Analisis Kelayakan Usaha Tani Hutan Rakyat

pada umumnya terkonsentrasi atau berada pada satu desa yang sama dengan responden. Responden menyatakan sebanyak 63 konsumen kayu rakyat berada pada satu desa yang sama dengan mereka, dan selebihnya sebanyak 37 menyatakan bahwa konsumen mereka bertempat tinggal di luar desa mereka namun masih berada pada satu kecamatan yang sama. Tabel 25. Distribusi jumlah konsumen kayu rakyat jati di lokasi penelitian. Jumlah konsumen Lokasi Jumlah dan frekwensi Kecamatan Wawo Kecamatan Palibelo Kecamatan Madapangga Pesa Ntori Roi Nata Woro Mpuri Hanya 1 pembeli 1 3 4 9 1 sampai 5 pembeli 7 8 6 4 5 6 36 78 Lebih dari 5 pembeli 4 2 6 13 Jumlah 8 8 6 8 8 8 46 100 Sumber: Data Primer, 2010. Kecenderungan terbentuknya struktur pasar kayu yang bersifat oligopsoni di lokasi penelitian tidak lepas dari daya tarik kayu Jati itu sendiri sebagai produk hutan rakyat. Kayu Jati merupakan jenis kayu pertukangan dengan kelas awet dan kelas kuat I dan II. Selain karena teksturnya yang indah, kayu Jati sering menjadi pilihan utama sebagai material bangunan dan bahan baku meubeler, sehingga permintaan terhadap kayu ini cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan cukup banyak pelaku yang tertarik melibatkan diri dalam saluran pemasaran kayu Jati hasil hutan rakyat. Peminat-peminat tersebut menangkap peluang mendapatkan margin keuntungan yang cukup tinggi dengan membeli kayu dari petani dengan harga di bawah harga dasar kayu bulat jenis Jati yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bima, dan menjualnya kembali dalam bentuk yang sama atau dalam bentuk kayu olahan pada tingkat harga yang jauh lebih tinggi.

5.4 Analisis Kelayakan Usaha Tani Hutan Rakyat

Yusran 2005 menyatakan bahwa kelayakan usaha tani hutan rakyat dapat dilihat dan dinilai dari performansi usaha tani tersebut dari sisi ekologi, ekonomi, dan sosial. Dari sisi ekonomi, kelayakan hutan rakyat sebagai suatu usaha tani dapat dinilai dari posisi dan kontribusinya terhadap perekonomian keluarga serta dari kelayakan usaha tani tersebut secara finansial. pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA 5.4.1 Posisi dan Kontribusi Hutan Rakyat dalam Perekonomian Keluarga Posisi usaha tani hutan rakyat dalam perekonomian keluarga dapat dilihat dari perannya sebagai mata pencaharian atau sumber pendapatan rumah tangga. Fakta di lokasi penelitian menunjukkan sebanyak 63 responden petani hutan rakyat mengkategorikan hutan rakyat miliknya sebagai pekerjaan sampingan, dan selebihnya sebanyak 37 mengkategorikannya sebagai jenis pekerjaan utama. Berdasarkan jenis pekerjaan utama, maka mayoritas responden petani hutan rakyat bermata pencaharian utama sebagai petani yang membudidayakan padi dan tanaman pangan 41, dan selebihnya berprofesi sebagai petani hutan rakyat 37, Pegawai Negeri Sipil 15, dan mata pencaharian lainnya seperti buruh tani, pertukangan, dan perdagangan 7. Tabel 26. Posisi hutan rakyat sebagai sumber mata pencaharian responden Posisi hutan rakyat Lokasi Jumlah dan frekwensi Kecamatan Wawo Kecamatan Palibelo Kecamatan Madapangga Pesa Ntori Roi Nata Woro Mpuri Pekerjaan utama 6 4 1 3 3 17 37 Pekerjaan sampingan 8 2 2 7 5 5 29 63 Jumlah 8 8 6 8 8 8 46 100 Sumber: Data Primer, 2010. Tingginya persentase responden yang mengkategorikan