Biomassa dan Karbon Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca, karena hutan mampu memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam vegetasi yang dikenal sebagai rosot karbon carbon sink. Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis tersebut umumnya disimpan dalam bentuk biomassa akar, batang, cabang, dan ranting Salisbury Ross 1992 diacu dalam Salim 2005 yang menjadikan vegetasi hutan tumbuh semakin besar dan semakin tinggi. Vegetasi hutan dengan kerapatan tinggi mampu menyerap lebih banyak CO 2 dibandingkan dengan vegetasi hutan dengan kerapatan rendah. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO 2 di atmosfer. Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Seperti yang dikemukakan oleh Suhendang 2002, sumberdaya hutan di Indonesia memiliki potensi tinggi dalam keanekaragaman hayati biodiversity dan potensi penyerapan karbon. Hasil studi ALGAS 1997 diacu dalam Retnowati dan Gintings 1997 menunjukkan bahwa hutan di Indonesia mampu menyerap sekitar 686 mega ton CO 2 pada tahun 1990, dan akan meningkat menjadi 844 mega ton pada tahun 2020. Sedangkan menurut Suhendang 2002 hutan di Indonesia yang luasnya sekitar 120,4 juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Disisi lain, FAO menyatakan bahwa jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 milyar ton biomassa, jauh lebih tinggi dari pada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20 biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini menyimpan 3,5 milyar ton karbon FWI 2003 diacu dalam Bakri 2009.

2.2 Biomassa dan Karbon Hutan

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area Brown 1997. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah above ground biomass dan biomassa di bawah permukaan tanah bellow ground biomass. Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik Kusmana 1993 diacu dalam Salim 2005. Sedangkan biomassa di bawah permukaan tanah diartikan sebagai semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman White Planskett 1991 diacu dalam Salim 2005. Pada proses fotositesis tumbuhan menyerap CO 2 dari udara kemudian mengubahnya menjadi bahan organik sehingga jumlah total biomassa tumbuhan dapat bertambah. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi, dan struktur tegakan Lugo Snedaker 1974 diacu dalam Onrizal 2004. Selain itu faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon Johnsen et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004. Cadangan karbon yang dihasilkan oleh suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan memperkirakan dari biomassa vegetasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun serta penyakit, sisanya tergabung di dalam struktur yang tersimpan dalam pohon Johnson et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004. Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45-50 bahan kering dari tanaman. Pendugaan emisi dan penyerapan karbon oleh kegiatan-kegiatan kehutanan di Indonesia TPTI, HTI, deforestasi, reboisasi, penghijauan, hutan rakyat dapat menggunakan metode IPCC, yaitu dengan cara menggunakan biomassa tanaman Anonymous 1996 diacu dalam Retnowati Gintings 1997.

2.3 Metode Pendugaan Biomassa dan Karbon