan suhu inlet dan temperatur keluaran suhu outlet yang digunakan Walstra, 1983.

b. Karakteristik Produk Hasil Pengeringan Semprot

Produk hasil pengeringan semprot memiliki densitas yang rendah 0.33gml. Densitas yang rendah disebabkan adanya vakuola yang terbentuk selama proses atomisasi dalam atomizer. Bentuk padat dari susu bubuk memiliki densitas yang lebih tinggi 1,6 gml. Densitas yang rendah akan menyebabkan produk susu bubuk mengapung, tidak terdispersi dan terbasahi dengan cepat ketika dicampurkan dengan air. Selain itu, kondisi tersebut juga berhubungan dengan bagian luar partikel yang menyerap air sangat cepat dan membentuk gumpalan, basah diluar namun kering di dalam sehingga penetrasi air menjadi lambat. Pengeringan semprot menghasilkan produk sangat sangat halus. Kondisi tersebut terjadi jika bahan baku yang digunakan tidak mengalami tahapan prekonsentrasi. Selain itu produk yang sangat halus juga dihasilkan ketika tekanan udara dalam atomizer dinaikan. Menurut Spreer 1995 partikel halus hasil pengeringan semprot memiliki beberapa kekurangan seperti kelarutan yang buruk dalam air, mudah terbawa oleh aliran udara pengering, tidak mudah mengalir dan sangat mudah teragglomerasi dengan meningkatnya kelembaban. Maka dari itu produk hasil pengeringan semprot pada umumnya diberi perlakuan instanisasi yang bertujuan memperbaiki kelarutan, kemudahan partikel untuk mengalir serta mengurangi jumlah partikel halus yang terbentuk. Produk hasil pengeringan semprot sangat mudah menggumpal. Gula susu yang terbentuk pada proses pengeringan semprot merupakan gula amorphous yang sangat higroskopis dan sangat cepat menyerap kelembaban. Penyerapan kelembaban menyebabkan rekristalisasi dan biasanya disertai dengan perubahan warna dan pembentukan off – flavor. Hal tersebut merupakan penyebab caking pada kebanyakan produk susu bubuk selama penyimpanan. Peningkatan kelembaban produk dapat meningkatkan risiko mikrobiologis karena memperbesar peluang tumbuhnya mikroba.

c. Pengaruh Pengeringan Semprot terhadap Inaktivasi Mikroba

Metode pengeringan semprot spray drying tidak banyak merusak mutu produk. Waktu pengeringan pada proses pengeringan semprot yang berlangsung singkat memungkinkan kontak minimal antara panas dengan bahan. Air terevaporasi dengan cepat karena luas permukaan droplet yang besar Arku et al., 2008. Waktu pengeringan yang singkat dengan suhu produk yang tidak lebih dari 70°C menyebabkan protein dan enzim tidak banyak terdenaturasi Walstra, 1999. Kondisi pengeringan semprot yang tidak banyak merusak mutu produk menyebabkan mikroba yang toleran terhadap panas dapat bertahan dan terbawa ke dalam produk akhir Walstra, 1999, dan Fernandez, 2008. Bakteri patogen seperti Bacillus spp., Cronobacter spp., Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Staphylococcus spp., dan Enterobacter spp. telah diisolasi dari susu formula Fernandez, 2008. Maka dari itu produk susu bubuk memiliki kriteria batas cemaran mikroba yang boleh berada dalam produk akhir. Indonesia mengatur batas cemaran mikroba produk 7 susu bubuk berdasarkan SNI standar nasional Indonesia produk susu bubuk. Tabel 1. menyajikan batas cemaran mikroba berdasarkan SNI produk susu bubuk SNI 01 – 2970 2006. Tabel 1. Batas cemaran mikroba pada produk susu bubuk SNI 01 – 2970 2006 No Jenis Satuan Persyaratan Susu Bubuk Berlemak Susu Bubuk rendah Lemak Susu Bubuk Tanpa Lemak 1 2 3 4 5 ALT Coliform E. coli Salmonella S. aureus kolonig APM Kolonig Koloni100g Kolonig Maks. 5 x 10 4 Maks. 10 3 Negatif 1 x 10 2 Maks. 5 x 10 4 Maks. 10 3 Negatif 1 x 10 2 Maks. 5 x 10 4 Maks. 10 3 Negatif 1 x 10 2 BSN, 2006 Beberapa tahun terakhir bakteri patogen oportunistik Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. ditemukan dalam susu formula, makanan bayi dan produk sejenisya yang beredar di Indonesia. Pada tahun 2009 Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM mengeluarkan batas cemaran mikroba untuk produk susu formula untuk keperluan medis khusus dan formula lanjutan dengan tujuan untuk melindungi konsumen dari risiko penyakit akibat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.. Tabel 2 . menampilkan batas cemaran mikroba pada susu formula untuk keperluan medis khusus dan formula lanjutan Tabel 2. Batas cemaran mikroba pada susu formula untuk keperluan medis khusus dan formula lanjutan No Jenis Satuan Persyaratan Formula bayi untuk keperluan medis khusus Formula Lanjutan 1 2 3 4 5 6 7 ALT 30 °C 72 jam Coliform Enterobacteriacae Salmonella S. aureus Enterobacter sakazakii Bacillus cereus Kolonig APMg Koloni10g Koloni25g Kolonig APM10g Koloni10g Maks. 5 x 10 4 Tidak ditentukan Negatif Negatif 1 x 10 1 Negatif 1 x 10 2 Maks. 5 x 10 4 3 Tidak ditentukan Negatif 1 x 10 1 Tidak ditentukan 1 x 10 2 BPOM, 2009 Ketahanan mikroba terhadap pengeringan semprot dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Jenis bahan pangan akan mempengaruhi ketahanan dari mikroba. Komponen-komponen tertentu dalam bahan pangan akan memberikan efek proteksi terhadap mikroba. Keberadaan lemak akan meningkatkan resistensi termal bakteri karena berhubungan dengan kemampuan lemak untuk mempengaruhi kelembaban sel dan memberikan efek proteksi. Komponen lainnya yang dapat memberikan efek proteksi terhadap panas adalah total karbohidrat. Efek proteksi yang dihasilkan karbohidrat berasal dari keberadaan gula yang akan mengurangi aw melalui mekanisme pengikatan air. 8 Selain itu total padatan bahan masukan akan mempengaruhi ketahanan panas mikroba selama pengeringan semprot. Total solid yang lebih tinggi akan menghasilkan partikel yang lebih besar yang akan memberikan kerusakan panas yang lebih besar besar Espina and Packard, 1979. Partikel produk yang lebih besar akan memerangkap mikroba sehingga mikroba yang terperangkap ikut terpapar panas yang dialami partikel. Hal tersebut juga berhubungan dengan waktu pengeringan yang lebih lama pada partikel yang lebih besar. Selain itu faktor lainnya yang dapat mempengaruhi ketahanan mikroba selama pengeringan semprot adalah penggunaan suhu outlet pengering. Peningkatan suhu outlet pengering akan menurunkan jumlah mikroba yang masih bertahan setelah pengeringan semprot LiCari dan Potter, 1970; Espina dan Packard, 1979; To dan Etzel, 1997. Suhu outlet yang lebih tinggi menyebabkan suhu produk meningkat sehingga akan memperbesar tingkat inaktivasi mikroba Walstra, 1999.

B. Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.