Struktur Produksi Kakao Analysis of Cocoa Production and Marketing in Kabupaten Padang Pariaman West Sumater Province

VII. Analisis Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman

Pemasaran produk pertanian dimulai saat petani merencanakan produknya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Setelah panen, produk pertanian tidak selamanya langsung dapat dikonsumsi oleh konsumen sehingga dibutuhkan sarana tranportasi untuk membawa ke pasar. Dengan demikian, untuk membawanya dibutuhkan lembaga pemasaran yang akan memindahkan hasil pertanian dari pusat produksi ke tempat pengolahan dan ke pusat konsumen. Disamping itu, produk pertanian khususnya produk subsektor perkebunan biasanya sebelum dikonsumsi, akan mendapatkan beberapa perlakuan sebelum produk tersebut dapat dikonsumsi. Demikian juga dengan kakao, juga harus mendapatkan perlakuan-perlakuan sebelum di antar ke pasar dan dinikmati konsumen.

7.1. Struktur Pasar

Struktur pasar kakao di Kabupaten Padang Pariaman di identifikasi dengan melihat dua indikator utama pemasaran yaitu : 1 lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran kakao , 2 kondisi keluar masuk pasar, 3 kondisi dan keadaan produk. Masing-masing cara identifikasi tersebut akan diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut :

7.1.1. Lembaga Pemasaran

Proses pengolahan dari buah kakao menjadi biji kakao kering dilakukan sejalan dengan saat panen. Sebelum dipasarkan kakao harus melalui terlebih proses pengolahan terlebih dahulu di kebun petani yang tersebar dan relatif jauh dari lokasi pemukiman. Jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen kakao serta lokasi kebun yang umumnya terpencar dan berjauhan membutuhkan peran serta lembaga pemasaran dalam pemasarannya. Dalam suatu usahatani, aspek tataniaga merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat menentukan keberhasilan dari usahatani tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, hampir sebagian besar petani responden menjual kakao kepada pedagang nagari, walaupun ada juga beberapa petani reponden yang langsung menjual hasil panennya tersebut ke pedagang kecamatan. Para pedagang nagari membeli biji kakao petani dengan cara langsung mendatangi rumah petani tersebut untuk melakukan transaksi. Biji kakao yang sudah dalam karung plastik, kemudian dibawa ke pinggir jalan untuk lebih memudahkan dalam pengangkutan. Biaya pengangkutannya sepenuhnya ditanggung oleh pihak pedagang nagari. Petani responden pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran biji kakao yang mereka hasilkan. Karena petani sudah bekerjasama dengan pedagang untuk membeli hasil panennya, yang mana pedagangl akan datang setiap minggu. Hanya saja masalah yang dihadapi oleh petani adalah harga yang ditawarkan adalah rata-rata Rp 16 000 per kg. Padahal harga biji kakao di tingkat pedagang kabupaten berkisar antara Rp 20 800 sampai dengan Rp 22 000 per kg. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kakao di lokasi penelitian adalah: petani, pedagang nagari, pedagang kecamatan, pedagang kabupaten. Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa terdapat tiga saluran pemasaran yang digunakan petani di lokasi penelitian dalam memasarkan kakao, seperti yang terlihat pada Gambar 2 yaitu: I 85 II 15 III 25 Gambar 2. Saluran Pemasaran Kakao di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012 PETANI PED. KECAMATAN PED. NAGARI PED. KABUPATEN

7.1.1.1. Saluran Pemasaran I

Saluran pemasaran I adalah saluran pemasaran yang digunakan petani dengan melibatkan pedagang nagari, pedagang kecamatan, kemudian ke pedagang kabupaten. Pada saluran pertama, pada saat panen petani mengumpulkan hasil panennya, lalu menjualnya pada pedagang nagari, petani yang menjual hasil panennya ke pedagang nagari sebanyak 60 orang 85.71 persen dengan harga Rp 16 000 per kg. Petani memilih saluran ini karena petani lebih mudah dalam menyalurkan hasil panennya serta hemat biaya pemasarannya dan alasan lain karena jalur sarana transportasi dan kondisi jalan yang berupa jalan berbatu saat ini sedang dalam kondisi rusak berat dan sulit dilalui kendaraan umum. Kemudian dari pedagang nagari menjual biji kakao ke pedagang kecamatan, kemudian dari pedagang kecamatan langsung ke pedagang kabupaten. Pedagang kecamatan menjual biji kakao ke pedagang kabupaten seharga Rp 17 000 per kg. Kemudian dari pedagang kecamatan langsung di jual lagi ke pedagang kabupaten yang berada di luar Kecamatan dengan harga Rp. 18 800. Pedagang kabupaten ini lalu menjual terakhir dengan harga Rp. 20 800. Petani yang menggunakan saluran pemasaran I ini adalah petani yang produksinya kurang dari 50 kg per bulan. Sehingga petani berpikir secara rasional lebih baik biji kakao hasil panennya langsung di jual ke pedagang nagari.

7.1.1.2. Saluran Pemasaran II

Petani langsung menjual hasil panennya ke padagang kecamatan, pedagang kecamatan menjual ke pedagang kabupaten. Pada saluran ini petani yang mengantarkan biji kakao ke pedang kecamatan. Sehingga petani harus mengeluarkan biaya transportasi. Petani yang melakukan saluran pemasaran II ini adalah petani yang hasil produksi biji kakao ter minggunya lebih dari 50 kg dan mereka memiliki kendaraan untuk menuju pedagang kecamatan. Petani yang menjual langsung ke pedagang kecamatan berjumlah 10 orang 14.29 persen dengan harga Rp. 17 000 per kg. Dengan adanya silisah harga anatar pedagang nagari dengan pedagang kecamatan, maka ada petani yang memilih saluran pemasaran II. Karena setelah dihitung dengan pengorbanan biaya