Pengujian Fungsi Produksi Kakao

Saluran pemasaran I memang lebih panjang jika dibandingkan dengan saluran I dan III. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan di lokasi penelitian terhadap harga yang diterima petani relatif tidak jauh berbeda. Hal ini menggambarkan bahwa terjadi kolusi antara pedagang nagari, pedagang kecamatan dan pedagang kabupaten dalam menetapkan harga kakao ke petani. Kondisi tersebut semakin menegaskan bahwa tidak ada harga terbaik bagi petani dalam kondisi pasar tidak bersaing sempurna atau oligopsoni, seperti yang terjadi pada pasar kakao di Kabupaten Padang Pariman. Dimana petani tidak mempunyai kekuatan dalam menentukan harga kakao. Selain hal di atas juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar antara petani dengan pedagang kakao sehubungan dengan informasi mengenai nilai pasar sebenarnya dari kakao. Tingkat pengetahuan petani cenderung terbatas dan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pedagang. Harga biasanya ditentukan oleh pedagang pada saat penimbangan akan dilakukan. Petani hanya menerima harga yang ditawarkan oleh pedagang. Hal yang bisa dilakukan oleh petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah membatalkan transaksi, sama sekali tidak menjual, atau menjual ke pedagang lain walaupun perbedaan harga tidak ada atau hanya berbeda sedikit. Sistem transaksi yang terjadi antara petani sebagai penjual produk kakao dengan pedagang sebagai pembeli dilakukan secara kontan cash yang berarti langsung dibayar pada saat harga telah disepakati oleh keduanya. Tapi ada 10 persen dari petani responden mempunyai perbedaan dalam penerimaan hasil penjualan kakao. Dimana petani ini sebelumnya telah berhutang dengan pedagang untuk memenuhi kebutuhan produksi seperti pembelian pupuk dan pestisisa. Sehingga mereka hasil penjualan kakao setelah di kurangi hutang. Untuk pedagang yang mendatangi petani maka proses transaksi terjadi pada saat kakao masih di jemur, kemudian ditanyakan sudah berapa hari dijemur untuk memperkirakan kadar air biji kakao oleh pedagang dan kemudian terjadi tawar menawar terhadap harga. Apabila harga sesuai dan terjadi kesepakatan antara keduanya maka kakao biasanya langsung ditimbang ditempat dan dibawa oleh pedagang setelah dilakukan pembayaran. Untuk petani yang mendatangi pedagang untuk menjual kakaonya, juga terjadi pembayaran secara kontan cash. Petani mendatangi pedagang kemudian ditentukan kadar air sehingga di dapatkan berapa harga yang disepakati, berdasarkan kadar airnya. Demikian juga yang terjadi antara pedagang nagari yang menjual ke pedagang kecamatan dan pedagang kecamatan menjual ke pedagang kabupaten juga dilakukan transaksi secara kontan cash. Penentuan harga juga berdasarkan kandungan kadar air dan berat biji setelah dilakukan penimbangan.

7.1.2. Kondisi Keluar Masuk Pasar

Kondisi keluar masuk pasar dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya hambatan memasuki pasar. Tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti, tinggi rendahnya modal yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar, keterkaitan antara lemabaga pemasaran atau hubungan dengan lembaga pemasaran. Kontrol dan intervensi pemerintah daerah dan pusat dalam perdagangan kakao dalam bentuk peraturan yang membatasi ataupun mengatur mekanisme perdagangan kakao secara spesifik tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar dalam pemasaran kakao sangat dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki oleh lembaga pemasaran yang terlibat, misalnya untuk akses pada fasilitas penyimpanangudang dan transportasi, serta yang tidak kalah pentingnya adanya hubungan kepercayaan di antara para pelaku pasar. Umumnya lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran kakao di lokasi penelitian memiliki pengalaman yang cukup lama lebih dari 10 tahun, memiliki modal yang besar dan bankable, memiliki hubungan kepercayaan yang baik dengan lembaga pemasaran lainnya sehingga memiliki akses informasi yang baik. Dari hasil penelitian didapatkan informasi bahwa, menurut petani lebih baik menjual biji kakaonya kepada pedagang yang sudah mereka kenal dengan alasan keamanan dan sudah adanya ikatan emosional. Namun demikian dalam pasar kakao pada tingkat pedagang nagari sangat mudah dan bebas untuk memasukinya. Disini petani bebas untuk menjual hasil panen kakao kepada pedagang yang ada. Demikian juga pada tingkat pedagang kecamatan tidak terjadi hambatan baik secara teknis maupun sosial untuk memasuki pasar kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Hanya saja biasanya hambatan datang dari pedagang sendiri berupa modal usaha yang akan digunakan untuk memasuki pasar. 7.1.3. Kondisi dan Keadaan Produk Produk kakao yang diperdagangkan relatif beragam atau terdiferensiasi karena belum ada standarisasi yang baku di tingkat petani. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan dalam proses pengolahan disamping bibit yang digunakan petani dalam membudidayakan kakao juga belum seragam. Akibatnya manipulasi kualitas sering terjadi baik atas kesadaran petani sendiri maupun atas anjuran pedagang pengumpul. Proses standarisasi dan grading hanya dilakukan di tingkat pedagang kabupaten berdasarkan kadar air dan bentuk biji kakao. Selain itu tidak ada proses penambahan nilai pada kakao yang diperdagangkan. 7.2.Perilaku Pasar Perilaku pasar yang ditunjukan oleh perilaku lembaga pemasaran yang ada di lokasi penelitian dianalisis berdasarkan empat indikator utama, yaitu: 1 praktek pembelian dan penjualan, 2 proses pembentukan harga, 3 praktek dalam menjalankan fungsi pemasaran serta 4 kerjasama antarlembaga pemasaran. Sehingga akan didapatkan informasi mengenai perilaku dari masing- masing lembaga pemasaran, yang bersifat kualitatif.

7.2.1. Praktek Pembelian dan Penjualan

Praktek pembelian dan penjualan yang terjadi di Kabupaten Padang pariaman biasanya petani kakao melakukan penjualan kakao kepada pedagang lokal yang sudah dikenal baik atau minimal sudah pernah bertransaksi sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada lembaga pemasaran yang ada diatasnya, meskipun kebebasan untuk melakukan jual dan beli terjadi di daerah penelitian. Hal ini terjadi karena: 1 adanya hubungan baik dengan pedagang yang bersangkutan, dan 2 terbatasnya akses petani dengan pedagang yang berasal dari