Analysis of Value Chain System And Marketing Strategy Seaweed In Southeast Maluku Regency, Maluku Province

(1)

ANALISIS

VALUE CHAIN SYSTEM

DAN STRATEGI

PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU

TENGGARA, PROVINSI MALUKU

ANNA MARIA NGABALIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini menyatakan bahwa tesis Analisis value chain system dan strategi pemasaran rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013 Anna Maria Ngabalin NIM H251100371


(4)

(5)

RINGKASAN

ANNA MARIA NGABALIN. Analisis Value Chain System dan Strategi Pemasaran Rumput Laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Dibimbing oleh MA‟MUN SARMA dan WILSON H. LIMBONG.

Analisis value chain system merupakan alat analisis strategi yang digunakan untuk memahami secara lebih baik keunggulan kompetitif yang terdapat pada kegiatan-kegiatan dari hulu sampai dengan hilir, yaitu dari proses pembibitan rumput laut sampai pada proses pemasaran rumput laut yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sistem rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini dan menganalisis serta menentukan strategi pemasaran produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dan dapat menciptakan proses pemasaran yang efisien.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung kegiatan operasional dan wawancara dengan tiap pelaku rantai nilai. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, dengan jumlah responden 41 orang. Pengolahan data menggunakan analisis value chain system untuk proses dari hulu ke hilir, analisis nilai tambah dengan melihat pada faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang di gunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, dan nilai input yang disesuaikan dengan margin tataniaga serta analisis SWOT untuk merumuskan strategi pemasaran produksi rumput laut.

Alternatif strategi pemasaran yang di analisis menggunakan metode SWOT dengan memperhatikan tiap uraian pemetaan rantai nilai yang diharapkan dapat memperbaiki tataniaga sehingga lebih terstruktur serta pengolahan komoditi unggulan di masing-masing daerah percontohan yang dampaknya adalah memaximalkan hasil komoditi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aktivitas utama adalah proses pembibitan, operasional, logistik keluar, serta tahap pemasaran dan penjualan, yang di dukung juga dengan infrastruktur, manajemen sumber daya manusia, serta pengembangan teknologi rumput laut. Hasil analisis nilai tambah per kg rumput laut pada nelayan Rp. 287.67, pedagang pengumpul kecil Rp. 550 dan pedagang pengumpul besar Rp. 850 hasil analisis SWOT yang di peroleh analisis internal skor tertimbang 2.474 dan hasil dari analisis eksternal 2.634. Sehingga gabungan faktor internal dan eksternal tersebut memperlihatkan posisi objek yang sedang diteliti berada pada ruang V yaitu stabilitas (menjaga dan mempertahankan) sehingga strategi yang layak ditawarkan untuk posisi stabil tersebut yaitu para nelayan dapat melakukan kegiatan penetrasi pasar dan langkah penyempurnaan strategi pengembangan produk untuk mempertahankan dan memelihara kinerja yang sudah dicapai.


(6)

(7)

SUMMARY

ANNA MARIA NGABALIN. Analysis of Value Chain System And Marketing Strategy Seaweed In Southeast Maluku Regency, Maluku Province, Supervised

by MA‟MUN SARMA and WILSON H. LIMBONG.

Analysis of value chain system is a strategic analysis tool that is used to better understand the competitive advantage found in the activities of upstream to the downstream, from the nursery to the seaweed marketing process in Southeast Maluku district. The purpose of this researchs to study the system of seaweed products value chain in Southeast Maluku regency at present and analyze and determine the marketing strategy of seaweed products in Southeast Maluku regency to create efficient marketing processes.

Primary data were obtained from direct observations and interviews with the operational activities of each value chain actors. Sampling was purposive sampling method, the number of respondents is 41 people. Data processing used to analysis of value chain system for the process from upstream to downstream, value added analysis to look at the technical factors that influence the production capacity, the amount of raw materials used and labor, while the factors that influence the market price of output, wage labor, and the input values are adjusted for margin trading system as well as a SWOT analysis to formulate marketing strategies seaweed production.

Alternative marketing strategies are analyzed by using SWOT method with respect to any description of the expected value chain mapping that can improve the trading system that is more structured and commodity processing in each of the pilot areas is to maximize the impact of commodity.

These results indicate that the main activity of which is the process of breeding, outbound logistics, marketing and sales as well as the stage, which is also supported by the infrastructure, human resources management, as well as technology development of seaweed. The analysis of value added of seaweed on fishermen Rp. 287.67, small traders Rp. 550 and large traders Rp. 850 SWOT analysis of the results obtained from the internal analysis of 2.474 weighted score and external analysis of the results of 2.634. The combination of internal and external factors shows the position of the object being studied is located in the space V of stability (keep and maintain) that offered a viable strategy for the stable position of the fishermen are able to do the activities and measures market penetration improving product development strategy to sustain and maintain the performance that has been achieved.


(8)

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(10)

(11)

ANALISIS

VALUE CHAIN SYSTEM

DAN STRATEGI

PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU

TENGGARA, PROVINSI MALUKU

ANNA MARIA NGABALIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(12)

(13)

Judul Tesis : Analisis value chain system dan strategi pemasaran rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku

Nama : Anna Maria Ngabalin NIM : H251100371

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ma‟mun Sarma, MS.,M.Ec Ketua

Prof Dr Ir Wilson H Limbong, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi lmu Manajemen

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc Agr


(14)

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah Analisis Value Chain System

dan Strategi Pemasaran Rumput Laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS., M.Ec dan Bapak Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS selaku pembimbing, yang telah memberikan arahan, kritik dan saran dalam menyelesaikan tesis.

2. Dr. Mukhamad Najib, STP, MM selaku penguji luar komisi atas saran, kritik demi kesempurnaan tesis ini.

3. Seluruh Dosen dan staf sekretariat pada program pascasarjana Ilmu Manajemen yang telah membagi ilmu, pengalaman serta kemudahan selama menempuh studi.

4. Bapak Dr.rer.nat.Ir.E.A. Renjaan,. M.Sc selaku Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual

5. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Drs. M. Ngabalin dan Ibu Monica Elsoin serta adik-adikku tersayang T. Vita Ngabalin, SH dan J. Grand Ngabalin, ST, yang senantiasa dengan sabar mendoakan, memberikan semangat, perhatian baik moral dan spiritual. Semoga selalu menjadi yang terbaik bagi mereka. 6. Keluarga besarku serta mereka semua yang menyayangiku dan telah

memberikan doa, semangat, bantuan dan kasih sayang.

7. Teman- teman program studi Ilmu Manajemen yang senantiasa memberikan semangat dan rasa kebersamaannya.

8. Serta semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasamanya dalam penyelesaian tesis ini

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013


(16)

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Tinjauan Teoritis 5

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu 15

Kerangka Pemikiran Penelitian 16

3 METODE PENELITIAN 18

Lokasi, dan waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 18

Penentuan Jumlah Sampel dan Metode Pemilihan Sampel 18

Pengumpulan Data 19

Pengolahan dan Analisis Data 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Keadaan Umum Daerah Penelitian 26

Pemetaan Pelaku dalam Value Chain System Budidaya Rumput Laut

34 Struktur Value Chain System Budidaya Rumput Laut 36

Analisis Nilai Tambah 44

Hasil Analisis SWOT 47

5 SIMPULAN DAN SARAN 55

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN 61


(18)

1 Hasil produksi rumput laut kering di KabupatenMaluku Tenggara Tahun 2008-2011 (DKP Kab. Malra 2011)

2 2 Contoh aplikasi nilai tambah metode Hayami 9 3 Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan 15 4 Sebaran responden rantai nilai budidaya rumput laut diKabupaten

Maluku Tenggara Provinsi Maluku

19

5 Aktivitas pendukung 22

6 Matrix SWOT 25

7 Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut Kecamatan 26 8 Ibukota Kecamatan, banyaknya Desa induk anak Desa dan

Kelurahan menurut Kecamatan.

