Permasalahan Pengusahaan Hutan Rakyat

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal akan terdiri dari faktor usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, dan kebutuhan, sedangkan kelompok faktor eksternal akan terdiri dari jumlah tanggungan, luas lahan, jarak lahan dari rumah, ketersedian modal, penguasaan teknologi, dan intensitas penyuluhan. Hutan rakyat memiliki ciri kawasan yang tidak kompak dan terpencar di lahan peruntukan lainnya. Bentuk usaha yang berkembang tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi bisa terpadu atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman perkebunan, tanaman pangan, dan pakan ternak. Menurut Hardjanto 2000, pengusahaan hutan rakyat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1 dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri, dimana petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah, 2 petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik, 3 bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang diusahakan secara sederhana, 4 pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10 dari pendapatan total. Berdasarkan bentuknya, Departemen Kehutanan 2004 membagi sistem pengelolaan hutan rakyat ke dalam dua bentuk utama yaitu hutan rakyat sejenis apabila tanaman pokok hanya satu jenis dan hutan rakyat agroforestri apabila ada kombinasi dengan cabang usaha tani lainnya. Berdasarkan jenis tanamannya, Darusman dan Wijayanto 2007 membagi sistem pengelolaan hutan rakyat di Indonesia ke dalam 3 pola pengelolaan, yaitu: 1 pola hutan rakyat sejenis atau pola hutan rakyat yang didominasi oleh satu jenis tanaman, 2 pola hutan rakyat campuran yang didominasi 2 atau lebih jenis tanaman kehutanan, dan 3 pola hutan rakyat wanatani atau agroforestri yang merupakan hutan rakyat campuran antara tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, hijauan pakan ternak, yang dipadukan dengan tanaman pangan semusim seperti ubi kayu dan jagung, atau dengan tanaman obat-obatan seperti kunyit dan jahe.

2.5 Permasalahan Pengusahaan Hutan Rakyat

Walaupun hutan rakyat mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar, akan tetapi pada umumnya di Jawa hanya sedikit hutan rakyat yang memenuhi pdf M achine - is a pdf w r it e r t ha t pr oduce s qua lit y PD F file s w it h e a se Ge t your s now “ Thank you very m uch I can use Acrobat Dist iller or t he Acrobat PDFWrit er bu t I consider your product a lot easier t o use and m uch preferable t o Adobes A.Sar r as - USA luasan minimal sesuai dengan definisi hutan 0.25 ha. Hal tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa yang sangat sempit, sehingga mendorong munculnya usaha pemanfaatan ruang seoptimal mungkin oleh pemilik lahan dengan cara membudidayakan tanaman-tanaman yang dapat dikonsumsi sehari- hari, serta tanaman-tanaman bernilai tinggi dengan daur yang pendek. Karenanya, hamparan hutan rakyat yang kompak dengan luasan cukup biasanya ditemui pada petani yang memiliki lahan di atas rata-rata, pada lahan marginal serta pada lahan terlantar Hardjanto 2000. Teknologi, modal usaha, manajemen usaha tani, skill, kondisi fisik lahan usaha khususnya pada unit bisnis hutan rakyat, pemasaran, dan kebijakan pemerintah, merupakan kendala yang umumnya dihadapi oleh produsen dalam mengelola salah satu unit bisnis usaha perhutanan rakyat Andayani 2003. Dudung dan Hardjanto 2006 mengungkapkan bahwa permasalahan hutan rakyat yang muncul sampai saat ini didominasi oleh empat aspek utama yaitu, aspek produksi, aspek pengolahan, aspek pemasaran, dan aspek kelembagaan. Dari aspek produksi, struktur tegakan kayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun di sisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter sehingga dapat mengancam kelestarian tegakan yang berarti mengancam pula kelestarian usahanya. Ditinjau dari aspek pengolahan, masalah terbesar yang dihadapi saat ini adalah masalah jumlah dan kontinuitas sediaan bahan baku. Permasalahan pada aspek pemasaran meliputi sistem distribusi, struktur pasar, penentuan harga, perilaku pasar dan keragaan pasar. Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu disempurnakan agar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih baik.

2.6 Analisis Biaya dan Kelayakan Finansial Hutan Rakyat