usaha tani hutan rakyat sebagai pekerjaan sampingan diduga turut dipengaruhi oleh luas penguasaan lahan sawah. Hasil uji korelasi antara jumlah responden yang mengkategorikan usaha tani hutan rakyat miliknya sebagai pekerjaan sampingan dengan rata-rata luas penguasaan lahan sawah di 6 desa menunjukan nilai koefisien korelasi sebesar 0.45. Nilai tersebut memang tidak menunjukan adanya korelasi yang cukup kuat antara kedua peubah tersebut, namun menunjukkan terbentuknya pola hubungan berbanding lurus dengan trend meningkat, dimana semakin tinggi rata-rata luas penguasaan lahan sawah akan menyebabkan semakin banyak responden yang mengkategorikan usaha tani hutan rakyat miliknya sebagai jenis pekerjaan sampingan. pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA Gambar 14. Diagram fungsi hubungan linear antara jumlah responden yang mengkategorikan hutan rakyat sebagai pekerjaan sampingan dengan rata-rata luas penguasaan sawah di 6 desa contoh. Walau mayoritas responden mengkategorikan usaha tani hutan rakyat sebagai jenis pekerjaan sampingan, namun hasil analisis pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa hutan rakyat mampu memberikan kontribusi tertinggi terhadap pendapatan total rumah tangga dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya. Hutan rakyat mampu memberikan kontribusi dengan nilai rata-rata sebesar Rp2 685 417 atau sebesar 39.7 dari total rata-rata pendapatan rumah tangga responden per tahun. Nilai tersebut lebih besar dari nilai kontribusi usaha tani padi yang hanya memberikan kontribusi sebesar 38.4. Hal ini dapat berarti ada kecenderungan yang menunjukkan petani responden menggantungkan hidupnya pada sektor hutan rakyat. Tabel 27. Kontribusi hutan rakyat terhadapa rata-rata pendapatan total rumah tangga responden per tahun Desa Rata-rata pendapatan rumah tangga responden per tahun Rp.Tahun berdasarkan sumber pendapatan Kontribusi hutan rakyat Hutan rakyat Tani Padi Buruh tani Ternak Lainnya Pendapatan total Pesa 2 218 750 3 828 125 218 750 1 500 000 962 500 8 728 125 25.4 Ntori 2 900 000 1 171 875 1 300 000 612 500 200 000 6 184 375 46.9 Roi 2 150 000 1 762 500 191 667 33 333 4 137 500 52.0 Nata 3 543 750 2 750 000 481 250 25 000 937 500 7 737 500 45.8 Woro 1 675 000 1 687 500 787 500 875 000 5 025 000 33.3 Mpuri 3 625 000 4 387 500 125 000 650 000 8 787 500 41.3 Rata-rata 2 685 417 2 597 917 517 361 356 250 609 722 6 766 667 39.7 Sumber: Data Primer, 2010. P ❡s❛ ◆t ♦ ✂ ✐ ❘ ♦ ✐ ◆ ❛ t ❛ ❲ ♦ ✂ ♦ ▼♣ ✉ ✂ ✐ ② ❂ ✸ ✱✻✸ ✾ ✰ ✵ ✱ ✹ ✻ ✻① ❦✄☎ ❢✆ ✝✆ ☎ ♥ ❦ ✄ ✞☎ ❧ ✟ ✝✆ ✵ ✱ ✹ ✺ ✠ ✶ ✷ ✡ ☛ ☞ ✌ ✼ ✽ ✍ ✠ ✶ ✷ ✡ ☛ ☞ ✌ ✼ ju m la h r e sp o n d e n y a n g m e n g k a te g o ri k a n h u ta n r a k y a t se b a g a i p e k e rj a a n s a m p in g a n rata-rata luas penguasaan sawah ha di 6 desa contoh pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA Temuan tentang kontribusi hutan rakyat terhadap total pendapatan rumah tangga ini sedikit berbeda dengan kondisi pengelolaan hutan rakyat di Jawa. Pada pengelolaan hutan rakyat di Jawa, seperti yang diungkapkan oleh Hardjanto 2000, petani hutan rakyat pada umumnya tidak menggantungkan hidupnya pada hasil berupa kayu, serta pohon belum diposisikan menjadi sumber pendapatan andalan, sehingga menyebabkan kontribusi pendapatan dari hutan rakyat kurang dari 10 