26 9 Kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban 27 10 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk 28 11 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin 29 12 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan 29 13 Jumlah nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara 29 14 Pendapatan masyarakat pembudidaya rumput laut 30 15 Pertumbuhuan sektoral di Kabupaten. Maluku Tenggara 32 16 Lokasi pengembangan dan komoditi budidaya yang

dikembangkandi Kabupaten Maluku Tenggara

33 17 Produksi komoditas budidaya Kabupaten Maluku Tenggara 34 18 Kondisi pembudidayaan dan kelompok budidaya rumput laut di

Kabupaten Maluku Tenggara

40 19 Pemanfaatan lahan budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah

pembudidayaan

42

20 Aktivitas pendukung 43

21 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat nelayan 44 22 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul

kecil

45 23 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang Pengumpul

besar

46 24 Perbandingan analisis nilai tambah nelayan, pedagang Pengumpul

skala kecil dan pedagang pengumpul skala besar

47

25 Hasil analisis matriks IFE 50

26 Hasil analisis matriks EFE 50


(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram rantai nilai 8

2 Nilai margin 10

3 Kerangka pemikiran 17

4 Value chain rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara 21

5 Rantai pemasaran 24

6 Matrix IE 25

7 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Malra 31

8 Pemanenan rumput laut di Desa Letvuan 38

9 Penjemuran rumput laut dengan tenaga matahari 38 10 Pabrik rumahan dan pembangunan pabrik yang terdapat di

Desa Letvuan

39

11 Pola alur rantai nilai 40

12 Peta pengembangan rumput laut di Kabupaten. Maluku Tenggara

41


(20)

1 Kuesioner 1a Supplier bibit 63 2 Kuesioner 1b Supplier pupuk dan obat-obatan 72

3 Kuesioner 2 Nelayan rumput laut 75

4 Kuesioner 3 Pengolah rumput laut 83

5 Kuesioner 4a Pedagang pengumpul lokal (Skala Besar) 90 6 Kuesioner 4a Pedagang pengumpul lokal (Skala Kecil) 96 7 Kuesioner 5 Instansi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara 101 8 Kuesioner bobot faktor penilaian peringkat 104 9 Kuesioner daftar pertanyaan untuk mendapat bobot faktor

strategi internal

108 10 Kuesioner daftar pertanyaan untuk mendapat bobot faktor

strategi eksternal

109 11 Gambar peta perencanaan pengembangan kluster budidaya

Kabupaten Maluku Tenggara

111 12 Gambar peta budidaya rumput laut di Kecamatan Kei Kecil

Kabupaten Maluku Tenggara

112 13 Tabel rencana pengembangan budidaya rumput laut TA 2011-

2015

113 14 Tabel anggaran pengembangan budidaya rumput laut APBN

pusat, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten TA 2011-2015

116


(21)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsep rantai nilai yang dipopulerkan oleh Michael E. Porter pada tahun 1985 dalam buku Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari sembilan aktivitas operasi penambahan nilai umum dalam sebuah perusahaan. Rantai nilai (value chain) adalah pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat-bisnisnya dan menggambarkan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk membawa produk atau jasa dari konsepsi.

Pengembangan rantai nilai merupakan proses partisipatif yang mengarah pada intervensi menyeluruh dan terkoordinasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang pro-masyarakat miskin bagi semua pelaku rantai nilai, termasuk produsen yang miskin sumber daya. Analisis sistem rantai nilai membuat kita memahami tantangan kompetisi internasional, mengidentifikasi hubungan dan mekanisme koordinasi, dan memahami bagaimana pelaku rantai berhubungan dengan kekuasaan (Porter 1990).

Dapat dikatakan bahwa tujuan dari analisis value chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain di mana perusahaan dapat meningkatkan

value untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya. Bentuk value chain yang ada pada produksi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara melibatkan lebih dari satu lembaga pemasaran yang menghubungkan nelayan rumput laut ke konsumen maupun eksportir (Porter 1990). Usaha untuk mempertahankan keunggulan kompetitif membutuhkan rencana jangka panjang. Keberhasilan jangka pendek tidak lagi merupakan ukuran yang utama tentang kesuksesan, karena kesuksesan jangka panjang membutuhkan rencana dan tindakan jangka panjang yang stratejik.

Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor yang potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara eksportir penting di Asia karena rumput laut tumbuh dan tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering tetapi tidak semua bermanfaat bagi manusia. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah dan ganggang cokelat karena mengandung agar-agar, keraginan, porpiran, dan furcelaran. menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2010) sebanyak 70% produksi bahan mentah rumput laut kering di ekspor ke China, Uni Eropa, dan Filipina. Pasar dalam negeri masih menyerap 30 persen bahan mentah rumput laut kering.

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Maluku Tenggara adalah jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii


(22)

ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Genus Eucheuma popular di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil karaginan.

Potensi lain yang dihasilkan dari budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dengan luas kepulauan sebesar 40.213.6 km3, memiliki jumlah tenaga kerja pada sektor budidaya rumput laut kurang lebih 30.000 orang saat ini (30% jumlah penduduk Kabupaten Maluku Tenggara) dapat dikatakan bahwa Rumput Laut merupakan salah satu jenis sumber daya laut yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pekerjaan yang sesuai dengan keadaan masyarakat pesisir sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan secara bertahap di Kabupaten Maluku tenggara.

Produksi rumput laut kering di Kabupaten Maluku Tenggara dihasilkan dari pengolahan Budidaya rumput laut dalam masa tanam 45 hari dan dalam 1 Tahun dilakukan 6 kali panen. Hasil produksi rata-rata rumput laut kering Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2008 yang sebesar 2.364 Ton yang dihasilkan dari jumlah hasil produksi panen 45 dikali 6 kali panen, jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang menghasilkan 7.944 Ton (DKP 2011) maka sangat jelas terlihat bahwa ada peningkatan yang cukup tinggi pada produksi rumput laut dalam jangka waktu 3 tahun sehingga memiliki peluang pada pengembangan serta mencapai tujuan di bidang ekonomi dan sosial yakni meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai salah satu potensi pembangunan serta mewujudkan peningkatan dan keterpaduan pendayagunaan potensi sumberdaya alam kawasan pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk menunjang perekonomiam kawasan pesisir.

Tabel 1 Hasil produksi rumput laut kering di Kabupaten Maluku Tenggara

Tahun Produksi

(Ton)

Pertumbuhan (%)

Hasil Produksi (Ton/Tahun)

2008 394 24.37 2364

2009 521 57.29 3126

2010 1220 1323 7320

2011 1324 - 7944

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malra (2010-2011)

Walaupun dalam dua tahun terakhir ini produksi rumput laut kering sangat bagus, namun kondisi perdagangan rumput laut sangat berpotensi besar menjadi permainan pedagang pengumpul. Ini terjadi karena peran pedagang pengumpul sangat besar bagi terlaksananya perdagangan rumput laut dari petani ke pedagang besar dan pasar ekspor. Secara empiris dilapangan seringkali dijumpai bahwa para nelayan produsen tampaknya tetap saja menghadapi fluktuasi harga terutama saat melakukan aktifitas penjualan dalam pemasaran.

Proses pemasaran yang efisien menjadi tujuan utama dari aktifitas pemsaran budidaya rumput laut. Suatu proses pemasaran dikatakan berjalan dengan efisien apabila terciptanya kepuasan bagi semua pelaku rantai pemasaran baik bagi nelayan sebagai produsen, konsumen dan lembaga pemasaran yang


(23)

menghubungkan antara nelayan dengan konsumen dalam hal ini pedagang pengumpul.

Sistem pemasaran yang efisien juga harus dapat membentuk harga pasar yang saling berkaitan dengan perubahan tempat melalui biaya pengangkutan, dengan perubahan bentuk melalui biaya pengolahan dan dengan perubahan waktu melalui biaya penyimpanan. Dalam konteks ini, analisis sistem rantai nilai sangat penting untuk meningkatkan akses pasar dan memastikan arus produk yang lebih efisien, serta menjaga agar semua pelaku mendapat manfaat yang proporsional sesuai dengan kontribusinya.

Perumusan Masalah

Kemampuan produksi Rumput Laut yang tinggi tidak akan berarti apabila tidak didukung oleh sistem pemasaran yang tepat serta struktur rantai nilai yang efisien. Strategi pemasaran yang tepat akan membuat usaha rumput laut berkembang dan menguntungkan. Akan tetapi realitas yang terjadi, peningkatan hasil budidaya rumput laut tidak secara signifikan meningkatkan pendapatan nelayan budidaya. Ada beberapa kekurangan dalam rantai nilai rumput laut yang dapat diperhatikan antara lain misalnya pada aktifitas utama dalam opersional teknologi pengolahan, mengubah rumput laut menjadi produk akhir yang langsung dapat dikonsumsi, distribusi dan pemasaran ke pelanggan yang didukung informasi, tata kelola dan praktik usaha yang baik dengan perbaikan berkelanjutan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini?

2. Bagaimana bentuk strategi pemasaran produk rumput laut yang harus digunakan agar dapat terciptanya proses pemasaran yang efisien?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari sistem rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini.

2. Menganalisis dan menentukan strategi pemasaran produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara agar dapat menciptakan proses pemasaran yang efisien.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan evaluasi oleh pemerintah daerah dalam pengembangan industri budidaya rumput laut yang berkelanjutan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, terutama pembudidaya.


