Karakteristik Rumah Tangga Responden

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Rumah Tangga Responden

Total jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 92 responden, yang terbagi ke dalam kelompok petani hutan rakyat sebanyak 46 responden dan petani non hutan rakyat sebanyak 46 responden. Selain berdasarkan tipe responden petani hutan rakyat dan petani non hutan rakyat, karakteristik rumah tangga responden dalam penelitian ini juga dikelompokan berdasarkan umur, pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga. 5.1.1 Umur Faktor usia atau umur secara bersama-sama dengan faktor keahlian dan tingkat pengetahuan akan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Demikian pula halnya pada pengelolaan hutan rakyat atau budidaya pertanian lain pada umumnya. Kekuatan fisik akan sangat dipengaruhi oleh umur karena pada batas usia tertentu kekuatan fisik seseorang akan semakin menurun. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara komulatif, rata-rata umur seluruh petani responden pada lokasi penelitian adalah 48.75 tahun dengan kisaran umur 26-85 tahun. Berdasarkan tipe petani responden, diketahui bahwa rata-rata umur kelompok petani hutan rakyat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata umur kelompok petani non hutan rakyat. Rata-rata umur kelompok petani yang mengusahakan hutan rakyat berada pada usia 50.86 tahun dengan kisaran umur 27-85 tahun, sedangkan rata-rata umur kelompok petani non hutan rakyat berada pada usia 46.72 tahun dengan kisaran umur 26-80 tahun. Informasi di atas dapat digunakan sebagai indikasi awal untuk menyatakan bahwa di lokasi penelitian, usaha tani hutan rakyat cenderung diusahakan oleh petani-petani berusia tua. Indikasi awal tersebut dapat diperkuat oleh data distribusi kelompok umur responden petani hutan rakyat dan petani non hutan rakyat pada Tabel 10 dan Tabel 11 di bawah ini: pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA Tabel 10. Distribusi kelompok umur responden petani hutan rakyat Kelompok umur tahun Lokasi Jumlah dan frekwensi Kecamatan Wawo Kecamatan Palibelo Kecamatan Madapangga Pesa Ntori Roi Nata Woro Mpuri 25 - 34 1 1 2 4 8.7 35 - 44 1 1 1 1 1 3 8 17.4 45 - 54 3 1 1 4 3 3 15 32.6 55 - 64 3 2 2 1 8 17.4 ✦ 65 4 3 1 2 1 11 23.9 Jumlah 8 8 6 8 8 8 46 100 Sumber: Data Primer, 2010. Tabel 11. Distribusi kelompok umur responden petani non hutan rakyat Kelompok umur tahun Lokasi Jumlah dan frekwensi Kecamatan Wawo Kecamatan Palibelo Kecamatan Madapangga Pesa Ntori Roi Nata Woro Mpuri 25 - 34 2 2 1 2 7 15.2 35 - 44 3 2 3 1 4 13 28.3 45 - 54 5 3 3 11 23.9 55 - 64 1 2 1 2 6 13.0 ✦ 65 5 1 1 1 1 9 19.6 Jumlah 8 8 8 8 7 7 46 100 Sumber: Data Primer, 2010. Tabel 10 menunjukkan bahwa pada 6 desa contoh sangat jarang dijumpai petani berusia muda yang mengusahakan hutan rakyat. Hanya sebesar 8.7 responden yang mengusahakan hutan rakyat berada pada rentang usia 25-34 tahun, dimana di sisi lain sebesar 23.9 berada pada rentang umur di atas usia produktif 65 tahun. Jika dibandingkan dengan data pada Tabel 11, terlihat bahwa kelompok responden petani non hutan rakyat didominasi oleh petani pada rentang usia produktif, dan hanya sebesar 19.6 tergolong sebagai petani di atas usia produktif. Informasi tersebut dapat menggambarkan bahwa usaha tani hutan rakyat kurang menarik untuk diusahakan bagi petani dan penduduk berusia muda. Selain karena mayoritas penduduk usia muda belum memiliki lahan sendiri, kondisi ini juga didasari oleh beberapa alasan lain seperti yang terungkap dalam wawancara, yaitu: 1. Alasan daur produksi. Petani dan penduduk berusia muda cenderung enggan mengusahakan hutan rakyat karena daur produksi dalam usaha tani hutan pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA rakyat jauh lebih panjang jika dibandingkan dengan usaha tani tanaman semusim seperti padi. 2. Alasan potensi diri. Penduduk usia muda cenderung lebih lama mengenyam pendidikan formal sehingga merasa memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berusaha di luar sektor pertanian seperti sektor jasa dan pemerintahan. Mereka merasa potensi yang mereka miliki akan tersiasiakan jika hanya mengusahakan hutan rakyat atau menjadi petani pada umumnya. 