terhadap total pendapatan rumah tangga. Hal tersebut dapat dipahami dari perbedaan karakteristik dan tipe hutan rakyat yang berkembang di Jawa dan di lokasi penelitian. Di Jawa, karena keterbatasan penguasaan lahan, petani cenderung tidak mengelola hutan rakyat dalam pola hutan rakyat sejenis melainkan mengelolanya dengan pola-pola campuran dan agroforestri agar bisa memperoleh hasil antara non kayu dengan periode lebih singkat untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal ini menyebabkan secara kuantitas jumlah pohon yang dibudidayakan akan jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan hutan rakyat di lokasi penelitian yang dikelola secara monokultur. Kontribusi hutan rakyat dalam perekonomian rumah tangga dapat pula dihubungkan dengan tingkat kesejahteraan. Rusli 1995 menyatakan tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat diketahui dari total pendapatan per kapita yang dihubungkan dengan garis kemiskinan berdasarkan klasifikasi Sayogyo. Dalam klasifikasi Sayogyo, rumah tangga masyarakat pedesaan dikategorikan tidak sejahtera atau miskin jika pendapatan perkapita yang diperoleh oleh rumah tangga tersebut berjumlah di bawah nilai setara 240 kg beras. Pada saat penelitian dilakukan, harga beras yang berlaku berkisar antara Rp5 500kg sampai Rp6 000kg. Dengan mengambil harga tertinggi Rp6 000kg maka nilai ambang kriteria kemiskinan adalah sebesar Rp1 440 000 per kapita. Nilai tersebut masih berada di bawah pendapatan perkapita rumah tangga responden yaitu sebesar Rp1 691 667, dengan asumsi satu kepala keluarga rata-rata membiayai tiga anggota keluarga. Hal ini berarti usaha tani hutan rakyat turut memberikan kontribusi dalam kesejahteraan keluarga responden yaitu sebesar Rp671 354 per kapita atau setara dengan nilai 112 kg beras. pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA 5.4.2 Analisis Kelayakan Finansial Analisis finansial merupakan salah satu alat analisis untuk menilai kelayakan suatu usaha, ditinjau dari sudut pandang investasi. Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan aliran kas yang terdiskonto, meliputi pendekatan terhadap biaya, pendapatan, dan keuntungan usaha, dengan parameter BCR Benefit Cost Ratio, NPV Net Present Value, dan IRR Internal Rate of Return, pada rentang waktu pengusahaan untuk jenis tanaman jati daur produksi 20 tahun. Suku bunga yang digunakan mengacu pada suku bunga Bank Indonesia BI rate per triwulan III di tahun 2010 yaitu sebesar 6.5. Unsur biaya dalam analisis ini dikategorikan ke dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, sedangkan biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya produksi. Biaya tetap yang digunakan dalam analisis ini meliputi biaya perijinan usaha, biaya retribusi tebang, biaya leges, serta biaya pajak tanah PBB. Sedangkan biaya tidak tetap yang digunakan meliputi biaya pengadaan bibit, biaya bahan, biaya alat serta biaya tenaga kerja. Semua responden di lokasi penelitian tidak melakukan pendokumentasian tata niaga dan arus kas, sehingga untuk mempermudah analisis dan mengantisipasi ketidak lengkapan data yang diperoleh dalam wawancara, maka digunakan beberapa acuan dan asumsi, yaitu: 1. Kuantitas bahan, alat, tenaga kerja, pajak tanah per hektar serta rata-rata harga kayu yang digunakan dalam analisis sama seperti apa yang dinyatakan oleh responden dalam wawancara. 