2.3 Metode Pendugaan Biomassa dan Karbon
Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan destructive sampling, metode sampling
tanpa pemanenan non-destructive sampling, metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan
pemanenan destructive sampling merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan
pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawahakar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah
organik Ostwald 2008. Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan non- destructive sampling merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak
merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada.
Metode sampling dengan pemanenan destructive sampling memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat
diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu
serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode
sampling tanpa pemanenan non-destructive sampling merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan
pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive
sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa.
Menurut Brown 1997 ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas
cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa tonha dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan
oleh Tiryana 2005, potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa
maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon diameter dan
atau tinggi dengan biomassanya. Persamaan alometrik berupa fungsi matematika yang didasarkan pada hubungan berat kering biomassa per pohon contoh dengan
satu atau lebih kombinasi dari dimensi pohon contoh diameter dan tinggi dapat dikembangkandihasilkan dari metode destructive sampling atau diperkirakan dari
Fractal Branching AnalysisFBA Adinugroho 2002. Martin et al. 1998 menyatakan bahwa persamaan alometrik dapat
digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada
tegakan hutan yang masih berdiri standing stock. Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis
pohon dan tipe hutan Chave et al. 2001. Sehubungan dengan pernyataan diatas Ketterings et al. 2001 membuat model penduga biomassa hutan dengan
menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan yaitu sebagai berikut:
W = 0,11 ρ D
2,62
...................................................................... 1
Keterangan : W
= biomassa kgpohon ρ
= kerapatan jenis gcm
3
D = diameter setinggi dada cm
Pendugaan biomassa dengan persamaan alometrik memberikan hasil dugaan yang akurasinya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Sehingga penggunaan
persamaan alometrik suatu jenis pohon yang telah diketahui untuk menduga potensi biomassa pohon yang sama dapat menghasilkan hasil dugaan yang cukup
akurat. Berbeda dengan metode pendugaan biomassa untuk individu pohon seperti
yang telah dijelaskan di atas, untuk pendugaan biomassa skala tegakan umumnya digunakan teknik penarikan contoh sampling. Sampling adalah suatu cara
pengamatan terhadap suatu populasi yang dilakukan hanya terhadap sebagian populasi yang mewakili seluruh unit yang terdapat di dalam populasi tersebut
Sutarahardja et al. 1982 diacu dalam Noronhae 2007. Cara sampling umum digunakan karena cara ini membutuhkan waktu pengukuran yang relatif singkat,
memberikan keterwakilan contoh yang tinggi, pekerjaan lapangan lebih mudah dengan ketelitian tinggi dan dapat mengurangi biaya. Systematic sampling with
random start penarikan contoh sistematik dengan pengacakan awal merupakan salah satu teknik penarikan contoh yang sering digunakan dalam pendugaan
potensi biomassa skala tegakan. Unit contoh dalam systematic sampling diambil secara sistematik menurut aturan atau pola tertentu. Pola yang umum digunakan
dalam kegiatan inventarisasi hutan berupa grids kotak-garis berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dirancang pada peta dengan jarak tertentu,
dimana unit-unit contoh ditempatkan pada titik-titik sudutnya. Dalam hal ini, hanya unit contoh pertama saja yang dipilih secara acak dari populasi, sedangkan
unit contoh lainnya dipilih dengan intervaljarak k tertentu secara sistematik Sutarahardja 1999 diacu dalam Noronhae 2007. Unit contoh yang digunakan
biasanya berupa plot lingkaran berukuran tertentu dalam satuan hektar, misalnya 0,02 ha; 0,04 ha; 0,05 ha; 0,1 ha, dsb Sutarahardja 1999 diacu dalam Noronhae
2007. Unit contoh lingkaran dapat dibuat dengan mudah karena hanya memerlukan titik pusat unit contoh dan jari-jari lingkaran selain itu relatif mudah
dalam menentukan pohon batas borderline tree. Kesalahan sampling atau kesalahan contoh akan terjadi dalam pendugaan
dengan menggunakan contoh sebagai akibat dari peluang pemilihan unit contoh. Kesalahan penarikan contoh merupakan perbandingan yang mungkin antara nilai
taksiran dengan nilai sebenarnya dalam populasihutan tersebut yang dinyatakan dalam persen. Dengan demikian semakin kecil nilai perbedaan tersebut, maka
penarikan contoh yang dilakukan semakin teliti Husch 1987 diacu dalam Noronhae 2007.
Berdasarkan teknik sampling tersebut, dapat diperoleh nilai-nilai dugaan rata-rata dan total potensi biomassa atau karbon. Nilai biomassa yang diperoleh
dari hasil perhitungan dapat digunakan untuk menduga potensi karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan. Karbon merupakan komponen penyusun
biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45-50 bahan kering dari tanaman. Berdasarkan hasil konferensi IPCC 2006, fraksi karbon dari biomassa hutan
diatas tanah yaitu 0,47 sehingga untuk mengetahui potensi karbon ton Cha dalam hutan dapat diduga dengan mengalikan biomassa dengan fraksi karbon
tersebut.
C = W x 0,47 ............................................................................. 2
Keterangan : C
= karbon ton W
= biomassa kgpohon 0,47
= fraksi karbon
2.4 Volume Pohon dan Metode Pendugaannya