9
2. Sumber Kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
Sumber alami Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dan agen pembawanya masih belum jelas Drudy et al., 2006, Kim dan Loessner, 2007. Bakteri ini telah diisolasi dari herbal, rempah–
rempah kering, makanan kering, makanan dari tanaman yang dikeringkan, produk keju, sayuran Iversen et al., 2004 makanan bayi, dan susu bubuk. Bakteri ini juga telah ditemukan di lingkungan
8 dari 9 pabrik makanan, termasuk pabrik sereal Kandhai et al., 2004. Selain dari makanan dan lingkungan pabrik, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. juga telah diisolasi dari dari sumber
klinis termasuk darah, sumsum tulang, dahak, urin, jaringan appendiks, saluran pernapasan, mata, telinga, luka, tinja, dan lingkungan rumah sakit Gurtler, 2005. Akan tetapi meskipun Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp. ditemukan dibanyak tempat, hanya kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada susu formula dilaporkan berasosiasi secara epidemologi dengan sejumlah
wabah penyakit meningitis di sejumlah negara, Farmer et al., 1980, Muytjens et al., 1988 sehingga banyak dilakukan penelitian mengenai mekanisme maupun pengendalian kontaminasi bakteri
tersebut pada proses pembuatan susu formula hingga proses rekonstitusinya. Lampiran 2. menampilkan laporan terjadinya wabah sporadis yang berasosiasi dengan kontaminasi Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp. pada susu formula.
Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. telah banyak diisolasi dari susu formula di berbagai negara. Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. sedikitnya telah berhasil diisolasi dari
susu formula yang berasal dari 35 negara dengan hasil survei menunjukan 20 dari 141 14.2 susu formula komersial yang berasal dari 13 negara mengandung Enterobacter sakazakii Cronobacter
spp. dengan tingkat kontaminasi 0.36 – 66 CFU100 g Muytjen et al., 1988. Survei susu formula di wilayah pemasaran Kanada menunjukan delapan dari 120 6.7 positif mengandung Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp. Nazarowec–White dan Farber, 1997. Laporan terbaru terkait ditemukannya Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada susu formula dan produk sejenisnya
adalah pada tahun 2006. Estuningsih 2006 melaporkan 74 sampel makanan bayi, 35 sampel 47 di antaranya yang beredar di Indonesia dan Malaysia positif mengandung Enterobacteriaceae dan 10
sampel 13.5 positif mengandung Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.. Pada tahun yang sama Restaino et al. 2006 telah mengisolasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. 6 dari 18
33.3 MP – ASI, makanan kering, dan makanan formula lainnya. Setelah itu pada tahun 2008 Meutia 2008 juga telah berhasil mengisolasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dari susu
formula dan makanan bayi 6 sampel dari 25 sampel yang beredar di Indonesia. Pada tahun yang sama dari 78 sampel street food di Malaysia 9 di antaranya positif Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. dengan uji biokimiawi standar API 20E Haryani et al. 2008. Beberapa tahun kemudian Gitapratiwi 2011 kembali menemukan Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
dengan persentase 20 pada makanan bayi n=16; 11,8 pada pati-patiann=15; dan 6,3 pada
produk pangan kering lainnya n=17.
Kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. ke dalam susu formula dapat disebabkan oleh sejumlah faktor. Menurut CAC 2008, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
dapat masuk ke dalam susu formula melalui tiga cara, yaitu 1 kontaminasi dari lingkungan proses pada tahapan tertentu selama pengeringan, 2 kontaminasi susu formula setelah kemasan dibuka, dan
3 kontaminasi selama atau setelah proses rekonstitusi. Kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dari lingkungan proses diketahui berasal dari alat – alat proses yang digunakan.
Hal tersebut terkait dengan kemampuan Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. membentuk kapsul dengan cara memproduksi heteropolisakarida yang menjadikan bakteri ini dapat menempel
pada permukaan dan membentuk biofilm yang bersifat sangat resisten terhadap bahan pembersih dan
10 desinfektan Iversen dan Forsythe, 2003 sehingga dapat meningkatkan peluang rekontaminasi
bakteri tersebut. Selain itu menurut Food and Agriculture Organization – World Health Organization FAO – WHO 2004, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang mencemari produk susu
bubuk termasuk susu formula dapat juga berasal dari ingridien yang ditambahkan selama proses pembuatan susu formula. Tabel 3. menampilkan ingridien susu formula yang terkontaminasi
Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.. Tabel 3. Survey industri mengenai keberadaan Enterobacteriaceae dan Enterobacter sakazakii
Cronobacter spp. pada Ingredien yang digunakan pada metode pencampuran kering untuk semua jenis susu formula hingga usia 3 tahun.
Nama Bahan n 10g
Positif koliform atau Enterobacteriace
Positif Enterobacter
sakazakii Cronobacter spp.
Vitamin 793 8
Whey bubuk 23
3 Sukrosa
1691 28
Laktosa 2219
70 2
Pisang serbukflake 105
3 1
Jeruk serbukflake 61
1 1
Lesitin 136 1
1 Pati 1389
155 40
FAO – WHO, 2004
Tabel 3. menunjukkan bahwa susu skim bubuk, laktosa, tepung pisang, tepung jeruk, lesitin, dan pati berpotensi tinggi menjadi sumber kontaminasi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
pada poses pembuatan susu formula. Menurut Arroyo et al. 2009 dan Iversen et al. 2003, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. telah ditemukan dimana–mana termasuk air, tanah,
tanaman, hewan, manusia dan lingkungan sehingga menjadi sesuatu yang tidak mengagetkan jika bakteri ini ditemukan pada unit produksi makanan, berbagai jenis bahan pangan, bahan baku
makanan yang berasal dari tanaman dan hewan. Penambahan bahan–bahan tambahan tersebut tersebut dilakukan sebelum maupun setelah proses pengeringan bahan utama. Menurut Robinson
1999b pengurangan kontaminasi mikroba yang berasal dari bahan baku seharusnya sudah dapat ditanggulangi dengan cara menerapkan metode pencampuran basah serta tidak menambahkan bahan
–bahan tersebut dengan metode pencampuran kering.
3. Ketahanan Panas Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.
Bakteri Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dapat tumbuh pada rentang suhu yang cukup luas. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 6°C hingga 45°C. Beberapa hasil
penelitian bahkan menunjukan beberapa galur dapat tumbuh pada suhu maksimum 47°C Nazarowec – White and Farber, 1997, Arroyo et al., 2009. Menurut Fitriyah, 2010 penggunaan suhu
rekonstitusi hingga 50°C tidak banyak berarti terhadap survival dan pertumbuhan Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dalam susu formula. Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dinilai
lebih toleran terhadap panas dibandingkan Enterobacteriacea lainnya meskipun bakteri ini inaktiv
11 dengan cepat selama proses pasteurisasi HTST. Penggunaan suhu rekonstitusi 70°C mampu
mereduksi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. hingga 6,51 log Meutia, 2008. Nilai inaktivasi termal Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang diperoleh sejumlah