2. Komponen biaya pemasaran tidak digunakan dalam analisis. 3. Beberapa komponen biaya mengacu pada standar harga barang dan jasa bidang kehutanan berdasarkan SK Gubernur Propinsi NTB Nomor 268. Tahun 2009, meliputi: a. Bibit jati lokal Rp4 820batang b. Parang Rp32 100buah c. Cangkul Rp26 750buah pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA d. Tenaga kerja pembersihan lahan Rp26 750OH e. Tenaga kerja pembuatan lubang tanam dan penanaman Rp26 750OH f. Tenaga kerja penyulaman Rp26 750OH g. Tenaga kerja pemangkasan cabang Rp26 750OH h. Kayu bakar aneka jenis Rp170 670m 3 4. Semua responden mengurus ijin usaha hutan rakyat berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 19. Tahun 2001, tentang retribusi ijin aneka usaha hasil hutan sebesar Rp330 00025 ha atau setara dengan Rp13 200ha. 5. Penyulaman tanaman dilakukan pada tahun ke-2 dengan jumlah sulaman sebesar 10 dari total jumlah tanaman. 6. Pemangkasan cabang dilakukan pada tahun ke-6. 7. Penjarangan tanaman dilakukan 2 kali selama daur produksi yaitu pada tahun ke-10 dan tahun ke-15, dengan jumlah sebesar 30 dari total tegakan awal untuk penjarangan pertama dan sebesar 30 dari total tegakan sisa untuk penjarangan kedua. 8. Seluruh hasil penjarangan pertama dimanfaatkan sebagai kayu bakar dengan asumsi satu pohon yang dijarangi menghasilkan kayu bakar dengan volume 0.075 m 3 . Kayu-kayu hasil penjarangan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar dikenai biaya administrasi angkutan kayu bakar berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 20. Tahun 2001 tentang retribusi pelayanan administrasi pengelolaan kayu milik dan non kayu sebesar Rp2 500m 3 . 9. Pada penjarangan kedua dan panen akhir dikenakan biaya leges berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 25. Tahun 2001 tentang retribusi leges sebesar Rp15 000 per satu kegiatan. Leges merupakan retribusi yang dipungut sebagai pembayaran atas pemberian pelayanan administrasi. 10. Kegiatan pemanenan kayu diasumsikan dilakukan oleh responden dengan sistem borongan, dengan biaya pemanenan meliputi penebangan, penyaradan, retribusi angkut, dan pengangkutan sampai tempat penimbunan sebesar Rp50 000pohon. 11. Dalam pemanenan hasil, responden dibebani retribusi tebang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 20. Tahun 2001 tentang retribusi pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA pelayanan administrasi pengelolaan kayu milik dan non kayu sebesar Rp1 500pohon untuk jenis Jati. Atas dasar acuan dan asumsi di atas, dibentuk matriks aliran kas dan penggunaan input produksi pengusahaan hutan rakyat Jati per hektar di lokasi penelitian, seperti yang tersaji pada Tabel 28. Tabel 28. Rata-rata penggunaan input produksi dan pendapatan per hektar, pengusahaan hutan rakyat Jati daur produksi 20 tahun. Tahun Kegiatan Biaya Pendapatan Uraian Harga N Jumlah Uraian Harga N Jumlah T1 Pembersihan lahan Alat 32 100 2 64 200 - - - TK 26 750 3.06 81 855 Pengadaan bibit Bibit 4 20 544 2 622 080 Pembuatan lubang tanam dan penanaman Alat 26 750 3 80 250 TK 26 750 11.05 295 588 Lain-lain Ijin Usaha 13 200 1 13 200 PBB 12 000 1 12 000 T2 Penyulaman Bibit 4 820 54 260 280 - - - TK 26 750 1.10 29 425 Lain-lain PBB 