(24)

2. Bahan informasi kepada pembudidaya rumput laut tentang sistem dan strategi pemasaran yang efektif dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut. 3. Sebagai acuan penentuan strategi pemasaran yang efisien dalam pengelolaan

industri budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis rantai nilai produksi dan pemasaran rumput laut yang terdiri dari aktifitas utama maupun aktifitas pendukung yang dikhususkan di desa percontohan di Kabupaten Maluku Tenggara serta alternatif strategi pemasaran yang dapat menciptakan efisiensi sistem pemasaran yang di dasarkan atas hasil analisis Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats


(25)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis

1 Rumput laut

Budidaya di laut (marikultur) yang biasanya digunakan berupa perairan laut yang terlindung, yakni berupa teluk, selat dan shallow sea. Pada daerah terlindung tersebut selanjutnya dikaji aspek aksesibilitas, legalitas, hidrooseanografi, kualitas air, ekosistem dan sosekbud untuk menduga daya dukung dan kesesuaian lingkungan untuk marikultur (Effendi, 2004). Sirkulasi air banyak dipengaruhi oleh arus akibat pasut air laut. Teluk yang memiliki pasut laut dengan kisaran yang kecil umumnya memiliki arus laut yang relatif lambat (0,01 – 0,10 m/detik) sehingga sirkulasi air di perairan ini relatif kecil. Teluk demikian sering kali sangat subur bahkan terlampau subur (eutrofikasi) bila banyak menerima nutrien dari daratan (Effendi 2004).

Rumput laut (seaweed) merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang dipanen dari laut. Dari segi morfologisnya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang mirip. Walaupun sebenarnya berbeda, yaitu berbentuk thallus. Budidaya rumput laut di Indonesia banyak dilakukan karena memiliki manfaat antara lain: sebagai pupuk organik, bahan baku industri makanan dan kosmetik, sampai obat-obatan (Nontji 1993).

Ada beberapa jenis rumput laut yang dianggap potensial. rumput laut potensial yang dimaksud disini adalah jenis-jenis rumput laut yang sudah diketahui dapat digunakan di berbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida agar-agar keduanya merupakan rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang mengandung bahanutama polisakarida alginat. Selain itu ada juga jenis alga hijau (Chlorophyceae) kebanyakan bermanfaat sebagai makanan manusia, pakan hewan dan obat (Atmadja 1989).

Rumput laut di Indonesia sekarang sudah merupakan komoditi ekspor, terlihat dari semakin meningkatnya nilai ekspor terutama jenis Rhodophyceae dan

Chlorophyceae. Potensi ini ditunjang oleh keadaan wilayah perairan dan ketersediaan alami yang cukup banyak serta lahan budidaya yang luas. Di Indonesia rumput laut yang bernilai ekonomis penting adalah Rhodophyceae, namun Chlorophyceae dan Phaeophyceae juga mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan.

Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma. karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum,

kappa karaginan dikenal dengan tipe rumput laut dan lambda karaginan.


(26)

pantai. Dari kedua jenis tersebut Eucheuma rumput laut yang paling banyak dibudidaya, karena permintaan pasar sangat besar. Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya usaha budidaya bila kegiatan budidaya rumput laut dilakukan. Jika ingin memperoleh hasil yang memuaskan dari usaha rumput laut, hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya rumput laut (Aslan 1998). Selain pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, metode penanaman perlu juga diperhatikan.

Menurut Aslan (1998), terdapat tiga metode penanaman rumput laut berdasarkan posisi tanam terhadap dasar perairan, yaitu: (i) metode dasar (bottom method), (ii) metode lepas dasar (off bottom method) dan (iii) metode apung (floating metod). Syamsudin (2004), menyatakan bahwa pemilihan metode budidaya rumput laut memiliki korelasi terhadap produktivitas dan pertumbuhan

thallus rumput laut yang dibudidayakan. Hal ini didasarkan dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan membandingkan produktivitas 3 (tiga) metode budidaya rumput laut, yaitu metode tali rawai/ long line, metode lepas dasar dan metode dasar. Selanjutnya dikatakan bahwa metode tali rawai/ long line

merupakan metode budidaya rumput laut yang paling produktif dengan laju pertumbuhan harian thallus rata-rata 7.67% per hari, metode lepas dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata 7.54% per hari dan metode dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata sebesar 2.12 % per hari.

2 Teori value chain (rantai nilai)

Menurut Pietrobelli dan Rabelloti (2006), rantai nilai mencakup semua kegiatan yang diperlukan untuk membuat produk, mulai dari konsepsi hingga produk tersebut dipasarkan. Kegiatan tersebut meliputi pengembangan produk, tahap produksi yang berbeda-beda antar produk, ektraksi bahan mentah, bahan setengah jadi, produksi komponen dan perakitan, distribusi, pemasaran, bahkan hingga daur ulang produk. Sedangkan Shank dan Govindarajan (1992), mendefinisikan analisis rantai nilai, merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna jual.

Porter (1985) menjelaskan, analisis rantai nilai merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana nilai pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan dan perusahaan lain dalam industri. Sifat rantai nilai tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.

Analisis rantai nilai merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Konsep rantai nilai memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis rantai nilai membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen.


(27)

Perusahaan harus mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut. Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Setelah mengidentifikasi posisinya, maka perusahan mengenali aktifitas-aktifitas yang membentuk nilai tersebut. Aktifitas-aktifitas tersebut dikaji untuk mengidentifikasi apakah memberikan nilai bagi produk atau tidak. Jika aktifitas tersebut memberikan nilai, maka akan terus digunakan dan diperbaiki untuk memaksimalkan nilai. Sebaliknya, jika aktifitas tersebut tidak memberikan nilai tambah maka harus dihapus.

Schmitz (2005) menyampaikan alasan perlunya dilakukan analisis rantai nilai, sebagai berikut:

1. Kegiatan dalam rantai nilai sering dilakukan dalam bagian atau divisi yang berbeda sehingga bersifat global.

2. Beberapa kegiatan penambahan nilai dalam rantai nilai bersifat menguntungkan.

3. Beberapa pelaku (aktor) dalam rantai nilai memiliki kekuasaan atas pelaku yang lain (lead firm).

Sementara itu, parameter kunci dalam analisis rantai nilai ialah sebagai berikut:

1. Produk jasa atau apa saja yang akan dihasilkan, termasuk desain produk dan spesifikasinya.

2. Bagaimana barang atau jasa tersebut dihasilkan. Hal ini melibatkan defenisi proses produksi yang mencakup unsur-unsur seperti teknologi yang akan digunakan, sistem kualitas, standar tenaga kerja serta standar lingkungan. 3. Berapa banyak jumlah yang harus diproduksi serta kapan produk tersebut di

produksi. Hal ini mengacu kepada penjadwalan produksi dan logistik.

Porter (1990) menyatakan bahwa rantai nilai merupakan cara sistematik untuk menganalisis sumber keunggulan bersaing dengan memeriksa semua aktifitas yang dilakukan dan bagaimana semua aktivitas itu berinteraksi satu sama lainnya. Rantai nilai terdiri atas sembilan kategori generik aktifitas yang dikaitan menjadi satu dengan cara yang khas.

Aktivitas nilai dibagi menjadi dua yaitu aktifitas utama (primary activities) dan aktivitas pendukung (supporting activities). Porter (1990) menjelaskan bahwa aktifitas primer adalah aktifitas yang terlibat dalam penciptaan fisik produk dan penjualan ke pembeli. Dibagi menjadi kategori generik yang diperlukan dalam bersaing di berbagai industri, yaitu : input, operasi, output, pemasaran dan penjualan, dan jasa. Kemudian Porter (1990) menjelaskan yang dimaksud dengan aktivitas pendukung adalah aktifitas yang mendukung aktifitas primer dan mendukung satu sama lainnya. Dibagi menjadi empat kategori generik, yaitu pembelian, pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan.

Uraian dalam bagan rantai nilai yang di kemukakan oleh Porter adalah sebagai berikut:

1. Profil sektor/ komoditi unggulan yakni rumput laut mencakup ukuran, produktifitas, kondisi pasar, jaringan pasar, ekspor, serta industri dan struktur pendukung.

2. Aktifitas utama dari komoditi unggulan yang terdiri dari : hal-hal logistik ke dalam dan keluar, operasional, pemasaran, penjualan dan pelayanan.


(28)

3. Kegiatan-kegiatan pendukung secara tidak langsung berkontribusi pada kegiatan operasional di kegiatan hulu-hilir komoditi tersebut. Hal-hal yang tercakup di dalamnya adalah infrastruktur di dalam organisasi, manajemen sumber daya manusia, serta pembangunan dan penerapan teknologi. Seluruh kegiatan-kegiatan ini saling berkaitan dan bekerja sama dalam suatu proses yang dapat digambarkan dalam sebuah diagram rantai nilai seperti dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram rantai nilai (Porter 1990)

Rekomendasi strategi dari setiap tahapan kegiatan dalam rantai nilai komoditi: logistik ke dalam, operasional (produksi), logistik keluar, pemasaran & penjualan, pelayanan.

