10 desinfektan Iversen dan Forsythe, 2003 sehingga dapat meningkatkan peluang rekontaminasi
bakteri tersebut. Selain itu menurut Food and Agriculture Organization – World Health Organization FAO – WHO 2004, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang mencemari produk susu
bubuk termasuk susu formula dapat juga berasal dari ingridien yang ditambahkan selama proses pembuatan susu formula. Tabel 3. menampilkan ingridien susu formula yang terkontaminasi
Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.. Tabel 3. Survey industri mengenai keberadaan Enterobacteriaceae dan Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. pada Ingredien yang digunakan pada metode pencampuran kering untuk semua jenis susu formula hingga usia 3 tahun.
Nama Bahan n 10g
Positif koliform atau Enterobacteriace
Positif Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp.
Vitamin 793 8
Whey bubuk 23
3 Sukrosa
1691 28
Laktosa 2219
70 2
Pisang serbukflake 105
3 1
Jeruk serbukflake 61
1 1
Lesitin 136 1
1 Pati 1389
155 40
FAO – WHO, 2004
Tabel 3. menunjukkan bahwa susu skim bubuk, laktosa, tepung pisang, tepung jeruk, lesitin, dan pati berpotensi tinggi menjadi sumber kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
pada poses pembuatan susu formula. Menurut Arroyo et al. 2009 dan Iversen et al. 2003, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. telah ditemukan dimana–mana termasuk air, tanah,
tanaman, hewan, manusia dan lingkungan sehingga menjadi sesuatu yang tidak mengagetkan jika bakteri ini ditemukan pada unit produksi makanan, berbagai jenis bahan pangan, bahan baku
makanan yang berasal dari tanaman dan hewan. Penambahan bahan–bahan tambahan tersebut tersebut dilakukan sebelum maupun setelah proses pengeringan bahan utama. Menurut Robinson
1999b pengurangan kontaminasi mikroba yang berasal dari bahan baku seharusnya sudah dapat ditanggulangi dengan cara menerapkan metode pencampuran basah serta tidak menambahkan bahan
–bahan tersebut dengan metode pencampuran kering.
3. Ketahanan Panas Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
Bakteri Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dapat tumbuh pada rentang suhu yang cukup luas. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 6°C hingga 45°C. Beberapa hasil
penelitian bahkan menunjukan beberapa galur dapat tumbuh pada suhu maksimum 47°C Nazarowec – White and Farber, 1997, Arroyo et al., 2009. Menurut Fitriyah, 2010 penggunaan suhu
rekonstitusi hingga 50°C tidak banyak berarti terhadap survival dan pertumbuhan Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dalam susu formula. Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dinilai
lebih toleran terhadap panas dibandingkan Enterobacteriacea lainnya meskipun bakteri ini inaktiv
11 dengan cepat selama proses pasteurisasi HTST. Penggunaan suhu rekonstitusi 70°C mampu
mereduksi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. hingga 6,51 log Meutia, 2008. Nilai inaktivasi termal Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang diperoleh sejumlah
peneliti cukup beragam. Gambar 2. menunjukan nilai D Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. lokal yang diperoleh dari hasil penelitian Ardelino 2010 dan akan digunakan pada penelitian ini.
Isolat YRt2a, YRc3a, dan E9 merupakan isolat lokal asal makanan. Berdasarkan gambar 2. dapat diketahui bahwa kisaran nilai D
54
untuk keempat isolat yang diujikan adalah 7,50 – 9,13 menit, nilai D
56
berada pada kisaran 3,61–4,24 menit, nilai D
58
berkisar antara 1,34 menit hingga 1,39 menit, dan nilai D
60
berada pada rentang 0,71–0,90 menit.