12 000 1 12 000 T3-T5 Lain-lain PBB 12 000 3 36 000 - - - T6 Pruning TK 26 750 4.74 126 795 - - - Lain-lain PBB 12 000 1 12 000 T7-T9 Lain-lain PBB 12 000 3 36 000 - - - T10 Penjarangan 1 TK 26 750 8.13 217 478 K. Bakar 170 670 12.2 2 082 174 Lain-lain Leges 15 000 1 15 000 PBB 12 00 1 12 000 Ret.Angkut 2 500 12.2 30 500 T11-T14 Lain-lain PBB 12 000 4 48 000 - - - T15 Penjarangan 2 Biaya Panen 50 000 114 5 700 000 K. Bulat 300 000 114 34 200 000 Lain-lain Leges 15 000 1 15 000 PBB 12 000 1 12 000 Ret.Tebang 1 500 114 171 000 T16-T19 Lain-lain PBB 12 000 4 48 000 - - - T20 Panen Akhir Biaya Panen 50 000 265 13 250 000 K. Bulat 400 000 265 106 000 000 Lain-lain Leges 15 000 1 15 000 PBB 12 000 1 12 000 Ret.Tebang 1 500 265 397 500 TOTAL 23 625 150 142 282 174 Sumber: Data Primer, 2010. pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA Selama satu daur produksi, didapatkan rata-rata penggunaan input produksi sebesar Rp23 625 150 dan rata-rata pendapatan sebesar Rp142 282 174, sehingga diperoleh margin sebesar Rp118 657 024. Rata-rata penggunaan input dan pendapatan terbesar terindentifikasi pada akhir daur T20 yaitu masing-masing sebesar Rp13 674 500 dan Rp106 000 000. Biaya panen menempati urutan pertama sebagai komponen yang menggunakan biaya terbesar dalam proses produksi yaitu Rp18 950 000 atau sebesar 80 dari total biaya produksi, diikuti oleh komponen bibit dengan rata-rata Rp2 882 360 atau sebesar 12 dari total biaya produksi. Gambar 15. Diagram distribusi penggunaan faktor produksi per hektar dalam pengusahaan hutan rakyat Jati di lokasi penelitian. Secara garis besar hasil analisis finansial pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian mampu menggambarkan bahwa hutan rakyat secara finansial layak untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan parameter BCR, NPV, dan IRR seperti yang tersaji pada Tabel 29. di bawah ini: Tabel 29. Analisis finansial pengusahaan hutan rakyat Jati per hektar di lokasi penelitian. Kecamatan Desa BCR NPV IRR Wawo Pesa 4.43 Rp22 120 546 23.02 Ntori 4.49 Rp19 888 270 23.08 Palibelo Roi 4.60 Rp45 378 018 23.47 Nata 4.59 Rp45 078 855 23.42 Madapangga Woro 4.56 Rp32 445 458 23.31 Mpuri 4.63 Rp46 012 706 23.58 Rataan 6 Desa 4.57 Rp34 744 454 23.34 Sumber: Data Primer, 2010. pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA BCR merupakan perbandingan atau ratio antara total pendapatan terdiskonto dengan total biaya yang terdiskonto. Melalui perhitungan parameter ini dapat diketahui apakah responden sebagai pengelola memperoleh keuntungan atau tidak selama mengusahakan hutan rakyat di atas lahan miliknya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian mampu memberikan keuntungan kepada responden sebagai pengelola, dengan nilai BCR yang lebih besar dari satu atau sebesar 4.57. Nilai BCR tersebut menunjukkan pula bahwa usaha tani hutan rakyat merupakan jenis usaha yang menghasilkan output yang tinggi hanya dengan menggunakan input yang rendah. Melalui perhitungan nilai BCR telah diketahui bahwa pengelolaan hutan rakyat di lokasi penelitian menguntungkan secara ekonomi. Besarnya keuntungan yang diperoleh tersebut dapat dinilai melalui perhitungan NPV. Nilai NPV merupakan nilai diskonto dari selisih manfaat dan biaya untuk setiap aliran keluar masuknya uang. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa NPV pengusahaan hutan rakyat bernilai positif 0 yaitu sebesar Rp34 744 454. Nilai NPV tersebut dapat memproyeksikan atau menggambarkan rata-rata keuntungan bersih per hektar yang bisa diperoleh oleh responden petani hutan rakyat dalam satu daur produksi jati yang dinilai pada saat penelitian dilakukan, dengan suku bunga acuan sebesar 6.5. Internal Rate of Return atau IRR didefinisikan sebagai tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol atau dapat juga diartikan sebagai suatu tingkat suku bunga yang menunjukan NPV sama dengan biaya investasi pengusahaan. Suatu usaha tani dipandang paling baik dari sudut peminjaman modal apabila IRR berada di atas suku bunga yang berlaku IRR i. Dari hasil analisis diketahui bahwa pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian menghasilkan nilai IRR sebesar 23.34. Hal ini berarti bahwa pengusahaan hutan rakyat akan mencapai break even point ketika suku bunga Bank Indonesia BI- rate mencapai angka 23.34 dan akan mengalami kerugian saat BI-rate berada di atas nilai tersebut. Hasil perhitungan IRR dapat juga dikaitkan dengan resiliensi atau tingkat ketahanan suatu usaha terhadap berkurangnya nilai uang atau inflasi. Suatu usaha bisa saja menguntungkan secara ekonomi tetapi tidak akan selalu memiliki pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh inflasi. Dengan IRR sebesar 23.34 berarti usaha tani hutan rakyat yang dikelola oleh responden memiliki ketahanan yang cukup tinggi terhadap pengaruh inflasi. Pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian akan tetap mendatangkan keuntungan walau terjadi inflasi yang menyebabkan naiknya BI-rate sampai sebesar 16.84 poin. Temuan ini serupa dengan temuan Darusman et al. 2001 yang menyimpulkan bahwa kegiatan kehutanan masyarakat termasuk pula usaha hutan rakyat di Indonesia memiliki resiliensi atau ketahanan usaha yang cukup tinggi walau terkena dampak krisis moneter pada tahun 1997. 5.4.3 Analisis Sensitifitas Selain menggunakan parameter IRR, menilai ketahanan suatu usaha dapat pula didekati dengan menggunakan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas usaha merupakan analisis melalui perhitungan ulang nilai kemanfaatan usaha menggunakan skenario-skenario baru terhadap komponen biaya dan atau hasil sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidak pastian pasar. Dalam analisis ini, akan dinilai kesensitivan pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian apabila menghadapi 3 skenario pasar yaitu: 1 skenario 1 berupa penambahan biaya produksi sebesar 25, 2 skenario 2 berupa pengurangan hasil produksi sebesar 25, dan 3 skenario 3 berupa penambahan biaya produksi dan pengurangan hasil produksi sebesar 25. Ketika menghadapi 3 skenario pasar tersebut, pengusahaan hutan rakyat baik secara komulatif maupun di tiap desa contoh masih menunjukkan kelayakan secara finansial. Secara komulatif, walaupun mengalami penurunan, responden sebagai pengelola hutan rakyat masih memperoleh keuntungan bersih yang ditunjukkan oleh nilai NPV yang positif yaitu sebesar Rp32 308 173 untuk skenario 1, Rp23 622 059 untuk skenario 2, dan Rp21 185 778 untuk skenario 3. Respon usaha tani hutan rakyat responden terhadap 3 skenario tersebut disajikan pada Tabel 30. pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA Tabel 30. Respon usaha tani hutan rakyat Jati per hektar di lokasi penelitian terhadap 3 skenario pasar Desa Skenario 1 2 3 BCR NPV BCR NPV BCR NPV Pesa 3.54 Rp20 507 792 3.32 Rp14 977 656 2.66 Rp13 364 902 Ntori 3.59 Rp18 463 603 3.37 Rp13 491 536 2.69 Rp12 066 869 Roi 3.68 Rp42 225 763 3.45 Rp30 881 258 2.76 RP27 729 003 Nata 3.67 Rp41 940 003 3.44 Rp30 670 290 2.75 Rp27 531 438 Woro 3.65 Rp30 168 362 3.42 Rp22 056 997 2.74 Rp19 779 901 Mpuri 3.70 Rp42 843 643 3.47 Rp31 340 467 2.78 Rp28 171 404 Rataan 6 Desa 3.65 Rp32 308 173 3.42 Rp23 622 059 2.74 Rp21 185 778 Sumber: Data Primer, 2010. Penurunan keuntungan bersih yang didapatkan oleh responden dapat digunakan untuk menilai kesensitivan usaha tani hutan rakyat ketika menghadapi fenomena pasar seperti 3 skenario di atas. Usaha tani hutan rakyat yang dikelola responden cenderung memiliki kesensitivan yang cukup tinggi ketika menghadapi skenario 1 dengan hanya mengalami penurunan keuntungan bersih sebesar Rp2 436 286 atau 7.01 dari keuntungan bersih dalam kondisi normal. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada skenario 2 dan 3, usaha tani tersebut menunjukkan kesensitivan yang rendah dengan penurunan keuntungan bersih mencapai lebih dari 30. Ketika dihadapkan pada skenario 2, nilai keuntungan bersih menurun sebesar Rp11 122 400 atau 32.01 dari keuntungan bersih dalam kondisi normal, dan menurun sebesar Rp13 558 681 atau 39.02 dari keuntungan bersih dalam kondisi normal kerika dihadapkan pada skenario 3. Dari respon yang terbentuk, dapat disimpulkan bahwa usaha tani hutan rakyat di lokasi penelitian akan menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi ketika hanya menghadapi fenomena pasar berupa peningkatan biaya produksi, akan tetapi sebaliknya akan menunjukkan kerentanan ketika menghadapi fenomena pasar berupa penurunan harga kayu. Agar usaha tani hutan rakyat memiliki tingkat keberlanjutan yang tinggi secara finansial, maka temuan ini harus disikapi dengan upaya-upaya untuk mempertahankan harga kayu jati di pasar. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: 1 melalui policy enforcment, yaitu dengan mengeksekusi penerapan standar harga kayu jati seperti yang tertuang pada Surat Keputusan Bupati Bima Nomor. 429 Tahun 2001, 2 pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA memperlancar informasi pasar di tingkat petani, dan 3 melakukan upaya peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan paska panen. Tabel 31. Persentase penurunan keuntungan bersih usaha tani hutan rakyat Jati per hektar di lokasi penelitian, ketika menghadapi 3 skenario pasar Desa NPV kondisi normal Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Margin NPV Margin NPV Margin NPV Pesa 22 120 546 1 612 754 7.29 7 142 890 32.29 8 755 644 39.58 Ntori 19 888 270 1 424 667 7.16 6 396 734 32.16 7 821 401 39.33 Roi 45 378 018 3 152 255 6.95 14 496 760 31.95 17 649 015 38.89 Nata 45 078 855 3 138 852 6.96 14 408 565 31.96 17 547 417 38.93 Woro 32 445 458 2 277 096 7.02 10 388 461 32.02 12 665 557 39.04 Mpuri 46 012 706 3 169 063 6.89 14 672 239 31.89 17 841 302 38.77 Rataan 6 Desa 34 744 454 2 436 286 7.01 11 122 400 32.01 13 558 681 39.02 Sumber: Data Primer, 2010.

5.5 Analisis Preferensi Pengusahaan Hutan Rakyat