3 Konsep nilai tambah

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011) konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas perikanan terjadi di setiap mata rantai yang berawal dari nelayan dan berakhir di konsumen akhir. Nilai tambah setiap anggota rantai nilai berbeda-beda tergantung dari input perlakuan oleh setiap anggota rantai nilai tersebut.

Nilai tambah komoditas perikanan di sektor hulu dapat dilakukan dengan penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada mata rantai nilai pertama, antara lain nelayan, penyedia prasarana perikanan dan penyedia teknologi. Nilai tambah secara kuantitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan ketrampilan SDM.

Menurut Hayami dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar.


(29)

Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lainnya. Menurut Sudiyono dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) besarnya nilai tambah karena karena proses pengolahan didapat dari pengutangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemn yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

Nilai Tambah= {K, B, T, U, H, h, L} di mana: K = Kapasitas produksi

B = bahan Baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = Harga bahan baku L = nilai input lain

Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah: 1. Dapat di ketahui besarnya nilai tambah

2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik factor produksi 3. Dapat diterapkan diluar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan

pemasaran (Marimin dan Maghfiroh 2011). Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

a. Membuat arus komoditas yang menunjukan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai poerlakuan yang diberikan b. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial c. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan

output (Marimin dan Maghfiroh 2011).

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut:

a. Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan suatu input. b. Koefesien tenaga kerja langsung, menunjukan jumlah tenaga kerja

langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input.

c. Nilai output, menunjukan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. (Marimin dan Maghfiroh, 2011).

Tabel 2 Contoh aplikasi nilai tambah prosedur perhitungan nilai tambah Metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1 Output (Kg) (1)

2 Bahan Baku (Kg) (2)

3 Tenaga Kerja Langsung (HOK) (3)

4 Faktor Konversi (4)=(1)/(2)

5 KoefisienTenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) (5)=(3)/(2)

6 Harga Output(Rp/Kg) (6)


(30)

Lanjutan Tabel 2

No Variabel Nilai

Penerimaan dan Keuntungan

8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8)

9 Harga Input Lain (Rp/Kg) (9)

10 Nilai Output (Rp/Kg) 10=(4)x(6)

11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10)-(8)-(9) b. Rasio Nilai Tambah(%) (11b) (11a)/(10)x100 12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) (12a) =(5)*(7)

b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a)/(11a)x100 13 a keuntungan (Rp/Kg) (13a) = (11a)-(12a)

b Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a)/(10)x100

Balas Jasa pemilik Faktor Produksi

14 Margin (Rp/Kg) (14) = (10)-(8)

a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a) = (12a)/(14)x100 b. Sumbangan input lain (%) (14b) = (9)/(14)x100 c. Keuntungan perusahaan (%) (14c) = (13a)/(140x100 Sumber : Marimin dan Maghfiroh (2011)

4 Margin Tataniaga

Limbong dan Sitorus (1985), mendefinisikan margin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari system pemasaran/tataniaga. Margin tataniaga adalah juga perbedaan harga tingkat nelayan (pf) dan harga tingkat pengecer (Pr). Atau margin tataniaga tersebut juga dapat ditunjukan oleh perbedaan atau jarak vertikal antara kurva permintaan atau kurva penawaran seperti yang disajikan pada Gambar 2 . margin tataniaga berhubungan dengan perbedaan harga dan tidak membuat pernyataan tentang jumlah produk.

. Gambar 2 Nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus 1985)

Harga

Pf Pr Marjin Tataniaga(

Pr-Pf)

Df

Jumlah Qr,f

Biaya Tataniaga

Sr

Dr Sf

Nilai Marjin Tataniaga


(31)

Nilai margin tataniaga adalah perbedaan harga pada dua tingkat sistem tataniaga dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin tataniaga akan sama dengan (Pr-Pf)Qr,f. Margin terdiri dari ongkos tataniaga dan keuntungan tataniaga.

5 Pengertian pemasaran, konsep strategi pemasaran dan analisis

lingkungan pemasaran

Dewasa ini dunia usaha menghadapi tantangan dan persaingan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, agar perusahan dapat mengatasi berbagai tantangan dan meraih peluang, pemasaran memiliki peran yang sangat penting karena salah satu fungsi pemasaran adalah untuk menarik dan mempertahankan pelanggan serta mengungguli pesaing dengan memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Rangkuti (2005) mengatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari berbagai pengaruh faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas.

Menurut Kotler (1997), Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Rangkuti (2005) mengatakan bahwa segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/ konsumen secara terpisah.

Strategi adalah sebuah rencana yang memandu sumber-sumber investasi dimodalkan pada kesempatan bisnis yang potensial (Longenecker et al.,1991). Penerapan strategi harus di rancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan perusahaan menampilkan keunggulannya di bidang-bidang yang penting secara strategis. David (2009) menyatakan proses manajemen strategi juga telah banyak dikembangkan dengan baik oleh organisasi pemerintah dan organisasi nirlaba lainnya dalam mencapai efisiensi dan efektivitas. Menurutnya juga, strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang pada situasi yang sangat kompetitif.

Usaha untuk untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan keunggulan bersaing setiap perusahaan menggunakan strategi yang tepat. Dalam mendesain suatu strategi pemasaran, hal penting yang dilakukan oleh perusahaan adalah menerapkan konsep segmentation, targeting dan possitioning atau STP (Rangkuti 2005 dan Sumarwan 2004) dan bargaining (Purnomo dan Zulkiflimansyah, 1999). Menurut Rangkuti (2005), segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/konsumen secara terpisah.

Pendekatan umum dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi segmen utama suatu pasar terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) tahap survei adalah melakukan wawancara terhadap kelompok pengamat untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikat dan perilaku konsumen, (2) Tahap Analisis


(32)

dengan analisis faktor dan analisis kelompok untuk menghasilkan segmen yang berbeda, dan (3) tahap pembentukan yang bertujuan membentuk kelompok berdasakan perbedaan sikap, perilaku demografis, psikografis dan pola media (Kotler dan Susanto 1999).

Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahan dari waktu ke waktu, pada masing- masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaiangan yang semakin berubah. Strategi pemasaran harus didasarkan atas analisis lingkungan dan internal perusahaan melalui analisis keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisis kesempatan dan ancaman yang dihadapi perusahan dari lingkungannya. Di samping itu strategi pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan, harus dinilai kembali apakah masih sesuai dengan keadaan/ kondisi pada saat ini.

Perusahan yang sukses merupakan perusahan yang dapat mengenali dan berinteraksi secara menguntungkan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan kecenderungan-kecenderungan yang belum terpenuhi dalam lingkungannya (Kotler 1997). Lingkungan pemasaran adalah para pelaku dan kekuatan-kekuatan diluar pemasaran yang mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran untuk mengembangkan dan mempertahankan transaksi-transaksi yang berhasil dengan pelanggan sasarannya (Kotler dan Amstrong 2001). Wheelen dan Hunger (2010)

membagi lingkungan perusahaan menjadi dua yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

1. Analisis Lingkungan Internal

Analisis internal menurut Wheelen dan Hunger (2010) adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumberdaya organisasi. Analisis faktor internal perusahaan merupakan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi arahan dan tindakan perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan. Analisa ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi perusahaan. Dalam menganalisa pola kekuatan dan kelemahan, unit bisnis tidak harus mengoreksi semua kelemahan, karena beberapa diantaranya tidaklah penting. Pertanyaan yang penting adalah apakah bisnis tersebut harus membatasi dirinya terhadap peluang yang ada, yang dapat diraih dengan kekuatan yang dimiliki atau harus mempertimbangkan peluang dengan memanfaatkan atau mengembangkan kekuatan-kekuatan tertentu. Faktor internal dikelompokan menjadi faktor yang memberikan kekuatan dan yang memberikan kelemahan. Kekuatan dan kelemahan internal merupakan segala kegiatan dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan selang sangat baik atau buruk (David 2009).

Tujuan dari menganalisis kemampuan perusahaan adalah untuk menunjukan dibidang apakah aktifitas perusahaan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dan dalam hal apa perusahaan perusahaan lain sudah menguasai posisi keunggulan strategis. Analisis ini diharapkan juga dapat memberikan informasi tentang kesempatan melakukan sinergi yang dapat dimanfaatkan oleh strategi yang baru. Selain itu, dari analisis ini dapat diketahui ditingkat apakah perusahaan mempunyai dana dan sumber daya yang tersedia untuk strategi.


(33)

Kekuatan menurut Pearce dan Robinson (1997) adalah keunggulan sumber daya, ketrampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin ditangani oleh perusahaan. Sedangkan kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan sumber daya, ketrampilan dan kemampuan yang menghalangi kinerja efektif suatu perusahan.