Gambar 2. Nilai D Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. Asal Makanan Ardelino, 2011
Hasil tersebut mendekati dengan nilai D
56
yang diperoleh Kim Soo Hwan dan Jong Hyun Park 2007 yaitu sebesar 3,91–4,67 menit namun lebih rendah dibandingkan nilai D
56
yang dilaporkan Nazarowec- White dan Farber 1997 yaitu sebesar 9,75 menit. Bahkan Breeuwer et al. 2003
menemukan nilai D
56
yang lebih rendah yaitu sebesar 2,4 menit. Kisaran nilai D
58
yang dilaporkan Iversen et al . 2003 yaitu sebesar 1,3 menit sedangkan nilai D
58
yang dilaporkan oleh Nazarrowec – White dan Farber 1997 lebih tinggi 3,44 menit dibandingkan nilai D
58
pada penelitian Breeuwer et al. 0,48 menit. Nilai D
60
yang dilaporkan oleh Nazarowec–White dan Farber 1997 lebih tinggi 2,15 menit untuk isolat asal makanan dibandingkan nilai D
60
yang dilaporkan oleh Iversen et al. 2004 adalah 0,73 hingga 1,07 menit pada menstruum pemanas TSB Tryptose Soy Broth. Selain
nilai D, Nilai Z yang diperoleh juga cukup bervariasi diantara sejumlah peneliti meskipun masih termasuk kedalam nilai Z sebagian besar foodborne pathogen yang tidak membentuk spora 4°C –
6°C Tomlins dan Ordal 1976. Nilai Z yang diperoleh Nazarowec – White dan Farber 1997 yaitu sebesar 5,82°C untuk isolat asal makanan dan lebih tinggi dibandingkan nilai Z yang diperoleh
Iversen et al 2003 yaitu sebesar 5,6°C–5,8°C. Pada penelitian Ardelino 2011 diperoleh nilai Z isolat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. asal makanan sebesar 5,65
o
C hingga 6,10
o
C. Keragaman ketahanan panas dan respon Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. terhadap
8.66
4.10 1.39
0.82 7.75
3.61 1.34 0.90
9.13
3.83 1.38
0.89 7.50
4.24 1.39
0.71 0.00
2.00 4.00
6.00 8.00
10.00 12.00
54 56
58 60
54 56
58 60
54 56
58 60
54 56
58 60
ATCC 51329 YRt2a
YRc3a E9
Lo g
Ni la
i D
m en
it
Kode Isolat E. sakazakii
12 perlakuan panas diantara sejumlah peneliti disebabkan oleh adanya perbedaan galur Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp. Arroyo et al., 2009 yang dibedakan berdasarkan sumber ditemukannya bakteri tersebut.
Bakteri Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. diketahui lebih toleran terhadap panas dibandingkan Enterobacteriaceae lainnya yang mengkontaminasi produk susu Edelson–Mammel
dan Buchanan, 2004, Iversen et al., 2004, Nazarowec–White dan Farber, 1997. Data hasil ekstrapolasi pada suhu 72°C menunjukan bahwa Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. berada
pada kisaran 0.3203–0.5823 detik dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan enterobacter lain yang mengkontaminasi susu seperi Salmonella, Escherichia coli dan Camphylobacter jejuni tapi
tidak lebih tahan panas jika dibandingkan dengan waterborne pathogen Listeria monocytogenes Nazarowec–White et al., 1999 dan Iversen et al. 2003 Tabel 4..
Tabel 4. Perbandingan ketahanan panas Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. terhadap beberapa Enterobactericeae
Organisme Menstruum pemanas
D
72
detik Aeromonas hydrophila
Raw milk 0.01476
Campylobacter jejuni Skim milk
0.07033 Escherichia coli
Whole milk 0.15669
Klebsiella pneumoniae Human milk
0.00008 Salmonella muenster
Whole milk 0.07214
Salmonella senftenberg Whole milk
0.08417 Salmonella typhimurium
Whole milk 0.22000
Shigella dysenteriae Whole milk
0.13045 Yersinia enterocolitica
Whole milk 0.46086
ATCC51329 Infant formula
0.3417 YRt2a
Infant formula 0.5823
YRc3a Infant formula
0.4371 29a – 8
Infant formula 0.3203
Ardelino, 2011 Akan tetapi meskipun terjadi variasi dalam pengukuran resistensi termal Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp., bakteri tersebut tidak mampu bertahan pada suhu HTST High Temperature Short Time sebesar 72°C selama 15 detik karena proses tersebut dapat mengurangi jumlah bakteri
hingga 11 siklus log Nazarowec – White dan Farber 1997. Maka dari itu keberadaan bakteri ini dalam susu formula dimungkinkan akibat dari adanya rekontaminasi Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. pada susu formula setelah tahapan pasteurisasi. Selain perbedaan galur, beberapa faktor lainnya yang dapat menyebabkan perbedaan
ketahanan panas Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. antara lain kondisi fisiologis bakteri, suhu pertumbuhan inokulum, menstruum pemanas kadar lemak, total padatan, serta konsentrasi
gula, dan metodologi recovery cold shock setelah proses pemanasan Knabel et al 1990, kadar air, jumlah inokulum, usia kultur, temperatur pertumbuhan, senyawa penghambat, waktu dan temperatur,
konsentrasi garam, kadar karbohidrat, pH, serta efek dari ultrasonics Lewis, 2000.
13
4. Batas Kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada Produk Susu Formula