3. Alasan karakteristik lahan. Lahan yang dikuasai oleh petani pada umumnya merupakan lahan warisan dengan karakteristik perbukitan, tandus, dan berbatu. Hal tersebut menyebabkan penduduk usia muda enggan mengusahakan dan mengolah lahan tersebut. Mereka cenderung menyewakan lahan tersebut atau membiarkannya tak terolah sama sekali. 4. Alasan kepemilikan sawah. Pada umumnya tipe lahan yang dikuasai oleh penduduk adalah lahan kering dan lahan dengan peruntukan sawah. Budidaya padi dan tanaman pangan merupakan budidaya pertanian intensif yang membutuhkan curahan kerja yang tinggi. Hal ini menyebabkan petani dan penduduk usia muda lebih fokus mencurahkan waktu kerjanya pada sawah yang mereka kuasai dan membiarkan lahan kering mereka tak terolah atau menyewakannya kepada orang lain. 5. Alasan tekanan gaya hidup konsumtif. Penduduk usia muda cenderung bersifat lebih konsumtif dibandingkan penduduk berusia lanjut. Gaya hidup dan kebutuhan hidup tersier seperti kebutuhan komunikasi, kebutuhan transportasi dan hiburan menyebabkan tekanan untuk memperoleh uang tunai dalam waktu yang cepat. Mengusahakan hutan rakyat dianggap tidak dapat mengakomodasi pemenuhan kebutuhan tersebut, sehingga penduduk- penduduk usia muda lebih memilih membudidayakan tanaman semusim atau memilih untuk berusaha di luar sektor pertanian. Berbeda dengan kelompok usia muda, penduduk pada kelompok usia tua menunjukan etos kerja yang lebih tinggi dalam mengusahakan hutan rakyat dan memiliki keinginan yang kuat untuk terus mengelola hutan rakyat yang dimilikinya sebagai sebuah tradisi turun-temurun. Selain karena alasan meneruskan tradisi, hal tersebut disebabkan juga oleh beberapa alasan lain, yaitu: pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA 1. Keterbatasan fisik. Usia yang lanjut membatasi kemampuan fisik untuk berusaha pada bidang-bidang usaha yang memerlukan curahan kerja tinggi. Mengusahakan hutan rakyat hanya membutuhkan curahan kerja yang kecil. Dengan mengusahakan hutan rakyat, curahan kerja lebih banyak terpusat hanya pada tahun pertama, tahun kedua, dan di akhir daur. 2. Harta waris. Penduduk usia tua masih menganggap lahan sawah dan kayu sebagai harta warisan dengan nilai tinggi kepada anak dan cucu. Penduduk usia tua tidak mengharapkan hasil hutan rakyat yang besar di akhir produksi untuk dinikmati oleh dirinya sendiri, melainkan lebih ditujukan sebagai tabungan atau untuk dinikmati oleh anak dan cucu. 3. Alasan konservasi lahan. Satu dekade terakhir Kabupaten bima selalu terkena bencana banjir bandang tahunan. Bencana dengan dampak kerugian jiwa dan materi terbesar terjadi pada tahun 2003 dan tahun 2006. Penduduk usia tua cukup tanggap akan masalah tersebut dan menyatakan bahwa bencana tersebut lebih disebabkan karena rusaknya hutan di daerah hulu. Mereka menganggap peluang terjadinya bencana banjir dapat diminimalisir dengan jalan membudidayakan tanaman keras berkayu. Upaya tersebut sekaligus sebagai salah satu cara untuk menjaga produktifitas air tanah yang diperlukan dalam produksi padi mereka. 5.