David (2009) menyebutkan ada beberapa faktor internal perusahaan yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan antara lain:

a. Manajemen

Fungsi manajemen terdiri dari lima aktifitas dasar, dan semua aktifitas manejerial yang berkaitan dengan persiapan menghadapi masa depan.

b. Pemasaran

Pemasaran merupakan proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa.

c. Sumber Daya Manusia

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumberdaya manusia.

d. Produksi dan Operasi

Manajemen produksi terdiri dari lima fungsi yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu proses menyangkut desain dari sistim produk fisik.

e. Keuangan

Menetapkan kekuatan keuangan usaha kecil dan kelemahan amat penting untuk memutuskan alternatif strategi secara efektif.

2. Analisis Lingkungan Eksternal

Menurut David (2009) tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah membuat daftar terbatas mengenai berbagai peluang yang dapat menguntungkan perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari, sehingga perusahaan dapat merespon faktor-faktor eksternal tersebut dengan merumuskan strategi yang dapat memanfaatkan peluang atau untuk meminimalkan dampak dari potensi ancaman. Analisis lingkungan ini meliputi (1) ekonomi, (2) demografi dan sosial/ psikologi, (3) politik dan hukum, (4) teknologi dan (5) ekologi.

Arah dan stabilitas faktor –faktor politik merupakan pertimbangan penting bagi para manejer dalam merumuskan strategi perusahaan. Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan. David (2009) menambahkan bahwa dengan kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi pada industri dan perusahaan tertentu akan mempengaruhi keberadaan industri atau perusahaan lain.

Untuk menghindari keuangan dan mendorong inovasi, perusahaan harus mewaspadai perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi industrinya. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya produk baru, penyempurnaan produk yang sudah ada atau penyempurnaan dalam teknik produksi dan pemasaran. Terobosan teknologi dapat mempunyai dampak segera dan dramatik atas lingkungan perusahaan. Terobosan ini dapat membuka pasar dan produk baru yang canggih atau dapat juga mempersingkat usia fasilitas produksi.

Lingkungan industri meliputi meliputi (1) pendatang baru, (2) pembeli (pelanggan), (3) pemasok, (4) produk substitusi dan (5) pesaing. Ancaman masuknya pendatang baru dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang


(34)

ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru. Dalam hal ini, terdapat enam sumber utama rintangan masuk, yaitu (1) skala ekonomis, (2) diferensiasi, (3) kebutuhan modal, (4) biaya beralih pemasok, (5) akses ke saluran distribusi dan (6) biaya tak menguntungkan terlepas dari skala.

6 Matrik SWOT

Analisis Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis matriks SWOT merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan. Rangkuti (2005) menyatakan analisis SWOT adalah mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis utnuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yang berasal dari interen dan ekstern perusahaan.

Matriks SWOT merupakan perangkat pencocokan yang penting yang membantu mengembangkan empat strategi: Strategi SO ( Strenghts-Opportunities), Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), Strategi ST ( Strenghts-Threats), dan Strategi WT (Weaknesses-Threats). Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO atau Strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST atau Strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Sedangkan strategi WT atau strategi kelemahan ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal (David 2009).

Teknik perumusan strategi yang digunakan untuk membantu menganalisa, evaluasi dan memilih strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) tahap mengumpulkan data yang meringkas informasi inputdasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi, (2) tahap pencocokan, berfokus pada strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal, (3) tahap keputusan, merupakan tahap untuk memilih strategi yang spesifik dan terbaik dari berbagai strategi alternatif yang ada untuk diimplementasikan.

Setelah diperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi pelaku usaha rumput laut, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi pemasaran yang akan diterapkan dalam menjalankan usahanya. Proses pengambilan keputusan strategis berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi serta kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis pelaku usaha pada kondisi saat ini. Berbagai kelebihan dapat dimanfaatkan untuk menghadapi persaingan dan perkembangan bisnis yang dilaksanakannya.


(35)

Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan

Tabel 3 Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan

No. Peneliti & Judul Metode Analisis Relevansinya 1. Nunung Parlinah, Bramasto

Nugroho, Heny Purnomo (2011), Financial and Institutional Analysis of The Value Chain of Jepara Mahogany Furniture (Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol.8 No.3)

- Value ChainAnalysis

- Analisis Manfaat

Menjelaskan Hubungan antar pelaku dalam analisis rantai niai dan mengidentifikasi

kelmbagaan (regulasi) yang berlaku dalam rantai nilai

2. Nik Muhammad Aslaam, Mohamed Abdul Gani, Jagan Jevan, Kasypi Mokhtar dan Saharudin Abdul Hamid (2001) Pengembangan Pelabuhan: Faktor Kompetitif dalam Rantai Nilai (Jurnal Manajemen Global, Juli 2011 Vol. 2 No. 1)

- Value Chain Analysis

- Analisis SWOT

Mempelajari tiap bagian rantai nilai dan Memberi Alternatif strategi

pengembangan Pelabuhan dari logistik ke dalam sampai sistem pelayanannya

3. K. Clarke, J, Flanagan, S. O‟Neill

(2010), Value Chain of Accounting Information, Reposised of Knowledge Accouunting (Australasia Accunting Business and Monetery Journal Vol. 2)

- Value Chain Analysis Menguraikan tiap bagian informasi akuntasi dalam rantai nilai sehingga menghasilkan nilai tambah dari tiap uraian yang ada.

4. Wang Aimin, Li Shunxi (2011), A Model of Value Chain

Management Based on Customer Relationship Management (Journal on Innovation and Sustainability, Sao Paolo, Vol.62, n, 63, p.17-21, 2011 )

- Management Value Chain

- Customer Relationship Management.

MVC memberikan arah strategis dan Menentukan struktur organisasi yang efektif pengembangan nilai pelanggan serta nilai tambah.

5. Nazim U. ahmed and Sushil K. Sharma, Porter Value Chain

Model for Assesing the Impact of the Internet for Environmental Gains (2006) (International Journal Management and Enterprise Development, Vol.3, No. 3, 2006)

- Value Chain Analysis

(Porter)

Mempelajari tiap bagian rantai nilai yang saling berkaitan serta menghasilkan nilai tambah dari masing-masing kegiatan

6. Cahyani (Tesis), Analisis Rantai Nilai dan Determinan

Keunggulan Kompetitif Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor Tahun 2006.

- Margin Rantai Nilai - Analisis Biaya Produksi

Menghasilkan strategi peningkatan keunggulan kompetitif

7. Mochamad Aji Narakusuma (Tesis), Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Buah Manggis Tahun 2011

- Analisis Kesenjangan. - Analisis Rantai Nilai

Menghasilkan nilai tambah dalam rantai dengan menggunakan kriteria domain.

8. Djuhria Wonggo, Penerimaan Konsumen Terhadap Selai Rumput Laut, (2010) (Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume VI No. 1 April 2010)

- Analisis rantai Pasar, Analisis Deskriptif

Menghasilkan peningkatan hasil minat pada konsumen sehingga menambah nilai jual.


(36)

Kerangka Pemikiran

Aktivitas nilai merupakan balok pembangunan keunggulan bersaing, rantai nilai bukanlah sekumpulan aktivitas yang berdiri sendiri, melainkan sebuah aktivitas yang saling bergantung. Aktivitas nilai dihubungkan dengan keterkaitan di dalam rantai nilai. Keterkaitan adalah hubungan antara cara satu aktvitas nilai dilaksanakan dan biaya atau kinerja aktifitas lain.

Berdasarkan peninjauan masalah perniagaan yang terjadi dalam pasar produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara ini maka sangat dibutuhkan kajian maupun analisis terhadap setiap kegiatan yang ada dalam proses pengolahan rumput laut. Rantai nilai budidaya rumput laut sangat perlu untuk di pelajari tiap-tiap unsur yang terdapat dalam aktifitas utama maupun kegiatan pendukungnya, karena dalam setiap proses memiliki kemungkinan untuk menghasilkan nilai tambah yang dapat dijadikan sebagai kelebihan maupun proses yang tidak menghasilkan nilai tambah dapat dilihat sebagai kekurangan maka analisis rantai nilai ini pun dapat menjawab permasalahan yang ada dalam proses pengolahan rumput laut yang ada.

Sama halnya dengan mempelajari aktifitas tiap-tiap pelaku pengolahan produk rumput laut dari pemetaan pelaku dalam aktifitas utama maupun kegiatan pendukung yang diuraikan menciptakan satu ketergantungan aktifitas disebut sebagai rantai nilai pengolahan produk rumput laut, alternatif strategi pemasaran dianalisis dan ditentukan menggunakan metode SWOT dengan memperhatikan tiap uraian pemetaan rantai nilai yang diharapkan dapat memperbaiki tata niaga sehingga lebih terstruktur serta pengolahan komoditi unggulan di masing-masing daerah percontohan yang dampaknya adalah memaksimalkan hasil komoditi pada arah yang lebih baik. Gambar 3 manyajikan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(37)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran

Rumput Laut Pemetaan Pelaku Rantai Nilai Aktifitas Penunjang: 1. Infrastruktur: Pabrik, sarana transpotasi, ketersediaan akses jalan.

