Subtansi Pelindung Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.

14 Kriteria di atas digunakan dengan asumsi catatan produksi dari lot tersebut tidak diketahui dan kriteria yang digunakan berdasarkan basis lot. Instansi yang catatan produknya diketahui seperti produk tersebut tercatat dalam dokumentasi lengkap pada sistem HACCP, kriteria pengambilan contoh alternatif termasuk lot process control testing dapat dilakukan. Tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi kegagalan pemenuhan kriteria di atas antara lain 1 mencegah pengeluaran produk untuk konsumen dari lot yang terpengaruh 2 penarikan kembali produk jika produk tersebut telah dikeluarkan untuk konsumen, dan 3 menentukan dan mengoreksi akar penyebab kegagalan. Kriteria tersebut diaplikasikan untuk produk akhir bentuk bubuk setelah pengemasan primer hingga pada saat kemasan primer dibuka.

5. Subtansi Pelindung Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.

Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dapat memproduksi heteropolisakarida. heteropolisakarida yang diproduksi oleh galur Enterobacter sakazakii terdiri atas 13– 22 L-fucosa, 19–24 D-galaktosa, 23–30 D-glukosa, 0–8 D-mannosa, 29–32 asam glukuronat berdasarkan basis beratnya Harris Oriel, 1989. Heteropolisakarida tersebut juga diproduksi oleh Klebsiella pneumoniae dan Bacillus polymyxa. Komposisi dan berat molekul polimer tersebut bervariasi bergantung pada galur bakteri yang digunakan maupun kondisi khusus kulturnya. Heteropolisakarida tersebut sebenarnya pertama kali ditemukan pada tumbuhan teh dan dikenal sebagai polisakarida teh. Polisakarida teh dapat diproduksi dengan memfermentasi media kultur yang terdiri atas galur Enterobacter sakazakii tertentu atau mutan dan nutrien yang cocok. Polimer tersebut diproduksi pada rentang suhu 20°C hingga 40°C. Produksi polimer tersebut membutuhkan keberadaan sumber karbohidrat konvensional seperti glukosa, sukrosa, dan sejenisnya. Selain itu dibutuhkan minimal satu jenis sumber nitrogen organik maupun anorganik seperti yeast extract, tryptone, atau NH 4 CI. Rentang pH yang cocok untuk kondisi pembentukan polimer tersebut berkisar antara 5 hingga 9. Heteropolisakarida yang dihasilkan oleh Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dapat membentuk biofilm. Hasil penelitian Iversen, 2004 menunjukan bahwa bakteri ini dapat membentuk biofilm pada permukaan lateks, silikon, dan stainless steel ketika ditumbuhkan dalam susu formula. Hal ini dapat meningkatkan risiko infeksi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. karena material– material tersebut pada umumnya digunakan sebagai alat preparasi dan pembuatan susu formula. Eenterobacter sakazakii dilaporkan menempel pada silikon, lateks, dan polikarbonat pada luasan yang lebih besar dibandingkan dengan stainless steel. Jumlah bakteri yang masih hidup nilai median dari galur Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang membentuk kapsul pada lateks adalah sebesar 8x10 3 CFU cm 2 dibandingakan dengan 50 CFU cm 2 pada stainless steel Iversen, 2004. Selain itu galur Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang membentuk kapsul dapat membentuk biofilm pada silikon, lateks, dan polikarbonat yang lebih banyak dibandingkan galur Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang tidak membentuk kapsul yaitu dengan nilai median sebesar 6x10 3 CFUcm 2 dibandingkan 20 – 400 CFUcm 2 Iversen, 2004. Gambar 3. menampilkan biofilm yang dibentuk oleh galur Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang membentuk kapsul. Temperatur dan nutrisi dalam media tumbuh memiliki pengaruh penting dalam penempelan dan pembentukan biofilm Enterobacter sakazakii Cronobacter spp.. Populasi penempelan sel pada stainless steel dan botol susu oleh Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. lebih besar terjadi pada suhu 25°C dibandingkan pada suhu 12°C, yaitu jumlah sel meningkat dari 1,42 menjadi 1,67 log CFUcm2 dan dari 1,16 menjadi 1,31 log CFUcm 2 pada pembentukan biofilm pada stainless steel dan botol susu yang dibasahi dengan susu formula rekonstitusi pada suhu 25°C Kim, 2006. Akan tetapi 15 Kim 2006 juga menyatakan bahwa biofilm tidak terbentuk pada media TSB and jus selada meskipun suhu inkubasi yang digunakan suhu 25°C. Selain heteropolisakarida, Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. dapat membentuk trehalose Breeuwer, 2003. Trehalose adalah disakarida glukosa yang tidak tereduksi dan diasumsikan berperan dalam pengaturan yang sangat penting dalam melindungi bakteri dari kekeringan dengan cara menstabilkan membran fosfolipid dan protein Crowe et al., 1992. Konsentrasi trehalose akan meningkat meningkat pada kondisi fase stasioner. Pada fase stasionernya, konsentrasi trehalose yang dihasilkan oleh Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. mencapai 0,040 µmolmg protein sedangkan pada sel pada kondisi stasioner yang telah dikeringkan, Gambar 3. Heteropolisakarida yang diproduksi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. Iversen, 2004 konsentrasi trehalose meningkat menjadi 0,23 µmolmg protein Breeuwer, 2003. Pada fase eksponensial pengukuran konsentrasi trehalose sangat sedikit, yaitu0,003 µmolmg protein baik pada sel basah maupun sel yang telah dikeringkan. Penambahan trehalose ke dalam media tumbuh yang berisi Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. pada fase eksponensial dilaporkan telah meningkatkan ketahanannya setelah pengeringan. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi trehalose yang lebih tinggi pada fase stasioner akan meningkatkan ketahanan Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. terhadap stress osmotik dan kondisi kering. Hal tersebut juga menunjukan bahwa fase stasioner sel Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. lebih resisten terhadap stress osmotik dan kondisi kering dibandingkan dengan fase eksponensialnya. Kondisi fase stasioner merupakan syarat terjadinya akumulasi trehalose selama stress akibat kondisi kering. Dengan kata lain sel benar-benar akan mensintesis lebih banyak trehalose pada fase stasionernya. Selanjutnya jika terdapat trehalose yang tidak berguna maka akan terjadi induksi dari periplasmatic trehalase pada kondisi fase stasioner. Setiap terdapat trehalose yang tidak berguna akan ditransportasikan ke periplasma untuk dikonversi menjadi glukosa dan digunakan kembali.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN

1. Isolat

Isolat Enterobacter sakazakii Cronobacter spp. yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil isolasi Gitapratiwi 2011, Meutia 2008 dan satu isolat bakteri Cronobacter