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi prilaku, pola pikir dan respon masyarakat terhadap suatu informasi dan perubahan. Masyarakat yang melek huruf memiliki kecenderungan lebih terbuka dan adaptif terhadap perubahan dan inovasi baru seperti inovasi pemanfaatan lahan. Sebanyak 88 petani responden di lokasi penelitian pernah mengenyam pendidikan formal. Secara komulatif, rata- rata lamanya waktu responden mengenyam pendidikan formal adalah 8 tahun atau setara dengan kelas 2 Sekolah Menengah Pertama SMP. Responden di Desa Pesa memiliki rata-rata lamanya waktu mengenyam pendidikan formal tertinggi yaitu 9.6 tahun atau setara dengan tamat SMP. Rata-rata terendah tercatat pada responden di Desa Roi yaitu sebesar 5.4 tahun atau sampai dengan kelas 5 Sekolah Dasar SD. Informasi ini menunjukan bahwa kebanyakan responden pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA tidak menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun. Hal tersebut dapat dipahami karena beberapa faktor, yaitu: 1 kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ketika responden berada pada usia sekolah, 2 kurang tersediannya sarana pendidikan ketika responden berada pada usia sekolah serta adanya faktor pembatas berupa jarak yang jauh untuk mencapai sarana pendidikan yang ada, dan 3 ketika pada usia sekolah, waktu responden lebih banyak dicurahkan untuk membantu orang tua di sawah maupun ladang. Kelompok responden petani hutan rakyat memiliki rata-rata lamanya waktu mengenyam pendidikan formal sebesar 7.8 tahun. Tidak berbeda jauh dari kelompok responden petani hutan rakyat, kelompok responden petani non hutan rakyat memiliki rata-rata lamanya mengenyam pendidikan formal sebesar 8.2 tahun. Hal ini dapat dijadikan indikasi awal bahwa tingkat pendidikan responden hanya memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap keputusan responden dalam mengusahakan atau tidak mengusahakan hutan rakyat. Tabel 12. Rata-rata lamanya responden mengenyam pendidikan formal. Kecamatan Desa Rata-rata lama responden mengenyam pendidikan formal tahun Petani HR Petani non HR Total petani HR dan non HR Wawo Pesa 9.8 9.4 9.6 Ntori 7.8 7.9 7.8 Palibelo Roi 5.0 5.6 5.4 Nata 7.9 9.1 8.5 Madapangga Woro 2.2 2.9 2.6 Mpuri 3.9 2.9 3.4 Rata-rata 6 Desa 7.8 8.2 8.0 Sumber: Data Primer, 2010. 5.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Beban biaya hidup yang harus dipikul oleh petani dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan. Semakin besar jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani dapat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga. Pengaruh tersebut dapat berupa meningkatnya biaya hidup rumah tangga atau sebaliknya dapat mengurangi biaya pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA produksi dalam usaha tani karena tersedianya tenaga kerja ➇ gratis ✁ dalam keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara komulatif, rata-rata jumlah tanggungan keluarga responden adalah sebesar 2.8 jiwa atau berkisar pada 3 jiwa per kepala keluarga. Rata-rata jumlah tanggungan pada kelompok petani hutan rakyat adalah sebesar 2.9 jiwa. Jumlah tersebut tidak berbeda jauh dengan rata- rata jumlah tanggungan pada kelompok petani non hutan rakyat yaitu sebesar 2.8 jiwa. Rendahnya rata-rata jumlah tanggungan keluarga disebabkan karena sebagian besar anak-anak mereka telah berumah tangga dan hidup mandiri. Tabel 13. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani responden Kecamatan Desa Rata-rata jumlah tanggungan jiwa Petani HR Petani non HR Total petani HR dan non HR Wawo Pesa 3.3 3.4 3.3 Ntori 2.1 2.0 2.0 Palibelo Roi 2.1 2.9 2.6 Nata 3.9 2.9 3.4 Madapangga Woro 2.6 2.4 3.0 Mpuri 2.9 2.4 2.7 Rata-rata 6 Desa 2.9 2.8 2.8 Sumber: Data Primer, 2010.

5.2 Penguasaan Lahan Hutan Rakyat