2. Manajemen Sumber Daya Manusia:

Pelatihan yang disediakan Dinas Kelautan dan Perikanan yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan pusat

3. Pengembangan Teknologi:

Bantuan alat-alat pabrik yangdisediakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Pusat

4. Pembelian:

Sistem pemasaran, fluktuasi harga, kefesienan pemasaran yang belum maksimal.

Aktifitas Utama: 1. Logistik Ke Dalam:

Persediaan pembibitan, penjadwalan transporatasi,persiapan perancangan pengolahan rumput laut 2. Operasi: Pengolahan budidaya, pemeliharaan dalam proses pengolahaan, proses pemanenan dan pasca panen, pengawasan dan pengendalian mutu

3. Logistik Keluar:

Pengumpulan hasil, penyimpanan/penggudan gan, penerimaan pesanan hasil budidaya,

perencanaan pengantaran produk.

4. Pemasaran Dan Penjualan:

Penetapan harga, pengiriman hasil olahan kepada pedangan pengumpul, proses penjualan hasil olahan kepada konsumen lokal, pengeksporan hasil olahan kepada konsumen luar negeri. ValueChain Alternatif Strategi Pemasaran SWOT Rekomendasi Strategi Pemasaran


(38)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara dikhususkan pada desa percontohan budidaya rumput laut yakni Desa Sathean Kecamatan Kei Kecil Timur dan Desa Letvuan Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku. Lokasi penelitian di pilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa Sathean dan Desa Letvuan memiliki potensi yang tinggi untuk perkembangan produksi Rumput Laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2012.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari nelayan rumput laut, Pedagang pengumpul lokal, Pengecer yang merupakan pelaku rantai nilai budidaya rumput laut yang terdapat di Desa Sathean, Kecamatan Kei Kecil Timur dan Desa Letvuan, Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan alasan bahwa dua Desa ini merupakan Desa percontohan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara karena banyaknya hasil budidaya rumput laut. Data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi, mempelajari data-data yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan BPS Kabupaten Maluku Tenggara.

Penentuan Jumlah Sampel dan Metode Pemilihan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan sengaja memilih sampel yang diteliti sebagai responden dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih merupakan responden yang berkompeten dan memiliki pengalaman kerja minimal 1(satu) tahun dalam rantai nilai dapat memberi gambaran informasi tentang peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi serta disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Responden yang dipilih merupakan pelaku rantai nilai sebanyak 41 orang, sesuai dengan aktifitas utama meliputi supplier/penyedia sarana sebanyak 8 orang, nelayan rumput laut dan pengelola rumput laut sebanyak 24 orang yang diambil dari dua desa percontohan, pedagang pengumpul lokal 6 orang dan instansi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sebanyak 3 orang dari masing-masing dinas yang terkait yaitu dinas kelautan dan perikanan, dinas perindustrian dan perdagangan dan dinas badan pusat statistik. Tabel 4 menyajikan sebaran responden rantai nilai budidaya rumput laut.


(39)

Tabel 4 Sebaran responden rantai nilai budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku

No. Jenis Responden Jumlah

(org)

Keterangan

1. Supplier/Penyedia sarana 8

a. Bibit 4 Kuisioner 1a (Lampiran 1 )

Kuisioner 1b (Lampiran 2) b. Pupuk dan Obat-obatan 4

2. Nelayan Budidaya Rumput Laut 14 Kuisioner 2 (Lampiran 3)

3. Pengolah Rumput Laut 10 Kuisioner 3 (Lampiran 4)

4. Pedagang Pengumpul Lokal 6

a. Skala Besar 3 Kuisioner 4a (Lampiran 5 ) b. Skala Kecil 3 Kuisioner 4b (Lampiran 6)

5. Instansi Pemerintah (Kabupaten) 3

a. Dinas Kelautan dan Perikanan 1 Kuisioner 5 (Lampiran 7) b. Dinas Perindustrian dan

Perdagangan

1 c. Badan Pusat Statistik 1

Jumlah 41

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode wawancara dengan kelengkapan kuesioner (Lampiran 1-7).

Data Primer yang dikumpulkan adalah:

1. Rantai nilai produksi budidaya rumput laut dalam aktifitas utama yang meliputi:

a. logistik ke dalam diantaranya persediaan dan pengendalian bibit rumput laut, penjadwalan transportasi/ kendaraan, persiapan perancangan pengolahan rumput laut dari nelayan rumput laut.

b. operasional diantaranya pengolahan rumput laut, pemeliharaan dalam proses pengolahan, proses pemanenan dan pasca panen, pengawasan dan pengendalian mutu

c. Logistik keluar diantaranya pengumpulan hasil setelah pasca panen, penyimpanan/penggudangan, penerimaan pesanan hasil produksi, perencanaan pengantaran produksi rumput laut.

d. Penjualan dan pemasaran diantaranya penetapan harga oleh pedangan pengumpul, pengiriman hasil budidaya kepada pedagang pengumpul, proses penjualan hasil budidaya, proses penjualan hasil kepada konsumen lokal.

e. Evaluasi pelayanan konsumen dalam kelompok nelayan budidaya rumput laut.


(40)

2. Rantai nilai produksi budidaya rumput laut dalam aktifitas pendukung yang meliputi:

a. Infrastruktur produksi diantaranya transportasi, jalan, dan telekomunikasi, dan fasilitas seperti pabrik pengolahan rumput laut yang sementara dibangun.

b. Sumber daya manusia meliputi ketersedian bantuan teknis budidaya (dari pemerintah, swasta, atau pendidikan dan penyuluhan yang praktis dapat dilaksanakan dengan model budidaya yang diintrodusir), pelatihan-pelatihan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia.

c. Pengembangan teknologi berupa bantuan alat-alat pabrik serta pembudidayaan rumput laut untuk daerah.

d. Pembelian dalam konteks pemasaran kaitannya dengan harga produksi budidaya rumput laut yang tidak tetap atau tetap.

3. Strategi pemasaran yang meliputi analisis potensi berupa kekuatan dan peluang serta kelemahan dan ancaman dari proses pemasaran produksi budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dari rantai pemasaran, serta strategi pemasaran yang tengah digunakan dalam pemasaran produksi budidaya rumput laut.

Data sekunder yang dikumpulkan adalah perkembangan 5 tahun terakhir hasil produksi rumput laut, populasi masyarakat pesisir dari desa percontohan, dan perkembangan harga rumput laut yang di jual dari beberapa tahun terakhir di Kabupaten Maluku Tenggara, serta dengan studi dokumentasi dengan mempelajari data-data yang berasal dari BPS, Dinas perikanan dan Kelautan, Dinas perindustrian dan perdagangan.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Value chain analysis produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara

Analisis rantai digunakan untuk mengetahui berbagai macam aktifitas dan kondisi rantai nilai produk industri rumput laut. Pola rantai nilai dari produk industri rumput laut dipetakan menggunakan metode survei dan wawancara terhadap aktor pelaku rantai nilai baik dalam aktifitas utama maupun aktifitas pendukung produksi rumput laut. Setelah diperoleh gambaran tentang rantai nilai, maka informasi tentang permasalahan dan peluang dapat terlihat pada rantai nilai tersebut.

Rantai nilai produk rumput laut yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara dapat di bagi menjadi aktifitas utama dan aktifitas pendukung. Dalam aktifitas utama dapat dikaji dari persiapan dan pengendalian bibit rumput laut, penjadwalan transporasi dan perencanaan kegiatan pengolahan rumput laut sebagai awal berkembangnya proses budidaya dalam logistik kedalam.


(41)

Setelah kualitas mutu telah sesuai dengan standar yang ditetapkan maka hasil panen dapat dikumpulkan dan disimpan/ proses penggudangan hasil panen dilanjutkan dengan proses penerimaan pesanan hasil budidaya dan perencanaan pengiriman/ pengantaran hasil. Dalam bagian pemasaran dan penjualan yang merupakan bagian dari logistik keluar, masalah penetapan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul karena pembudidaya rumput laut tidak memiliki akses dan pilihan unuk menjual ke alternatif lain, setelah itu pengiriman dilakukan ke pedagang pengumpul dilanjutkan proses penjualan hasil dari pedangan pengumpul ke konsumen lokal (Makassar dan Surabaya). Hasil budidaya rumput laut kemudian diekspor kembali ke luar negeri (China).

Dengan mempelajari rantai nilai rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, peningkatan nilai produksi rumput laut diharapkan dapat mencapai tingkat maksimal serta menata kembali struktur tataniaga pemasaran budiya rumput laut sehingga pendapatan asli daerah dapat meningkat dan kesejahteraan masyarakat pesisir dapat terjamin dengan baik.

