12 perlakuan panas diantara sejumlah peneliti disebabkan oleh adanya perbedaan galur Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp. Arroyo et al., 2009 yang dibedakan berdasarkan sumber ditemukannya bakteri tersebut.
Bakteri Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. diketahui lebih toleran terhadap panas dibandingkan Enterobacteriaceae lainnya yang mengkontaminasi produk susu Edelson–Mammel
dan Buchanan, 2004, Iversen et al., 2004, Nazarowec–White dan Farber, 1997. Data hasil ekstrapolasi pada suhu 72°C menunjukan bahwa Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. berada
pada kisaran 0.3203–0.5823 detik dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan enterobacter lain yang mengkontaminasi susu seperi Salmonella, Escherichia coli dan Camphylobacter jejuni tapi
tidak lebih tahan panas jika dibandingkan dengan waterborne pathogen Listeria monocytogenes Nazarowec–White et al., 1999 dan Iversen et al. 2003 Tabel 4..
Tabel 4. Perbandingan ketahanan panas Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. terhadap beberapa Enterobactericeae
Organisme Menstruum pemanas
D
72
detik Aeromonas hydrophila
Raw milk 0.01476
Campylobacter jejuni Skim milk
0.07033 Escherichia coli
Whole milk 0.15669
Klebsiella pneumoniae Human milk
0.00008 Salmonella muenster
Whole milk 0.07214
Salmonella senftenberg Whole milk
0.08417 Salmonella typhimurium
Whole milk 0.22000
Shigella dysenteriae Whole milk
0.13045 Yersinia enterocolitica
Whole milk 0.46086
ATCC51329 Infant formula
0.3417 YRt2a
Infant formula 0.5823
YRc3a Infant formula
0.4371 29a – 8
Infant formula 0.3203
Ardelino, 2011 Akan tetapi meskipun terjadi variasi dalam pengukuran resistensi termal Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp., bakteri tersebut tidak mampu bertahan pada suhu HTST High Temperature Short Time sebesar 72°C selama 15 detik karena proses tersebut dapat mengurangi jumlah bakteri
hingga 11 siklus log Nazarowec – White dan Farber 1997. Maka dari itu keberadaan bakteri ini dalam susu formula dimungkinkan akibat dari adanya rekontaminasi Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. pada susu formula setelah tahapan pasteurisasi. Selain perbedaan galur, beberapa faktor lainnya yang dapat menyebabkan perbedaan
ketahanan panas Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. antara lain kondisi fisiologis bakteri, suhu pertumbuhan inokulum, menstruum pemanas kadar lemak, total padatan, serta konsentrasi
gula, dan metodologi recovery cold shock setelah proses pemanasan Knabel et al 1990, kadar air, jumlah inokulum, usia kultur, temperatur pertumbuhan, senyawa penghambat, waktu dan temperatur,
konsentrasi garam, kadar karbohidrat, pH, serta efek dari ultrasonics Lewis, 2000.
13
4. Batas Kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada Produk Susu Formula
Kajian mengenai batas kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada susu formula dan produk sejenisnya terus dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004
Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dan bakteri lainnya di dalam susu formula masuk dalam draf pembahasan pada pertemuan FAO–WHO. Selanjutnya pada tahun 2006 Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. kembali menjadi draf utama pada pertemuan FAO–WHO meskipun tidak sampai menghasilkan standar cemaran Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada produk susu formula.
Menurut FAO–WHO 2006, meskipun data mengenai level kontamimasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada susu formula tersedia di industri, level kontaminasi Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. yang sebenarnya masih belum jelas. Menurut Van Acker, 2001 Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. sudah dapat menyebabkan infeksi pada tingkat populasi 3 cfu100 g.
Draf terakhir mengenai standar kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada produk susu bubuk yang dibahas pada pertemuan FAO–WHO pada tahun 2006 hanya sampai pada
pemodelan kontaminasi secara statistik ditingkat industri. Tingkat kontaminasi yang digunakan pada pemodelan tersebut adalah 10
–3
, 10
–4
dan 10
–5
CFUg. Pemodelan tersebut selanjutnya akan menghasilkan suatu metodologi untuk mengevaluasi kriteria mikrobiologi dan metode penarikan
contoh susu formula yang terbaik sehingga akan diperoleh penurunan risiko mikrobiologis dan persentase produk yang ditolak pada setiap lotnya akibat kontaminasi Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. FAO – WHO, 2006. Tabel 5. Menampilkan kriteria cemaran Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada susu formula dan produk sejenisnya yang dikeluarkan oleh Codex
Alimentarius Committee pada tahun 2008. Unit contoh adalah bentuk individu atau terkecil atau kuantitas produk yang didesain menjadi
bagian dari contoh. Acceptance–number c adalah jumlah pada rencana penarikan contoh yang mengindikasikan jumlah maksimum sampel tidak memenuhi standar yang ditentukan. Tingkat
inspeksi II digunakan untuk pengambilan contoh bila terjadi sanggahan terhadap hasil pengujian menurut tingkat inspeksi I, atau bila diperlukan hasil pengujian yang lebih meyakinkan. Parameter
n adalah ukuran contoh yang akan diperiksa yang didasarkan pada ukuran lot, ukuran kemasan terkecil dan tingkat inspeksi. Tidak perlu membatasi ukuran contoh sebagai minimum untuk ukuran
lot dan tigkat inspeksi yang tepat. Dalam semua kasus contoh yang lebih besar dapat dipilih. Tabel 5. Kriteria Mikrobiologi untuk susu formula, susu formula dengan tujuan medis khusus dan
makanan tambahan ASI Mikroorganisme n
C m
Tingkat Inspeksi
Enterobacter sakazakii Cronobacteer species
30 0 010
g II Salmonella
60 0 025
g II
Keterangan : n = jumlah sampel yang harus dianalisis
c = jumlah maksimum sampel tidak memenuhi standar yang diizinkan pada tingkat inspeksi II
m= batas konsentrsasi mikrobiologi pada tingkat inspeksi II yang membedakan antara kuali – tas baik dengan kualitas buruk ditolak
CAC, 2008