Berikut ini merupakan gambaran umum dari bentuk value chain dalam aktifitas utama dari produk rumput laut yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara yang diuraikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Value chain rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara

Logistik ke dalam - Persediaan dan Pengendal ian Bibit Rumput Laut - Penjadwal an transporta si/ kendaraan - Persiapan perancang an pengolaha n rumput laut. Operasi - Pengolah an budidaya rumput laut - Pemelihar aan dalam proses pengolaha n - Proses pemanena n dan pasca panen budidaya rumput laut. - Pengawas an dan pengendal ian mutu oleh laboratori um yang ada di Logistik ke luar - Pengumpu lan hasil setelah pasca panen - Penyimpa nan/pengg udangan hasil olahan budidaya rumput laut - Proses penerimaa n pesanan hasil olahan. - Perencana an pengantar an produk rumput Pemasaran & Penjualan - Penetapa n harga oleh pedagang pengump ul - Pengirim an hasil olahan kepada pedagang pengump ul - Proses penjuala n hasil olahan kepada konsume n lokal - Konsume n lokal mengeks por hasil olahan

Pembudidaya Rumput Laut

Pelayanan

- Evaluasi layanan konsum en.


(42)

Selain aktifitas utama, dalam penelitian ini perlu dianalisis juga aktifitas pendukung yang menunjang aktifitas utama produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara. Peranan lembaga pemerintahan dalam aktifitas pendukung ini lebih mendominasi diantaranya pada (1) Infrastruktur yang sedang dalam proses penyelesaian pabrik pengolahan rumput laut di Desa Levuan/ Ohoi Letvuan Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara yang melibatkan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, (2) Sumber Daya Manusia dalam kaitannya dengan pengolahan rumput laut telah disediakan beberapa kegiatan pelatihan secara berkala bagi pembudidaya maupun tenaga penyuluh yang berasal dari pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pemerintah pusat. Secara garis besar, aktifitas pendukung dari rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara pada Tabel 5.

Tabel 5 Aktivitas pendukung

AK

T

IF

IT

AS P

E

NDUK

U

NG

Infrastruktur Pabrik dalam proses penyelesaian, sarana transportasi cukup memadai, tetapi ketersedian jalan masih belum memadai.

Sumber Daya Manusia Adanya pelatihan-pelatihan yang disediakan Dinas Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Pusat. Pengembangan Teknologi Bantuan alat-alat pabrik serta pemudidayaan rumput

laut untuk daerah telah disediakan oleh Kemnterian Kelautan dan Perikanan Pusat.

Pembelian Pangsa pasar hasil budidaya rumput laut di daerah masih sangat minim sehingga pembudidaya tidak memiliki alternatif untuk menjual hasil.

Sumber : Data diolah (2012)

b. Poin utama yang dievaluasi dalam rantai nilai produk rumput laut

Beberapa poin penting yang dievaluasi dalam rantai nilai komoditi rumput laut meliputi:

1. Sarana – Prasarana dalam budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, diantaranya:

a. Ketersediaan bibit/ Jenis Bibit (sumber atau asal bibit, misalnya skala industri rumah tangga, atau skala industri besar, atau benih berasal dari alam untuk pengembangan jumlah stok atau sub sistem, nilai atau harga bibit) b. Ketersediaan bantuan teknis budidaya (dari pemerintah, swasta, atau

pendidikan dan penyuluhan yang praktis dapat dilaksanakan dengan model budidaya yang diintrodusir)

c. Ketersediaan bantuan finansial (ketersedian akses terhadap kredit bank, dan perencaanaan/ jasa finansial lokal atau LKM/ Lembaga Keuangan Mikro). d. Aksesibilitas terhadap sarana produksi

e. Infrastruktur produksi diantaranya transportasi, jalan, dan telekomunikasi. f. Budidaya rumput laut yang menjadi aktifitas dari sebagian masyarakat

wilayah pesisir diuraikan dalam profil komoditi produksi rumput laut Kabupaten Maluku Tenggara produksi rumput laut Kering secara umum dalam permusim (45) hari di tahun 2008 sebesar: 394 ton, 2009, 521 ton diperkirakan menjadi 600 ton, di tahun 2010 namun meningkat hingga


(43)

1.220 ton. Dengan demikian total produksi rumput laut Kering di Kabupaten Maluku Tenggara dalam tahun 2010 adalah sebesar 7.320 ton, yang didapat dari 1220 dikali minimal 6X musim panen. Jumlah tenaga kerja pada sektor budidaya rumput laut kurang lebih 30.000 orang saat ini (30% jumlah penduduk Malra), maka peluang untuk lebih meningkatkan hasil komoditi rumput laut sangat dimungkinkan dengan lebih meningkatkan keterkaitan dalam rantai nilai produk rumput laut.

g. Pengolahan rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara yang dilakukan, akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dan perlu untuk dievaluasi antara lain:

h. Proses produksi rumput laut memiliki beberapa tahapan antara lain :

i. Pemilihan lokasi dalam hal ini lokasi budidaya tidak beresiko aman, memiliki kemudahan dalam sarana budidaya serta keadaan ekologi diantaranya keadaan air, arus yg harus disesuaikan dan keadaan alam lainya.

ii. Faktor pendukung diantaranya faktor musim, manajemen pemilikan budidaya serta kemampuan mengelola tanaman, juga tata letak arah arus maupun gelombang. Persiapan penanaman merupakan bagian dari faktor pendukung ini.

iii. Pemilihan bibit harus berkualitas baik dan sesuai strandar sehingga proses pertumbuhannya lebih terjamin.

iv. Metode Penanaman pada umumnya memiliki beberapa metode diantaranya metode dasar (bottom method) di dalam tambak dengan menebarkan bibit pada dasar tambak dan metode lepas dasar (off bottom method) seperti budidaya Echeuma sp, yaitu dengan cara mengikat bibit pada tali ris (ropeline) kemudian diikatkan pada patok-patok atau pada rakit. Dikembangkan pula budidaya gracilaria dengan metode rakit (floating rack method) dan metode rawai (longline method). Yang paling diminati adalah metode rawai .

v. Pemeliharaan budidaya rumput laut diantaranya mengawasi perkembangan konstruksinya secara terus menerus, membersihkannya dan lainnya.

vi. Penanganan panen dan pasca panen untuk produksi, rumput laut di panen jika berumur 6-8 minggu (45-60 hari) dan menggunakan metode pemanenan yang dianjurkan. Setelah di panen, dilakukan pencucian rumput laut dari kotoran-kotoran, pengeringan dan penjemuran 2-3 hari pada kondisi panas yang baik, sortasi dan pengepakan. Pengendalian mutu produksi hasil panen rumput laut sangat penting untuk diketahui, karena ukuran hasil panen berkualitas telah ditentukan oleh konsumen, sehingga diperlukan pengujian secara klinis di laboratorium guna mengetahui tingkat kualitas hasil panen yang ada.

i. Pemasaran

i. Profil pasar dan konsumen dalam produksi rumput laut perlu di evaluasi dengan metode rantai nilai baik dari penawaran maupun permintaan, karena belum adanya standar regulasi yang baku terhadap keadaan pasar produksi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sehingga dapat terjadi kemungkinan ketidak seimbangan dinamika harga pasar


(44)

walaupun informasi harga bisa saja terdapat di sarana komunikasi internet.

ii. Rantai pemasaran produk rumput laut dalam keadaan kering di daerah penelitian Kabupaten Maluku Tenggara secara umum mempunyai 5 tahap dalam proses pemasaran yang meliputi:

o Proses pembudidayaan rumput sampai panen dan penanganan

pasca panen serta penggudangan laut oleh nelayan,

o Setelah diperoleh hasil budidaya, maka nelayan menjual hasil

tersebut kepada pedagang pengumpul lokal I dengan harga yang telah ditentukan sendiri oleh pedagang pengumpul. yang dimaksud dengan pedagang pengumpul lokal skala kecil disini adalah pedagang yang berada dekat dengan lokasi budidaya dan juga memiliki akses lanjutan untuk mengumpulkan dan mengantar hasil panenan ke pedagang pengumpul yang jauh dari lokasi pembudidayaan.

o Hasil pembelian dan pengumpulan yang ada pada pedagang pengumpul skala kecil kembali dijual kepada pedagang pengumpul lokal skala besar. Dalam hal ini, pedangan pengumpul lokal skala besar dapat langsung membeli hasil panen budidaya rumput laut pada nelayan, karena rata-rata memiliki modal yang cukup besar untuk menjangkau lokasi-lokasi budidaya.

o Hasil pembelian yang ada pada pedagang pengumpul

seterusnya dijual dan dikirim kepada pengecer yang berada di luar daerah seperti Makassar dan Surabaya melalui transpotasi laut milik pribadi maupun sewaan.

o Pengecer yang telah membeli hasil panen budidaya rumput

laut dapat langsung mengekspor ke luar negeri misalnya china dengan harga yang lebih baik.

Rantai Pemasaran hasil budidaya rumput laut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Rantai pemasaran

j. Sarana prasarana dari hasil pengolahan produksi rumput laut dalam hal ini keadaan pasar serta promosi untuk pemasaran produksi rumput laut perlu di lakukan evaluasi mengingat bahwa sarana prasarana merupakan elemen penting dalam memberikan kemajuan hasil produksi serta pendapatan kepada setiap pelaku dalam keterkaitan rantai nilai.

NELAYAN PENGUMPUL PEDAGANG Skala Kecil

PENGECER (SURABAYA&

MAKASAR) EKSPOR KE

CHINA

PEDAGANG PENGUMPUL


(45)

c. Analisis matrik SWOT

Matrik SWOT merupakan alat untuk merumuskan berbagai alternatif strategi yang diterapkan, dimana analisis ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat tipe kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi SO merupakan srategi yang menggunakan kekuatan untuk memenfaatkan peluang, strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari/mengurangi dampak ancaman, strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang dan strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Kombinasi dari faktor internal dan eksternal dalam matrik SWOT dapat disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Matrix SWOT

Sumber : Rangkuti (2005)

Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE)

Menurut David (2009) Matrik IE terdiri atas dua (2) dimensi, yaitu total skor dari matrik IFE pada sumbu x dan total skor dari matrik EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE, skor bobot IFE total 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal adalah lemah; skor 2,0-2,99 posisinya dianggap sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi kuat. Pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0-1,99 adalah posisi rendah; skor 2,0-2,99 dianggap posisi sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi tinggi. Matriks IE menurut David (2009) dapat dilihat pada Gambar 6.

Skor Bobot Total IFE

Gambar 6 Matrix IE (David 2009) IFE STRENGHT (S)

Tentukan 5 -10 faktor-faktor kekuatan internal

WEAKNESSES (W) Tentukan 5 -10 faktor-faktor kelemahan internal

OPPORTUNITIES (O) Tentukan 5 -10 faktor- peluang eksternal STRATEGI (SO) Menciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk mendapatkan peluang. STRATEGI (WO)

Menciptakan strategi yang mengurangi kelemahan untuk memanfaatkan peluang

THREATS (T) Tentukan 5 -10 faktor ancaman eksternal STRATEGI (ST) Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman STRATEGI (WT)

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Kuat Menengah Lemah

I II III

IV V VI

VII VIII IX

EFE

Tinggi ( 3,0) Menengah(2,0) Lemah (1,0) Sk o r b o b o t ta b el E FE


(46)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Maluku Tenggara, menurut geografis terletak pada koordinat 131°-133,5°Bujur Timur dan 5°-6,5° Lintang Selatan, dan menurut administrasi Kabupaten Maluku Tenggara berbatasan dengan :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kota Tual dan Provinsi Papua Bagian Selatan;

b. Sebelah selatan berbatasan dengan laut arafura;

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Tual, Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar;

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kepulauan Aru.

Luas wilayah Kabupaten Maluku Tenggara kurang lebih 7,856.70 km² yang terdiri atas luas lautnya kurang lebih 3,180.70 d km²an luas daratannya 4,676.00 km². Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara terdiri atas satu gugusan

kepulauan yaitu gugusan Kepulauan Kei yang terdiri atas Kepulauan Kei Kecil dan Pulau Kei Besar. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Kei Besar 1,272.05 km², sedangkan Kecamatan Kei Kecil Barat yang paling kecil wilayahnya yaitu 426.70 km². Tabel 7 menyajikan luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan.

Tabel 7 Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan

Kecamatan Luas Daratan (km²)

Luas Perairan (km²)

Luas Total (km²)

Persentase (%)

Kei Kecil 1,167.69 492.52 1,660.21 21.13

Kei Kecil Barat 426.70 629.30 1,056.00 13.36

Kei Kecil Timur 547.04 497.35 1,044.39 13.29

Kei Besar 1,272.05 523.78 1,795.83 22.85

Kei Besar Utara Timur 721.86 328.42 1,050.28 13.36

Kei Besar Selatan 540.67 709.32 1,249.99 15.90

Jumlah 4,676.00 3,180.70 7,856.70 99.89

Sumber : Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2010)

Secara administrasi Kabupaten Maluku Tenggara terbagi menjadi 6 kecamatan yang meliputi 1 kelurahan, 87 desa induk dan 104 anak Desa/Dusun. Lebih terinci telihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Ibukota Kecamatan, Banyaknya Desa Induk Anak Desa dan Kelurahan menurut Kecamatan

Kecamatan Ibu Kota Jumlah (unit)

Desa Induk Anak Desa Kelurahan

Kei Kecil Langgur 21 15 1

Kei Kecil Barat Ohoira 8 2 -

Kei Kecil Timur Rumat 13 16 -

Kei Besar Elat 21 41 -

Kei Besar Utara Timur Holat 9 21 -

Kei Besar Selatan Weduar 14 9 -

Jumlah 87 104 1


(1)

(2)

114

Lanjutan Lampiran 13


(3)

Lanjutan Lampiran 13


(4)

116

Lampiran 14 Tabel anggaran pengembangan budidaya rumput laut APBN Pusat, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten

TA 2011-2015:

NO

URAIAN

KEGIATAN

KEBUTUHAN ANGGARAN (Rp. Juta)

APBD II

APBD I

PUSAT

2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015

1. PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERAIRAN - Pengembangan Produksi Budidaya Rumput Laut

BANTUAN SARANA DAN MODAL USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

1.462,487 1.295,8 1.425,3 1.567 1.724,7 - - - 6.000,5 6.600,5 7.260,61 7.986,6

PENGEMBANGAN KEBUN

BIBIT RUMPUT LAUT (TP) - 54.45 59.90 65.88 72.47 - - - 544.5 598.95 658.85 724.73

MONITORING DAN PEMBINAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT

65,216 150.00 165.00 181,5 200.00 30 33 36.30 39.93 43.92 - - - -

-PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT RUMPUT LAUT

- 50.00 55.00 60.50 66.55 30 3 36.30 39.93 43.92 50 55.0 60.50 66.55 73.21

PENGEMBANGAN SARANA TRANSPORTASI USAHA

BUDIDAYA RUMPUT LAUT 300,00 495,00 544,50 520,0 572.00 - - - 2,799.5 3,079.4 3,387.40 3,726.1

PENGADAAN KENDARAAN OPERASIONAL BUDIDAYA (KENDARAAN RODA 4/MOBIL)

25.00 - - - 250 - - -


(5)

NO

URAIAN

KEGIATAN

KEBUTUHAN ANGGARAN (Rp. Juta)

APBD II

APBD I

PUSAT

2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015

Wirausaha Budidaya/ PUMP Budidaya (TP)

- - - 400 800 800 800 800

2. PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN

- PENGEMBANGAN SARANA UNIT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN Pengadaan Kendaraan Roda Tiga untuk Transportasi Hasil Budidaya

- 250 275 302,5 332,75 - - - 250 275 302,5 332,75

Pembangunan Gudang Penyimpanan & Lantai Penjemuran Rumput Laut (Depo)

- 75 82,5 90,75 99,825 - - - - - 443 750 825 907,5 998,25

Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut (SRC)

- 500.00 400.00 300.00 363.00 - - - - - - 4.000 3.000 3.300 3.630

Pembinaan dan Pengembangan Pengolah Hasil Perikanan

49,2375 53,161 59,577 65,535 72,088 - - -

-Pelatihan Penanganan Hasil Perikanan

48 52,8 58,08 63,888 70,276 - - - - - - - - -

-- Pengembangan Kawasan Mina Politan

Pengembangan Kawasan Minapolitan

- 150.00 100.00 121.00 121.00 - - - -

-- 1.500,0 1.000,00 1.200,00 1.210,00

JUMLAH 1.949,941 2.976,21 3.224,86 3.338,55 3.694,66 60,00 36,00 72,60 79,86 87,84 1.143,00 16.699,50 16.239,35 17.883,41 19.481,64

Lanjutan Lampiran 14 Tabel anggaran pengembangan budidaya rumput laut APBN Pusat, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten

1

1


(6)

118

Lampiran 15 Gambar aktifitas selama penelitian.

Penjelasan pengisian kuesioner kepada

nelayan pembudidaya.

Proses penjemuran dengan cara

tradisonal menggunakan tenaga matahari

Budidaya rumput laut dengan metode

long line.

Rumput laut yang sedang dalam masa

pengontrolan oleh nelayan pengolah.

Proses penggudangan rumput laut kering

yang siap untuk dijual.

Penjemuran rumput laut yang dialaskan

jaring bekas diatas jalan raya.

Daerah panen raya rumput laut bersama

Menteri PDT di Desa Letvuan.

Pabrik olahan rumput laut yang sedang

dalam proses pembangunan.